PAGI ini Haechan yang bertugas membuat sarapan karena Jaehyun sendiri yang meminta. Dari arah meja makan, dalam diam Mark terus saja menatap setiap gerak-gerik yang dilakukan oleh Haechan, penampilannya pagi ini tetap sederhana serta tertutup, Haechan menggunakan hoodie dan celana training sedikit kebesaran mungkin agar perut buncitnya terasa nyaman dan terlindungi. Namun yang Mark tidak dapat pungkiri adalah, bayangan Haechan tadi malam masih teringat jelas di kepalanya.
Di sisi lain, Jeno juga sedang melirik ke arah kakaknya dan kakak iparnya itu secara bergantian tanpa diketahui oleh yang lain.
"Haechan, ikut makan bersama kami. Duduklah di dekat Mark." suara dari Jaehyun membuat kegiatan diam-diam Mark jadi terhenti, Mark langsung mengalihkan tatapannya ke arah lain, begitupun dengan Jeno yang kini siap-siap menyantap sarapannya.
Mendapatkan ajakan dari Jaehyun, Haechan terlebih dahulu menatap ke arah Mark untuk meminta persetujuan, takut-takut Mark tidak ingin dia duduk di dekatnya. Namun Mark tidak menjawab, dia hanya bersikap acuh membuang tatapan ke arah lain.
"Sudah duduk saja, tidak usah malu-malu seperti itu. Biasanya juga kamu yang malu-maluin." ucap Taeyong dengan senyum tipisnya melirik ke arah Haechan.
"Yongie!" ucap Jaehyun menegur sang istri dengan nada yang ditinggikan membuat Taeyong mencebikkan bibirnya.
"Haechan cepat duduk." lanjut Jaehyun.
Karena melihat raut wajah Jaehyun yang sudah masam, Haechan buru-buru menarik kursi di dekat Mark dan langsung duduk di sana. Dia tidak ingin melihat keributan diantara Jaehyun dan Taeyong hanya karena dirinya. Mereka memulai sarapan dalam diam, hanya ada suara denting sendok dan garpu yang terdengar. Haechan makan dengan perlahan, ia takut jika dirinya makan dengan gerakan yang ceroboh, dia dapat mengganggu Mark yang kini berada di sampingnya.
"Haechan." panggil Jaehyun kembali.
Haechan yang mendengar itu langsung mendongak menatap ke arah mertuanya.
"Ayah pikir bagus jika kamu tinggal berdua dengan Mark di apartemen pribadi miliknya."
TAK
Suara sendok terdengar keras saat Jaehyun mengucapakan pendapatnya. Dan tidak lain pelakunya adalah Mark, dia sedikit tidak terima dengan pendapat sang ayah. Bagaimana bisa di tempat pribadi miliknya dia harus tinggal berdua dengan sosok yang sangat ingin dia hindari.
"Apa ayah bercanda? Ayolah, itu tempat pribadi milikku. Ayah tahu bukan alasanku untuk membeli tempat itu. Aku tidak setuju." tolak Mark.
"Kasihan ditolak." sindir Taeyong yang masih santainya menyuap makanan itu ke mulutnya.
"Yongie!"
"Ya, ya. Bela saja menantu kesayanganmu itu."
Haechan menundukkan kepalanya kembali, selalu seperti ini. Mertuanya pasti akan bertengkar gara-gara dirinya, harusnya Haechan sadar diri.
"Ayah, aku rasa tinggal di sini sudah cukup bagiku. Jika aku tinggal di sana aku akan merasa kesepian karena ditinggalkan hyung bekerja." Haechan memberanikan diri untuk bicara, sepertinya ini pilihan yang tepat.
"Bagus. Setidaknya tugasmu di sini sebagai pembantu tidak terbengkalai, kasihan juga bibi Bongcha harus bekerja sendirian." Taeyong kembali berucap, dia tersenyum sinis ke arah Haechan, lihatlah. Bahkan Mark tidak membelanya sama sekali.
"Hyung." ada suara yang memanggil. Bukan, bukan Mark yang dipanggil. Tapi Jeno yang memanggil Haechan.
"Ya? Kau memanggilku?" tanya Haechan karena Jeno tengah menghadap ke arahnya, kebetulan Jeno juga duduk di kursi seberang.
KAMU SEDANG MEMBACA
[06][pt. 1] Beautiful Pain
Fanfiction[COMPLETED] [Mpreg] [Sad Romance] Mengisahkan tentang perjuangan Haechan dan janin yang berada di dalam kandungannya. Dimohon Jangan salpak ⚠️⚠️ Bxb⚠️⚠️