11 | 𝚃𝚑𝚎 𝚂𝚝𝚛𝚊𝚝𝚎𝚐𝚢

1.6K 362 15
                                    


Kalimat dari Injun berhasil menyita banyak perhatian. Kalimat yang tak dideskripsikan secara jelas membuat yang lain nampak ragu dengan pemikiran mereka sendiri terhadap artinya.

"Maksudnya? Lo mau bakar semuanya?" tanya Haechan pada sang empu yang kemudian disambut oleh senyuman miring lawan bicaranya.

"Lo yakin sama rencana lo yang ini?"

"Well, gue cuma mau ngehancurin semuanya seperti keinginan Renjun"

"Damn.. Huang Injun"

Mark menggeleng tak menyangka atas tuturan yang baru saja keluar dari bibir yang lebih muda.

"Kalau emang tekad lo untuk hancurin mereka sebesar itu, then good luck. Gue cuman mau ngasih tau, goals gue dan temen-temen waktu itu yang cuma sebatas jerumusin Profesor Kang ke dalam penjara aja gagal"

"Bentar, Mark hyung pernah berhadapan sama Profesor Kang juga? Terus siapa temen-temen itu?"

Seketika Mark menepuk dahinya. Ia baru saja melupakan sosok yang ia ajak bicara adalah Injun, bukan Renjun.

"Sorry gue sampai keliru kalau lo itu Injun bukan Renjun"

"Singkat cerita gue pernah ada di posisi kalian, tapi bedanya kita gagal mewujudkan keinginan itu. Maka dari itu gue udah wanti-wanti kalian dari sekarang untuk lebih teliti dan matang"

Helaan nafas Injun memenuhi ruangan itu. Ia tahu bahwa apa yang hendak ia lakukan bukanlah sesuatu yang mudah. Tapi dipikirannya sekarang hanya satu, yaitu mencoba. Tidak akan ada yang tahu apakah semuanya berjalan berhasil atau sebaliknya bila tidak dicoba untuk dilakukan.   

"Gagal atau enggaknya urusan belakangan, biarin itu jadi tanggung jawab gue"

Mark nampak terkejut dengan ucapan Injun yang terdengar sangat familiar baginya. Kalimat yang seperti ini pernah keluar dari bibir Renjun, membuatnya semakin kagum layaknya menyaksikan telepati antar dua kembar itu.

"Sounded cool (terdengar keren). Kalau gitu gue angkat tangan, terserah kalian mau apa. Peace out, gue cabut"

Mark melangkahkan tungkainya mendekat kearah pintu keluar, seusai menyelesaikan kalimat terakhirnya. Kepergian Mark menyisakan keempat raga yang nampak terdiam dengan tenang disana.

"Jadi, kita mulai dari mana?" tanya Jeno memutus keheningan.

Saat ini Injun nampak terjatuh dalam dunianya sendiri, dunia imajinasinya dimana ia tengah memikirkan segala strategi untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

"Disini, siapa yang ahli di bidang IT?" tanyanya kemudian. Haechan yang merasa terpanggil pun mengangkat tinggi tangan kanannya.

"Lo familiar sama retas meretas?"

"Oh tentu"

Haechan mengambil kacamata yang sempat tergantung di saku kemejanya. Memposisikan benda itu pada batang hidungnya untuk memperjelas penglihatannya.

"Apa yang perlu gue retas?" tanyanya dengan penuh kepercayaan diri.

"Kamera keamanan laboratorium mereka"

Haechan menyunggingkan senyumannya, dengan langkah pasti ia mendudukan dirinya diatas kursi yang terdapat komputer kesayangannya dihadapannya. Meski ia tahu, meretasnya pasti bukan suatu hal yang mudah. Mengingat lawan mereka bukan orang yang awam akan keamanan.

"Kasih gue waktu"

Jemari Haechan dengan gesit menari diatas keyboard, menimbulkan suara khas yang bernada.

"Sembari nunggu Haechan, gue mau kasih tau kasaran strateginya"

Injun menghampiri Jeno dan Jaemin yang tengah terduduk nyaman diatas kursi masing-masing dengan meja bundar membatasinya.

"Familiar dengan sasaran kita adalah hal yang paling wajib. Itu alasannya kenapa gue minta Haechan retas CCTV disana supaya kita bisa buat peta dan paham dengan setiap sudut tempat itu. Mulai dari ruangan produksi, eksperimen, hingga penyekapannya semua harus diketahui. Untuk mempermudah memposisikan bomnya dengan maksimal"

"Kita pakai bom?!" Raut wajah Jeno terlihat begitu terkejut dengan ucapan Injun. Ditambah anggukan dari yang lebih mungil membuatnya semakin tak menyangka.

"Kita belum pernah pakai bom, Jun? Lo yakin??" tanya Jeno, lagi.

"Kenapa harus ragu?"

"Ini nyawa yang jadi taruhannya loh, Jun. Sama aja lo ngebunuh mereka termasuk korban yang gak bersalah"

"Lo kira gue sedangkal itu? Tujuan kita buat peta itu bukan cuma untuk bom. Itu juga bisa mempermudah kita mengevakuasi korban disana dengan cepat sebelum diledakin"

Jeno menghela nafasnya lega. Menepuk dahinya, sedikit lupa bahwa si mungil dihadapannya adalah pemegang tahta anak terpintar satu angkatan.

"Korbannya aja? Peneliti dan semua staffnya yang kerja disana gak di evakuasi?" Jaemin yang sedari tadi menyimak pun pada akhirnya membuka mulutnya.

"Lo mau nyelametin pelakunya? Lo aja deh, gue enggak. Buang-buang waktu dan tenaga aja"

Balasan sarkas dari Injun membuat yang lain terbungkam. Injun yang manis dan polos benar-benar hilang bagaikan tertelan bumi.

"Gue juga gak mau sih nyelametin mereka" tambah Haechan dari sudut ruangan.

Netranya masih setia terpaku pada layar monitor dihadapannya, dengan jemari yang sibuk berkutat diatas keyboardnya. Sesuai dugaannya, meretas data yang dimiliki mereka tidaklah mudah.

Waktu yang terus berjalan tanpa seizin mereka membuat malam yang larut perlahan berubah menjadi subuh. Jarum jam kian telah menunjuk ke angka tiga. Tepat diantara malam dan pagi. Injun meregangkan tubuhnya setelah berjam-jam berada di posisi yang sama. Dilihatnya Jaemin yang mulai kehilangan kesadaran diatas kursinya yang empuk. Nampaknya anak itu sangat lelah hingga kepalanya berkali-kali oleng.

"Jaemin anaknya hiperaktif, tapi gampang capek juga. Maklumin aja, Jun" ujar Jeno menginterupsi acara observasinya, seakan paham akan pertanyaan yang ada dibenaknya.

"Hah? Apa?" Jaemin tersentak saat pendengarannya menangkap namanya disebut oleh Jeno. Seketika terbangun seakan tidak terjadi apa-apa.

Injun menyunggingkan senyumnya memaklumi. Tak jarang ia juga mengalami apa yang Jaemin alami saat ini. Jadi baginya ini bukanlah hal yang perlu dipermasalahkan.

"Haechan? Belum berhasil?" Tanyanya sembari menghampiri Haechan yang masih setia mengotak-atik sesuatu yang tak Injun mengerti.

"Belum, IP addressnya terlalu susah buat ditembus" jawab Haechan kemudian, dengan secangkir kopi yang menemani sang empu.

Injun menarik hoodie yang menutupi lengannya untuk melihat jam yang melekat pada pergelangan tangannya.

"Udah jam 3, cukup sampai disini aja. Lanjut besok lagi, istirahat dulu. Nanti siang kita masih harus sekolah" ujar Injun kepada ketiga temannya yang mulai terlihat letih.

Syukur besok pagi para guru harus menghadiri rapat, sehingga murid diperintahkan untuk masuk pada jam pelajaran keempat. Meski hanya tersisa beberapa jam saja hingga bel sekolah kembali berbunyi, setidaknya mereka dapat sedikit banyak beristirahat terlebih dahulu. Mereka harus mengutamakan kesehatan masing-masing.

Menurut dengan kalimat Injun, ketiganya pun bersiap-siap untuk meninggalkan ruangan itu. Mereka tak perlu repot-repot membereskan apapun yang ada disana, mengingat dalam hitungan jam pun mereka akan kembali kesana.

Mengunci pintu menjadi langkah terakhir keempatnya sebelum meninggalkan tempat itu, memastikan tak ada satupun orang yang dapat menerobos masuk ke dalam sana. Jika itu terjadi, kemungkinan terbesarnya semua rencana mereka akan hancur lebur.




To Be Continued.
Next : 01/05/2021

Karena latar tempatnya di Seoul, enakan 00L manggil 99L pake 'hyung', 'kak' atau nama aja nih? 👀

Cryptophasia || Huang Renjun ft NCT WAYVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang