Jeno memandang aneh Haechan yang nampak tak nyaman. Terlihat begitu nyata bagaimana raut wajah Haechan yang seakan linglung dengan keadaan."Chan?? Haechan!"
Haechan tersentak, dirinya mengerjap bak nyawanya yang baru saja kembali.
"Ha? I-itu.."
Ketiga insan lainnya memandangnya penuh harapan. Menunggu Haechan melontarkan kalimat yang sekiranya dapat menjelaskan tingkah anehnya.
"Kemarin di jam yang Jeno sebut gue liat dengan jelas anak-anak sekolah sebelah fullteam nongkrong di kafe deket rumah gue. Lo gak nyembunyiin apa-apa dari kita kan, Jen?"
Tatapan Injun dan Jaemin seketika berpaling untuk menatap Jeno yang nampak terkejut.
"Lah? Terus yang ngeroyok gue semalem siapa? Tapi kalau diinget-inget emang ada satu orang yang gue gak kenal pakai jaket sama topi ketutup. Gue gak nyembunyiin apa-apa kok!" ujar Jeno setengah panik.
"Udah udah, gak penting lagian bahas itu. Kan udah berlalu, Jeno nya juga udah baik-baik aja" Injun yang sedari tadi diam pun pada akhirnya turun menengahi. Khawatir bila terjadi keributan lagi. Tak ada yang menentang tuturan Injun, yang pada artinya ketiganya setuju dengan pendapatnya.
Jaemin menghela nafasnya samar, berjalan perlahan menuju meja belajar Jeno, untuk sekedar melepas penat.
"Ini apa Jen?" tanyanya saat netranya menangkap sebuah amplop coklat asing sebesar A4.
Jeno yang semula terduduk di ranjangnya pun dibuat berdiri menghampiri.
"Tadi ada titipan, kata bibi ini dari Mark. Tapi gak tau juga soalnya Mark gak masuk. Buka aja, gue juga belum liat isinya" ujarnya kemudian, tak peduli terhadap formalitas yang seharusnya ia gunakan kepada Mark. Seakan lupa bahwa ada panggilan 'hyung' untuk seseorang yang lebih muda kepada yang lebih tua.
Dengan telaten, Jaemin membuka amplop itu. Sontak, keempatnya dibuat terkesima saat mendapati isi dari amplop tersebut adalah beberapa lembaran kertas putih dengan gambar denah diatasnya.
"Heol! Gimana Mark hyung tau kalau kita butuh denah ini?!" ujar Injun girang.
"Kalian gak tau? Dia bisa telepati," Keheningan yang mendadak hadir membuat Haechan tersenyum kikuk. Nampaknya candaannya tak dapat diproses ketiganya dengan baik. Terbukti dari bagaimana mereka menatapnya dengan raut wajah serius.
"Heh bercanda! Ketawa dong, jangan terlalu serius" ujarnya menambahkan.
"Hahaha. oke sekarang kita baca denahnya," Haechan berdecak sebal menyaksikan reaksi tidak ikhlas Jaemin padanya. Lantas meski begitu, Haechan tetap bergabung untuk memperhatikan lembaran kertas yang terdapat di dalam amplop tersebut. Tiga lembar kertas berwarna putih terjajar rapih diatas meja belajar Jeno. Dilihatnya pada setiap lembaran itu menggambarkan setiap lantai yang ada di dalam gedung tersebut lengkap dengan nama di setiap ruangannya.
"Wah.. Ini sih lebih dari lengkap!" seru Jeno memandang takjub sederet gambar yang memenuhi kertas sederhana tersebut.
Satu persatu tulisan tersebut ditelisik dengan teliti. Hingga kemudian netra Injun menangkap hal yang sedikit janggal.
"Tunggu... Kenapa ini tulisannya 'restricted'?"
Jarinya ia arahkan pada sebuah ruangan di pojok lantai bawah tanah. Letak yang terpencil serta gambar sebuah lambang peringatan berhasil menarik atensinya. Seketika ketiga lainnya pun dibuat sama penasarannya dengan Injun. Haechan menyerngitkan alisnya, mencoba memutar otaknya yang tengah berpikir.
"Jen, gue pinjem laptop lo," ujarnya bergegas membuka laptop Jeno yang terletak rapih pada sisi meja.
Jemarinya menari lincah diatas deretan huruf pada keyboard tersebut. Tengah meretas sistem yang berhasil ia lakukan beberapa hari yang lalu. Tak memerlukan waktu yang lama, ia telah sukses menampilkan sederet kamera keamanan laboratorium yang ia harapkan.
"Denahnya mana?" tagih Haechan pada Injun yang mengenggam lembaran kertas yang ia butuhkan.
Kedua netranya dengan cepat menganalisis denah tersebut sesaat setelah Injun memberikannya. Berkali-kali netranya bertukar pandang dari kertas dan laptop secara bergantian. Satu-persatu rekaman yang menampilkan aktifitas di laboratorium itu ia ganti secara terus-menerus, mencari letak sudut pandang yang tepat untuk mencari ruangan misterius tersebut. Tak mengerti mengapa, puluhan kamera telah ia ganti secara bergantian. Namun nihil, tak ada ruangan yang dimaksud dari denah tersebut.
"Ini ruangan apaan sih? Kenapa seakan dirahasiakan?"
Tak ada satupun dari mereka yang mampu menjawab, sebab pertanyaan Haechan pun mewakili benak ketiganya pula.
"Lebih baik kita tanya Mark hyung besok" usul Jaemin, kemudian diterima dengan seksama.
Hari esok telah tiba. Sibuknya aktivitas di sekolah tak menahan keempatnya untuk tetap melaksanakan misi mereka. Terbukti dari bagaimana mereka masih setia berada di lingkungan sekolah, lebih tepatnya kantin, meski bel telah berdering beberapa saat yang lalu.
"Mark hyung!" Teriak Injun saat netranya menangkap figur seseorang yang familiar bersama dengan ketiga sosok lainnya; Lucas, Hendery & Xiaojun.
Mark yang asik berbincang pun menoleh. Mendapati Injun, Jeno, Jaemin serta Haechan yang perlahan menghampirinya.
"Loh? Ada apa?" Tanyanya bingung.
Injun menyodorkan selembar kertas yang sempat menjadi perdebatan kemarin.
"Ini benar hyung yang kasih ke kita kan?" tanya Injun untuk memastikan.
Mark melirik asal sebelum akhirnya mengangguk sebagai jawaban.
"Semua di denah ini ada namanya, tapi kenapa ruangan ini gak ada? Kenapa cuma ada lambang peringatan?" Injun mengarahkan jari telunjuknya pada ruangan yang ia maksud.
Nampak ragu akan jawaban apa yang sepantasnya ia jawab, Mark melirik ketiga sahabatnya. Namun Hendery, Xiaojun maupun Lucas hanya diam tak bergeming. Tidak membantunya sedikit pun.
"Gak tau.." Jawabnya kemudian, seadanya.
Injun serta ketiga lainnya mengerutkan alisnya. Merasa tak puas akan tanggapan yang mereka terima.
"Kok gitu?" tanya Haechan menentang.
"Dari dulu sampai sekarang, kita gak pernah berhasil tau apa yang ada di ruangan itu. Terisolasi bagaikan tempat terlarang. Maaf kita gak bisa bantu lebih," jawab Hendery mewakili ketiga sahabatnya.
Rasa kecewa mulai menjalar diantara hati kecil keempatnya. Jawaban yang mereka nanti sama sekali tak sesuai dengan harapannya. Namun apa boleh buat, beginilah kenyataannya.
"Gak masalah hyung, kalian kasih denah ini untuk kita juga udah sangat membantu. Makasih!" jawab Injun kemudian.
"Sama-sama. Udah sepantasnya kita bantu kalian, jangan sampai kejadian seperti kita menimpa kalian"
Mark tersenyum, begitu pula semuanya yang ada disana.
"Mark, udah jam 5" sahut Xiaojun saat melihat angka pada arlojinya.
"Ah, sorry guys I have an appointment (maaf semuanya, aku ada urusan)"
Keempatnya mengangguk paham tanpa melarangnya sedikitpun. Mark dengan segera menutupi kemeja seragamnya dengan jaket kulit hitamnya, bersiap untuk pergi.
"Kalian gak ikut?" tanya Jaemin, sedikit menunjuk kearah Hendery, Xiaojun dan Lucas yang masih terdiam di tempat duduknya.
"Nggak hehe, itu urusan pribadinya Mark" jawab Lucas disambut anggukan mengerti dari Jaemin.
"Gue cabut duluan ya," Mark merampas tas ranselnya. Sebelum akhirnya memakai topi hitamnya dan bergegas melewati mereka, menimbulkan angin yang sedikit menerpa.
Deg
Bagaikan ditampar peristiwa Dejavu, Jeno mematung membeku. Dengan cepat ia menoleh kebelakang, menatap punggung Mark yang mulai menjauh.
"Tunggu.. Kenapa dia familiar banget? Rasanya gue pernah.. GUE PERNAH NGELIAT DIA JADI BAGIAN DARI MEREKA YANG NGEROYOK GUE!"
To Be Continued.
Next : 14/05/2021
![](https://img.wattpad.com/cover/262636760-288-k146487.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Cryptophasia || Huang Renjun ft NCT WAYV
Fanfiction[END] Meski si kembar Huang Renjun dan Huang Injun telah bersama sedari di dalam rahim sang ibu, tidak menutup kemungkinan keduanya mempunyai kepribadian yg bertolak belakang. Renjun yang dingin dan cuek, sedangkan Injun yang ceria dan manis. Namun...