#48 Jaehyun [2]

662 118 19
                                    

"Wah, kelihatannya sekarang hampir giliran saya, ya?" kata-katanya terdengar sedingin es, alis mata Jaehyun berkerut mendengar ucapan sang mama.

"Kamu udah mukul adik kamu, temen kamu--Johnny, lalu sekarang, saya?"

Gerakan Jaehyun yang semula sibuk mencari nomor Dita untuk ditelpon itu berhenti, kini perhatiannya tertuang pada sosok wanita di hadapannya. Tatapan kecewa, marah, dan menghakimi yang berkali-kali diterimanya ada di sana. Namun yang membuat Jaehyun terkejut ada satu sorot baru, jijik.

Harga diri Jaehyun terasa terinjak oleh sosok yang selalu diagung-agungkannya itu, sosok yang selalu diharapkannya memberikan secuil perhatian dan tatapan bangga. Tapi apa yang akhirnya didapat Jaehyun setelah sekian lama, setelah segala hal mencekik yang dilakukannya untuk mendapat pengakuan sosok itu, sorot mata jijik?

Sungguh memuaskan.

Amarah Jaehyun mengendur, kesedihannya yang ditahannya sejak lama meluap tiba-tiba.

"Dari tadi kamu menyebut nama itu, Dita-Dita, setelah lama berlalu saya kira surat cinta menjijikan itu cuma metode kamu untuk menunjukan kebodohan. Tapi ternyata kamu bukan cuma bodoh, level kamu memang rendah kelihatannya."

"Sejak SMP sampai serkarang kamu masih suka dia?"

Jaehyun bisa melihat bagaimana bibir sang mama berdecak, menciptakan suara yang benar-benar menjijikan di telingannya. Mata Jaehyun terpejam, dia pikir hal macam ini bisa dia urus nanti. Maka Jaehyun menyatukan tangannya, "Buat kali ini aja, Ma. Biarin Jaehyun pergi."

Ya, buat kali ini saja. Dia sudah banyak menuruti perintah sang mama, soal mengubur perasaannya untuk Dita yang 'katanya' tidak selevel dengannya, soal berteman dengan Johnny yang merupakan anak kolega sang papa dan teman arisan mamanya, soal tinggal di rumah hanya dengan Bi Ratih, soal melepaskan banyak hal hanya untuk adiknya termasuk soal Tasya.

Dengan banyak hal yang diberikan Jaehyun untuknya, bukankah sudah sepatutnya dia mendapatkan beberapa hal sebagai imbalan?

Dia hanya ingin keluar dari rumah sekarang, untuk mengejar Dita. Hanya itu. Tapi sang mama menggeleng kuat, seolah Jaehyun baru saja meminta seluruh harta keluarga agar diberikan untuk dirinya sendiri.

Malahan, sang mama mengalihkan topik pembicaraan itu, "Jangan-jangan soal kamu dan Johnny juga gara-gara dia?"

Jaehyun muak mendengar nama Johnny lagi-lagi disebutkan dalam omelan sang mama,

"Saya cuma minta buat diijinin pergi--" kalimat Jaehyun terpotong

"Saya juga cuma minta kamu buat minta maaf karena udah mukul Johnny siang tadi, tapi apa? Kamu bahkan cuma malu-maluin saya."

Mata merah Jaehyun kembali ketika melihat tangan sang mama yang kali ini terulur, "kembalikan handphone kamu, lalu kembali ke kamar--" dia berhenti sebentar,

"Kecuali kamu mau pergi ke rumah Johnny sekarang dan minta maaf sama dia,"

Sekarang mata merah itu terbuka lebar, Jaehyun melotot. "Nggak sudi," makinya kasar, sambil berusaha menerobos tubuh mamanya.

Ia kembali ditahan dengan sebuah tamparan, pipinya sekali lagi memerah.

Tidak bisa lagi, Jaehyun kini berpikir jika usahanya untuk menutupi semuanya adalah hal yang percuma. Sejak awal mamanya tidak punya sedikitpun rasa pada dirinya, jadi kenapa dia harus menahan diri untuk orang yang memperlakukannya seperti itu.

Dia tidak lagi sudi,

"Kenapa saya harus minta maaf buat mukul orang yang udah menghina orang tua saya?" pertanyaan dari Jaehyun menghentikan napas wanita paruh baya di hadapannya yang semula terdengar putus-putus.

"Ma, yang dia hina bukan cuma Dita. Dia ngehina keluarga Dita, bahkan yang terakhir dia ngehina Mama tepat di depan muka saya."

"Saya sudah jadi orang tolol, diam saja waktu ngedenger Johnny ngejelek-jelekin Dita--sahabat saya dan orang tuanya, Mama mau saya jadi seongok tahi karena diam saja waktu dia ngerendahin Mama?"

Diam-diam Jaehyun meremas handphone di tangannya kuat, mencoba untuk mempertahankan nada bicaranya yang lembut pada sang mama. Meski sebenarnya dari nada itu semua orang jadi tahu kalau Jaehyun benar-benar merasa frustasi.

"Mama baru pergi ke Amerika buat ninggalin saya beberapa tahun, tapi saya sadar kalau sebenarnya Mama sudah pergi dari sebelum itu. Saya cuma punya Dita sebagai sandaran saya, dia juga begitu. Buat orang yang bahkan udah ninggalin saya saja, saya bisa menaruh cinta. Gimana menurut Mama perasaan saya buat Dita?"

Langkah Jaehyun yang pergi dari ruangan itu terdengar setelahnya, sang mama tidak lagi menahan. Dua orang penonton juga diam-diam tidak berani mengangkat wajahnya untuk menatap kepergian Jaehyun,

Takut jika mereka bertatapan dengan mata itu, mereka akan bisa melihat luka busuk yang menganga lebar pada sosoknya.

.

.

.

Tbc

[✔] BF ▪Jaehyun▪Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang