BAB 37

1K 188 15
                                    

“Ma,” kata Tatjana setelah ia sudah bisa duduk empat hari kemudian. Seharusnya kemarin ia sudah kembali ke rumahnya. Namun, karena banyak hal yang terjadi di sini, ia tidak menelepon orangtuanya sampai hari ini.

“Ruby?” jawab ibunya di ujung sana. Tatjana dapat membayangkan wajah lega ibunya ketika memanggil namanya. “Apa terjadi sesuatu di sana? Kenapa kamu gak menelepon Mama selama enam hari? Derish mengatakan kalau kamu belum bisa pulang. Ada apa?”

Tiba-tiba ia ingin menangis ketika mendengar nada khawatir dari ibunya. Ia tahu kalau dirinya selalu membuat Nataline Suwaryono mengkhawatirkannya. Namun, kali ini ia benar-benar mendengar nada khawatir itu. Ia juga sangat merindukan ibunya dan sangat ingin memeluknya sekarang.

“Ma,” kata Tatjana lagi dengan suara paraunya. Ia menarik napas dan yakin kalau ibunya tahu sekarang ia sedang menangis.

“Sayang, Mama baru pulang dari Singapura dan sekarang masih di airport. Apa Mama harus terbang ke Balwanadanawa untuk menjemput kamu?”

Tatjana menggelengkan kepalanya meskipun ibunya tidak bisa melihat.  “Aku kangen sama Mama tapi Mama gak perlu datang ke sini.”

“…”

“Maaf ya, Ma. Aku selalu membuat Mama khawatir,” kata Tatjana lagi.

Di ujung sana, Nataline merasakan keanehan pada putrinya. Ia tahu kalau sekarang Tatjana sedang menangis, tapi karena apa? Ia juga tahu kalau anaknya ini adalah anak yang selalu membuatnya khawatir tapi ia tidak ingin mendengar permintaan maaf dalam keadaan seperti ini. Ia merasa kalau sekarang Tatjana sedang tidak baik-baik saja dan membuatnya semakin khawatir.

“Apa yang harus Mama lakukan sekarang?” tanya Nataline. “Kapan kamu pulang? Besok kamu harus menghadiri ulang tahun nenek dan kakek kamu. Apa Kadhaton Balwanadanawa membuat kamu betah? Apa kamu memerlukan libur tambahan?”

“Mama cuma harus ingat kalau aku sangat mencintai Mama.”

“…”

“…”

“Apa kamu lagi mengalami sesuatu yang besar di sana, sayang?”

Tatjana menganggukkan kepalanya. “Ma, apa cinta pernah salah?”

Ia tidak tahu, Tatjana tidak tahu. Lagi-lagi ia gagal memahami perasaannya sendiri. Ia tidak tahu apa yang sedang terjadi dengannya karena sekali lagi, ia tidak menemukan kemarahan apapun. Ia masih belum bisa marah kepada Derish bahkan setelah ia mengingat kejadian yang menimpanya. Ia tetap mencintai sang pangeran mahkota.

“Cinta tidak pernah salah, sayang.”

Tatjana kembali terisak karena mendengar perkataan ibunya. Sekali lagi ia memandangi sekeliling kamar yang menjadi tempatnya selama lima hari ini. Kamar yang menyerupai ruang rawat inap di rumah sakit. Sekarang ia benar-benar merasa takut dan sendirian di tempat ini.

“Kamu akan pulang, kan?” tanya Nataline yang terdengar sangat khawatir.

“Aku akan pulang, Ma.”

φ

“Hi,” kata Derish setelah ia duduk di bangku sebelah Tatjana. Sudah empat hari ia tidak mengunjungi Tatjana karena harus memikirkan banyak hal. Namun, setelah ia melihat Tatjana duduk sendirian di bangku taman istana ini, ia memutuskan untuk menemuinya. 

Tatjana menoleh dan tersenyum lalu kembali menatap halaman istana.

“Ta, masih sakit?” tanya Derish sambil menatap Tatjana yang terlihat lebih diam dari biasanya. Ia tidak mendengar ocehan Tatjana karena biasanya, jika ia tidak muncul lebih dari sehari, Tatjana akan memarahinya.

The Perfect BouquetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang