#42 Tumpuan

620 124 8
                                    

Aku selesai mandi setelah bersih-bersih rumah sekitar jam lima sore, dan rumah masih sepi. Tidak ada orang lain selain aku, karena Papa belum juga kembali hingga kini.

Sementara hujan di luar masih deras, kelihatannya bahkan lebih deras dari beberapa jam yang lalu. Namun, suara motor yang aku kenali milik Jaehyun terdengar hingga ke kamarku. Menandakan jika sosoknya sudah pulang.

Sebenarnya aku tidak mau terlalu ambil pusing dengan kepulangan Jaehyun, tapi ketukan pada pintu rumahku lima menit setelahnya membuatku mau tidak mau harus ikut ambil pusing dengan hal itu.

Sosok wanita paruh baya yang aku kenali sebagai Bi Ratih—art di rumah Jaehyun ada di balik pintu rumahku. Raut wajahnya yang seratus persen dipenuhi rasa khawatir itu menyadarkan jika ketukan pintu yang terdengar tidak sabaran tadi bukanlah ada tanpa alasan.

"Mbak Dita, itu—" kalimatnya belum selesai, terputus karena dia mendengar suara umpatan dari arah rumah Jaehyun. Bi Ratih kesusahan berlari dengan tubuh gempalnya, membuat aku refkels mengikutinya setelah mengambil payung milikku. Berlari di samping Bi Ratih sambil berusaha memayunginya yang sudah setengah basah karena kehujanan.

Pintu rumah Jaehyun dibuka oleh Bi Ratih, menampilkan dua bersaudara pemilik rumah itu yang tengah saling melemparkan pukulan satu sama lain. Wanita paruh baya itu menangis sambil mencoba memisahkan Jaehyun dan Lucas.

Jaehyun yang tengah menduduki perut Lucas itu melontarkan banyak cacian untuk adiknya, tapi Lucas malah tertawa. Meremehkan Jaehyun yang kelihatannya sangat marah. Melihat Bi Ratih tidak punya tenaga lebih untuk memisahkan keduanya, membuat aku ikut andil.

Aku dan Bi Ratih menarik tubuh Jaehyun, membuat pemiliknya akhirnya sedikit sadar dari amarahnya. "Lo kenapa sampe kesetanan mukul adek lo sendiri, Jaehyun?" tanyaku pada Jaehyun yang masih sibuk menatap Lucas yang kini dibantu Bi Ratih untuk duduk di Sofa.

"Jaehyun, lo udah gila?" kembali aku bertanya. Semarah-marahnya Jaehyun selama ini, aku tidak pernah melihat dia sampai memukul orang. Apalagi jika itu Lucas, adiknya sekaligus anak kesayangan orang tuanya.

Mata Jaehyun yang semula melotot ke arah Lucas perlahan melirik ke arahku. Kelopak matanya tidak membuka selebar tadi, bibirnya yang sudutnya sobek dan sedikit mengeluarkan darah itu bergerak. Agaknya ingin menjelaskan.

Tapi ketika suara pekikan milik Mamanya dari arah pintu terdengar, Jaehyun memilih untuk merapatkan bibir dan matanya. Mama Jaehyun bergerak ke arah si bungsu, menelisisk wajahnya yang babak belur karena ulah Jaehyun. Kemudian beralih melihat situasi ruang tamu yang berantakan juga kepalan tangan Jaehyun yang mengeras.

Ia lantas berjalan ke arah Jaehyun untuk melayangkan sebuah tamparan pada wajah laki-laki itu, kelihatannya sudah siap untuk memaki Jaehyun. Tapi begitu melihatku juga ada di sana, Mamanya Jaehyun mengalihkan perhatiannya padaku. "Dita, Tante tahu ini rasanya kurang sopan. Tapi bisa kamu pulang sekarang, keadaan rumah saya lagi nggak terlalu bagus buat di datengin tamu." Katanya lembut.

Mendengar itu aku menurut meski aku bisa merasakan jika tangan Jaehyun diam-diam meraih jari kelingkingku yang ada di dekatnya, seolah meminta aku tetap tinggal di situ.

Aku menggeleng padanya, lantas berpamitan. Begitu membuka payungku di luar, bisa aku dengar makian Mama Jaehyun untuk anak sulungnya itu. Suara Jaehyun yang mengeluh soal Lucas selalu mengambil semua miliknya juga terdengar, mencicit di antara makian dan ucapan pedas Mamanya.

"Dia ngerebut pacar saya, Ma" Jaehyun akhirnya mengadu.

"Kalo adikmu bisa ngerebut pacar kamu itu artinya pacarmu ngelihat dia lebih baik dari kamu. Introspeksi diri kamu, apa yang kurang dari kamu sampai-sampai kamu nggak bisa mempertahankan apa yang jadi milik kamu. Bukannya nyalahin orang lain."

Tidak lagi terdengar jawaban dari Jaehyun, sekali lagi Jaehyun menjadi pihak yang kalah—dan salah di sini. Sejak awal, sebelum dia melayangkan kepalan tangannya ke wajah Lucas, Jaehyun seharusnya tahu.

Suara panggilan dari Mama Jaehyun disusul bantingan pintu terdengar setelah pertengkaran itu.

"Ta," untuk kedua kalinya di hari ini aku mendengar panggilan itu dari orang yang sama.

Aku menoleh, mendapati Jaehyun yang menerjang hujan untuk berjalan ke arahku. Payung yang semula aku sandarkan di bahuku itu aku angkat lebih tinggi agar sosok Jaehyun bisa ikut berdiri di bawahnya.

Tapi kelihatannya Jaehyun tidak puas dengan berdiri di hadapanku saja, dia bergerak untuk merendahkan tubuhnya lalu berakhir menumpukan kepalanya di bahuku. "Lucas ngerebut Tasya dari gue." Jaehyun bercerita. "Tapi lucunya Mama masih ngebelain Lucas."

Yah, sejujurnya aku tidak lagi terkejut dengan berita itu. Hanya tidak menyangka jika Jaehyun benar-benar akan bertengkar dengan Lucas karena sosok Tasya dan terpaksa harus mengalah lagi untuk Lucas karena sang Mama.

"Gue cuma punya elo, Ta. Cuma lo tumpuan gue sekarang."

—"Jadi please, Ta. Jangan jauhin gue lagi." Pintanya.

Tanganku bergerak ke arah punggung Jaehyun, berniat memberi sahabatku itu beberapa tepukan lembut. Meski begitu tidak berniat mengiyakan permintaannya karena aku sadar menjanjikan sesuatu yang belum pasti itu tidak akan pernah memberikan akhir yang baik.

.

.

.

Tbc
_
Dita butuh sandaran, sedangkan Jaehyun butuh tumpuan. Harusnya sih mereka berdua klop kalo bareng-bareng.

-eh, atau malah engga?

Kalo menurut kalian gimana?

[✔] BF ▪Jaehyun▪Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang