Tatjana berhenti berlari ketika ia tiba di depan Kadhaton Utama. Ia dan Aghiya berpisah karena Aghiya harus mengganti baju dengan pakaian berkabung berwarna hitam sementara Tatjana tidak memiliki waktu untuk mengganti bajunya. Ia harus menemui Derish dan mengatakan semuanya.
Ia tidak tahu di mana tepatnya Derish berada namun di saat seperti ini, Derish pasti berada di sekitar Kadhaton utama. Dipandanginya seluruh bagian Kadhaton Utama dengan gelisah karena ia tidak bisa naik ke dalam. Kadhaton Utama masih dijaga ketat dan tidak ada yang bisa masuk selain orang-orang yang berkepentingan.
"Derish!" teriaknya saat ia menemukan Derish yang berjalan di koridor Kadhaton Utama. Ia tidak peduli lagi dengan sopan santun dan tata krama ketika bicara dengan seorang pangeran mahkota karena apa yang akan ia bicarakan ini adalah hal yang sangat mendesak.
Derish yang merasa namanya dipanggil menoleh ke asal suara dan mendapati Tatjana yang sedang berdiri di depan Kadhaton Utama. Cepat-cepat ia menuruni tangga untuk menghampiri Tatjana. Ia kira, pertemuan kemarin adalah pertemuan terakhir mereka.
"Ta?"
"Der," kata Tatjana lalu memeluk tubuh Derish. Ia juga tidak peduli dengan tatapan semua orang atau bisikan semua orang ketika ia memeluk seorang pangeran seperti ini. "Gue gak akan pergi. Gue akan melindungi lo dan Ibu lo, Der."
Tatjana lalu melepaskan pelukan mereka dan menyentuh kedua pipi Derish.
"Lo kenapa, Ta?" tanya Derish bingung dengan ucapan dan kelakuan Tatjana sekarang. Kemarin Tatjana terlihat sangat takut kepadanya dan sekarang wanita ini terlihat sangat khawatir kepadanya. Bahkan Tatjana ingin menjaganya dan ibunya, padahal Tatjana sangat takut dengan tempat ini.
Tatjana menatap wajah sedih Derish dan tahu kalau dirinya memang tidak bisa pergi dari sini. Ia harus menemani Derish melewati semua masa ini.
"Der, lo dan Ibu lo dalam bahaya," bisik Tatjana. "Tadi gue melihat−"
"Drastha." Suara itu membuat Tatjana terdiam dan membuat Derish menoleh.
"Ibu Sekar?" kata Derish sambil menundukkan kepalanya.
"Siapa ini?" tanyanya lalu menatap Tatjana yang terlihat sangat terkejut.
Tatjana terkejut karena suara itu langsung membuatnya teringat akan satu hal, wanita yang bicara tadi. Ia ingat kalau Sekar adalah nama ibu tiri dari Derish. Ibu dari Aghiya dan Ajinata. Ia juga ingat kalau Derish mengatakan ia sangat menyayangi Sekar seperti ibunya sendiri.
Pantas saja ia merasa familiar dengan suara itu..
Jadi, tadi Aghiya mendengar ibunya sendiri merencanakan sebuah kejahatan?
"Kulo Tatjana, Raden Ayu," kata Tatjana terbata-bata sambil menundukkan kepalanya.
"Oh ini adalah tunangannya Drastha? Saya tidak tahu karena kita belum pernah bertemu. Apa kamu baik-baik saja? Sungguh malang karena kamu harus mengalami semua ini. Maafkan Drastha karena dia tidak bisa melakukan apapun dan semoga kamu tidak berpikir untuk pergi dari sini."
Tatjana menganggukkan kepalanya. "Kulo tidak apa-apa, Raden Ayu. Dan memahami apa yang dilakukan oleh Drastha. Kulo sama sekali tidak berpikir untuk menjauhi Drastha."
Wajah Sekar sedikit berubah ketika ia mendengar kalimat terakhir dari Tatjana. Kalimat itu seharusnya terdengar biasa saja. Namun di telinganya, ia merasa kalau kalimat itu adalah sebuah penegasan tentang sesuatu yang Sekar tidak ketahui. Ia maju satu langkah dan menyentuh bahu Tatjana.
"Kamu sangat cantik dan kuat. Mulai sekarang, panggil saya dengan sebutan Ibu, seperti Drastha yang memanggil saya seperti itu."
Tatjana diam, tidak mengiyakan dan tidak menolak hingga Derish menyentuh tangannya, seolah menegaskan kalau ia harus mengiyakan permintaan itu.
Sekar tersenyum. "Kalau begitu, Ibu akan ke Kadhaton Utama. Drastha, kamu harus mengganti bajumu."
Kemudian Sekar pergi meninggalkan mereka bersama dengan dayang-dayangnya. Saat itu, Derish kembali menatap Tatjana. "Ada apa?"
Tidak mungkin Tatjana bisa mengatakan apa yang ingin dikatakannya tadi. Ia tidak ingin membuat Derish membenci ibu tirinya sendiri. Tidak mungkin juga ia mengatakannya di situasi yang sangat sulit seperti ini. Ia tersenyum dan menarik tangan Derish untuk membawanya kembali ke Payon Omah Denawa. Ia harus membantu Derish mengganti pakaiannya.
"Gue cuma khawatir dengan lo, Der," kata Tatjana sambil tersenyum.
Derish membalas senyuman itu. Namun, Tatjana bisa melihat kesedihan di wajah itu. "Jangan pergi, Ta. Jangan takut dengan gue juga. Gue gak bisa berpikir dengan baik kalau lo gak ada di sisi gue."
"Gue gak akan ninggalin lo, kok. Gue janji."
φ
KAMU SEDANG MEMBACA
The Perfect Bouquet
Ficção Histórica#1 Historicalfiction (19/06/2021) Disclaimer: Kerajaan, adat dan semua yang ada di dalam cerita ini murni hanyalah imajinasi dari penulis dan tidak bermaksud menyinggung pihak mana pun. φ Blurb: "Tapi untung juga sih lo cuma seorang pangeran, bu...