23 | 𝚃𝚑𝚎 𝚁𝚘𝚘𝚖

1.3K 320 35
                                    


Seluruh tenaga yang telah mereka keluarkan demi menghindari tarikan paksa pada lengan mereka terbuang sia-sia. Sekuat apapun usaha yang telah mereka korbankan sama sekali tak membantu. Sebab kini, mereka tetap terdorong paksa untuk melangkahkan tungkainya pada tempat yang tak mereka inginkan. Namun umpatan serta penolakan masih terus Haechan lontarkan. Nampaknya usahanya untuk melepaskan diri tak akan pernah usai hingga ia benar-benar berhasil.

"LO DENGER GUE GAK SIH LEE BANGSAT MARK?!"

"GUE SUMPAHIN BENERAN TULI SEKALIAN BISU"

Mereka terus digiring melalui beberapa lorong. Terasa amat jauh dan selama itu pula Haechan terus memberontak. Sesekali pun Jeno turut menepis meskipun tak membuahkan hasil.

"Chan.."

Haechan segera menoleh pada sosok yang memanggilnya yang berada tepat disampingnya.

"Kenapa?? Ada yang sakit ya? woi PELAN-PELAN DONG SIALAN! ITU INJUN GUE! LO GUE BOGEM SEKALIAN YA?! SEKALIAN SUMPAHIN-" Ucapan Haechan seketika terhenti saat Injun memotongnya. Ancang-ancangnya untuk menyerang pun terpaksa ia urungkan.

"Haechan bukan gitu.. Udah ya? Gak capek?" ujar Injun melirih.

Haechan berdecak tak suka, sebelum akhirnya melanjutkan aksi mengumpatnya. "GAK BAKAL BERHENTI SEBELUM SI BANGSAT TAI KAMBING BABI ANJING MARK LEE NGEJAWAB GUE-"

"Udah gue jawab, terus?"

Mark membalikan tubuhnya menghadap sekumpulan 'adik kelas' nya. Mark yang sedari tadi terdiam pada akhirnya pun membuka suaranya. Menghela nafasnya untuk kesekian kalinya atas tingkah Haechan yang tiada hentinya menghantui.

"Haha.. masih bisa ngomong ternyata? Kirain sumpah gue udah bekerja," kekeh Haechan sinis. Mengundang helaan pasrah dari lawan bicaranya.

"Tuh, sampe"

Keempatnya membolakan netranya sempurna. Tak jauh dari mereka, tepat dihadapan mereka berjarak 5 meter, mereka dapat melihat pintu yang bertuliskan peringatan di ujung lorong. Tanpa dijelaskan, mereka tahu. Ruangan tersebut merupakan tempat yang dimaskud Xiaojun. Tempat dimana kumpulan manusia meregang nyawanya.

"L-Lo..." Haechan menggantungkan kalimatnya untuk kesekian kalinya. Bahkan tak lagi mampu mengeluarkan kata-kata untuk sekedar mengumpat. Perasaan kecewa disertai amarah tertutup begitu saja dengan kepasrahan yang ada.

Keterkejutan yang ada dalam diri keempat insan itu tak menghalangi para manusia berseragam itu untuk tetap memaksa mereka memasuki ruangan itu. Tubuh mereka terus terdorong meskipun mereka telah berusaha untuk menahannya dengan tungkainya.

Injun mengalihkan tatapannya pada milik Mark. Kedua pasang netra itu bertemu. Genangan air mata mulai terkumpul. Tatapan sedih, hancur, kecewa tercampur menjadi satu menimbulkan komunikasi batin diantara mereka.

Mark tidak bodoh untuk tidak paham apa maksud dari Injun. Ingin rasanya Mark melompatkan diri pada jurang karena ini semua terjadi bukan atas kemauannya. Ingin rasanya ia melawan perintah Profesor Kang. Namun apa daya? Ia hanyalah boneka di mata Profesor itu. Bahkan ancaman yang ia dapatkan beberapa saat yang lalu terus menghantuinya.

"Ingat Mark, nyawa keluargamu menjadi taruhannya. Kau selalu ku awasi. Kapanpun, dimanapun."

Mark tak kuasa menatap kedua netra sendu itu. Ia mengalihkan tatapannya pada arah lain untuk menghindari tatapan tersebut. Pada saat itu pula pintu ruangan terbuka. Gelap. Itulah kesan pertamanya.

Injun, Haechan, Jeno juga Jaemin terus terdorong hingga sepenuhnya memasuki ruangan tersebut. Lampu mendadak nyala membuat mereka menutup netranya silau. Terdapat deretan 4 buah kursi yang terduduk rapih pada tengah ruangan. Terlihat sama persis dengan yang digunakan Injun saat disekap kala itu.

Cryptophasia || Huang Renjun ft NCT WAYVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang