#26 Undangan

691 149 16
                                    

Malam ini aku berdiri di depan pintu sebuah rumah asing. Sore tadi Mama menghubungiku, mengundangku makan malam bersamanya dirumah ini. Aku sejujurnya ragu, takut jika Papa tahu aku menemuinya dan berakhir membuatnya marah.

Tapi kehadiran sosok dengan aura hangat yang kini tengah berdiri di hadapanku sambil membuka pintu yang belum sempat aku ketuk menghapuskan kekhawatiranku. Dia tersenyum, manis sekali hingga rasanya aku tidak bisa mempercayai semua yang aku lihat malam ini.

"Kenapa nggak ngetuk pintunya? Mama udah nunggu dari tadi. Ayo masuk, masakannya udah selesai." Katanya ceria. Dia menuntunku keruang makan dengan halus dan penuh dengan energi positif yang membuat suasana di rumah itu hangat.

Duduk di sebuah kursi yang nyaman dengan banyak lauk untuk makan malam adalah salah satu hal yang entah mengapa terasa aneh untukku. Aku tidak tahu pasti kapan terakhir kali merasakan hal seperti itu. Mungkin sepuluh tahun lalu ketika keluargaku masih lengkap, atau malah aku belum pernah sekalipun?

Sosok Mama, wanita yang dulu meninggalkan aku itu kini dengan manis duduk di sampingku setelah menghidangkan makan malam buatanya. Dia menyuruh aku untuk mulai makan, tapi anehnya tanganku kaku. Tidak bisa digerakkan bahkan untuk sekedar mengangkat sendok.

Sekitar tiga jam yang lalu, Mama mengundangku datang ke rumah yang ditempatinya sementara ketika dia di kota ini. Dia bilang, itu adalah rumah temannya yang ia sewa untuk beberapa minggu.
Ketika menceritakannya, sosok hangat itu hampir tidak pernah menarik bibirnya turun saat menatapku, membuat aku lagi-lagi meragukan kata-kata Papa.

Belasan kali aku melirik untuk melihat wajahnya, memastikan jika apa yang aku alami satu ini bukanlah hayalan, tapi hal itu sepertinya menganggu Mama. Apalagi aku belum juga menyentuh masakan yang ia buat untukku sedikitpun, "Maaf karena Mama ninggalin kamu dan nggak ngehubunginkamu selama ini." Suaranya bergetar ketika mengatakan hal itu.

Aku diam, tidak ingin menginterupsi kalimatnya karena sejujurnya akupun ingin mendengar alasan mengapa dia meninggalkan aku dan Papa selama ini. "Harus Mama akui, Mama memang egois. Tapi Mama benar-benar nggak tahan sama sikap Papamu yang kasar. Yang ada dipikiran Mama saat itu, Mama cuma mau pergi, kabur dari dia sejauh-jauhnya. Mama takut," katanya.

Namun setelah mendengarnya, Sedikit rasa kecewa datang padaku. Bisikan-bisikan buruk datang, membuat aku tanpa sadar merasa marah pada Mama. "Kalau Mama sendiri takut, Mama bisa bayangin gimana perasaan Dita selama sepuluh tahun ini?"

Aku melanjutkan, "Kenapa saat itu Mama nggak bawa Dita juga?"

Lalu kemudian aku melihat kepalanya menggeleng perlahan, "Andai bisa, Mama pasti lakuin hal itu." Katanya.

"Papamu, dia dapat hak asuh atas kamu. Sementara Mama yang saat itu hanya sebatas ibu rumah tangga dan nggak punya penghasilan tetap nggak bisa berbuat banyak. Saat itu Mama juga takut nggak bisa menyediakan semua yang layak buat kamu."

"Makanya sekarang, setelah Mama punya hidup lebih baik Mama kembali. Buat kamu Dita, buat bawa kamu dan ngebayar semua rasa bersalah Mama karena udah ninggalin kamu selama ini." Ucap Mama ku.

Dia bertanya apakah aku akan ikut dengannya atau tidak sambil menarik tanganku perlahan agar masuk kedalam dekapannya. Memastikan jika aku akan ikut dengannya, aku yang ditanya seperti itu tentu mengangguk. Yang aku harapkan saat ini hanya Mama, kehadiran sosok Mama yang sudah pergi selama sepuluh tahun dan kini datang untuk membayar itu semua.

Tapi kemudian sesuatu seolah mengingatkan aku tentang sosok-sosok yang berada di sampingku ketika Mama tidak ada. Jika aku pergi, bagaimana dengan Jaehyun?

Bagaimana dengan kak Doyoung?

Dan lagi, bagaimana dengan Papa?

.

.

.

Tbc

[✔] BF ▪Jaehyun▪Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang