Injun menekan pedal gasnya keras. Melajukan kendaraannya dengan kecapatan maksimal, tak peduli dengan lalu lintas yang mulai padat akan semua orang yang pergi bekerja.Sebuah perempatan di hadapannya pun mulai mengisi penglihatannya. Cukup membelokan setirnya ke arah kiri, jarak antaranya dengan tempat tujuan akan menipis.
"ARGHH!"
Injun berteriak frustasi sembari meremat setir hitam yang ia genggam. Ungkapan Jeno beberapa saat yang lalu sukses memenuhi pikirannya.
"Damn Lee Jeno!"
Rencananya untuk menjadi pahlawan pun ia urungkan. Ia membanting setirnya ke arah kanan, memutar balikan laju kendaraannya kembali pada jalan yang telah ia lalui sebelumnya.
Suara mesin pemantau detak jantung memenuhi suasana ruangan. Sedikit berbeda dari biasanya, suara teratur itu terdengar berkolaborasi dengan isakan tangis kecil lainnya. Disinilah Injun berada, terduduk di sisi bangsal sang kakak dengan senggukan tangis yang berusaha ia tahan.
"Ren.. Aku harus apa?" lirihnya pada sosok yang masih setia memejamkan matanya.
Semakin hari, kehidupan Injun terasa semakin berat. Ingin rasanya ia memutar kembali waktu dimana ia masih menjadi sosok Injun yang ceria, tanpa adanya beban pikiran. Namun kini, dirinya yang mendadak terjerumus lika-liku hidup kembarannya sendiri membuatnya tak lagi dapat merasakan apa yang dulu ia rasakan.
Tidak, Injun tidak menyesal karena telah dengan sukarela menggantikan sosok Renjun. Karena ia tahu, bila hingga detik ini kehidupan tidak berputar, maka kembarannya pun masih akan tersiksa dengan tekanan dari segala arah. Setidaknya dengan begini, beban Renjun bisa dibagi dua dengannya.
Acara sendunya mendadak terusik oleh sejumlah notifikasi yang tiada henti berbunyi. Membuat niat awalnya yang ingin mengabaikan menjadi buyar. Tangannya meraih ponsel yang setia terletak di saku celananya. Membuka beberapa pesan yang baru saja masuk.
Sontak, Injun menoleh ke kiri. Tepat dimana letak kaca yang membatasi ruangan dengan koridor luar. Kedua netranya bertemu dengan Mark, sebelum akhirnya sosok itu pergi yang diduganya mengarah ke atap.Injun menghela nafasnya berat. Memandang wajah damai Renjun yang masih terpejam. Dengan malas, ia pun memutuskan untuk bangkit menghampiri Mark yang mengajaknya ke atap beberapa saat yang lalu. Langkahnya ia derapkan teratur menuju lift yang berada di pojok koridor. Menekan tombol berinisial R untuk mengantarnya pada tempat tujuan.
Pintu lift terbuka, menampakan sosok Mark yang berdiri diujung pagar kaca yang membatasinya dengan jalan raya dibawahnya. Injun berjalan menghampiri, dengan paras yang begitu kusut.
"Nih, lo gak minum kopi kan?" ujar yang lebih tua, menyodorkan sekaleng susu kepada Injun.
Injun menghela nafasnya untuk kesekian kalinya, menerima sekaleng susu itu sembari mendudukan bokongnya di kursi panjang tak jauh dari tempat Mark berada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cryptophasia || Huang Renjun ft NCT WAYV
Fanfic[END] Meski si kembar Huang Renjun dan Huang Injun telah bersama sedari di dalam rahim sang ibu, tidak menutup kemungkinan keduanya mempunyai kepribadian yg bertolak belakang. Renjun yang dingin dan cuek, sedangkan Injun yang ceria dan manis. Namun...