Sudah menjadi suatu kewajiban baginya untuk pergi dan kembali ke tempat ini. Tempat yang mempunyai bau khas, campuran antara obat-obatan serta semua yang berhubungan dengan penyembuhan seseorang. Setelah beberapa hari absen tak mengunjungi, ia kembali menginjakkan kakinya di ruangan yang sudah menjadi rumah keduanya.Injun menutup pintu kamar dengan perlahan. Melangkahkan tungkainya kearah sofa untuk meletakkan ranselnya yang menemaninya sepanjang hari di sekolah. Kemudian beralih pada sosok yang masih berbaring di depan sana.
"Renjun..."
Injun membungkukan setengah tubuhnya. Mulai dari perut hingga bagian kepalanya ia tempelkan diatas Renjun; memeluk. Meski masker oksigen yang digunakan Renjun sedikit menghalangi, tak menghentikannya untuk tetap bermanja di hadapan sang kakak kembaran. Menikmati aksi memeluknya sebagai sesuatu yang jarang ia dapati. Bagaimana tidak? Jika Renjun tidaklah koma, sudah dapat dipastikan dirinya sudah terlebih dahulu dihempas Renjun. Anak itu tidak menyukai skinship, pengecualian bila itu darurat.
"Bangun lah, kelamaan tidur!" gerutu Injun dengan kepalanya setia menempel di dada Renjun. Dengan posisi yang menoleh kearah wajah, Injun dapat melihat kedua netra itu masih terpejam damai.
"Aku hitung sampai tiga ya! Kalau belum bangun juga.. Aku gak bakal jengukin kamu lagi sampai bangun!"
Ketiga jari Injun pun terangkat ke udara.
"Satu..."
"Dua.."
"Tiga!"
"..."
Tersisa hanya sebuah kekonyolan semata karena kini tingkahnya sama sekali tak digubris sosok di hadapannya.
"Umm.."
Injun menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Bohong bila ia akan menuruti omongannya tadi. Bisa mati rindu jika ia benar-benar tak mengunjungi Renjun selamanya.
"Ulang ya ulang, aku kasih kesempatan terakhir!"
"Satu...."
Injun menggigit bibirnya gugup. Memelankan nadanya ragu, berharap apa yang ia nantikan bisa terwujud.
"Dua....."
"Ti....."
Tepat saat suku kata terakhir hendak ia lontarkan, kelopak mata sosok di hadapannya pun terbuka.
Deg
"RENJUN?!"
Injun terlonjak kaget dari tidurnya. Menegakkan tubuhnya secara mendadak, membuatnya sadar bahwa ia tertidur disisi bangsal Renjun dengan kepalanya menopang diatas lengannya.
Dengan harapan penuh, ia berdiri untuk melihat sosok di hadapannya. Namun nyatanya semua itu hanya sebatas bunga tidur. Renjun belum membuka kelopak matanya sama sekali. Pundaknya kembali melemas, membiarkan tubuhnya kembali jatuh terduduk diatas kursi yang ia duduki tadi. Kekecewaan kembali menyelimuti hatinya, rasanya begitu sakit bagaikan dilempar kembali pada kenyataan.
"Belum bangun.." lirihnya kemudian.
Sepertinya, dirinya yang terlalu lelah dan sibuk selama beberapa hari terakhir membuat apapun yang ia jalani di kehidupan nyata itu terbawa hingga mimpi. Bebannya yang terasa semakin berat setiap harinya sukses mempersulit kehidupannya.
Ponselnya yang mendadak berdering membuatnya menoleh kearah nakas yang terletak disisinya. Tangannya terulur mengambil benda tersebut untuk menekan tombol hijau yang tertera disana.
"Keluar," Injun menyerngitkan dahinya bingung. Suara yang rendah dan misterius membuatnya menurunkan kembali ponselnya untuk melihat siapakah yang tengah ia ajak bicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cryptophasia || Huang Renjun ft NCT WAYV
Fanfic[END] Meski si kembar Huang Renjun dan Huang Injun telah bersama sedari di dalam rahim sang ibu, tidak menutup kemungkinan keduanya mempunyai kepribadian yg bertolak belakang. Renjun yang dingin dan cuek, sedangkan Injun yang ceria dan manis. Namun...