BAB 32

1K 175 4
                                    

Pada siang esok harinya, Tatjana tidak tahu harus melakukan apa dan memutuskan untuk mengunjungi Araya di Payon Omah Denaya. Hari ini ia sama sekali tidak  melihat wahyuni, biasanya Wahyuni akan selalu mengabarinya jika harus pergi ke suatu tempat. Namun, sejak membuka mata ia sama sekali tidak melihat Wahyuni di manapun.

Sekarang ia sedang membantu Araya memasak makanan untuk para pangeran dan ia baru tahu kalau Wahyuni adalah putri dari dayang utama milik Araya.

“Tante, apa mulai sekarang saya harus manggil Tante dengan sebutan Raden Ayu?” tanya Tatjana setelah ia berpikir beberapa kali. Ia tahu kalau tidak ada alasan untuknya tetap memanggil ibu Derish dengan sebutan ‘tante’.

Namun, ia sedikit merasa canggung jika harus memanggil dengan sebutan Raden Ayu.
Araya yang baru saja meletakkan piring ke atas meja makan tersenyum. “Kamu bisa memanggil dengan sebutan apapun. Yang penting kamu ndak canggung.”

Tatjana tersenyum dan menghembuskan napasnya.
“Tapi besok, ikut Tante ke Payon Omah Eyang-nya Derish, ya. Eyangnya Derish ingin bertemu dengan kamu.”

Senyuman Tatjana luntur dari bibirnya. Beberapa anggota keluarga Derish pasti ingin bicara dengannya karena tanpa ada angin apapun, Derish mengumumkan pertunangan mereka di tengah masyarakat Balwanadanawa. Ia tidak marah, sekali lagi ia tidak menemukan kemarahan apapun dari apa yang sudah dilakukan oleh Derish. Namun, ia hanya takut bertemu dengan Eyang Derish karena ia takut salah bicara.

Pengetahuannya seputar tata krama belum menyeluruh dan hanya sebatas cangkang luarnya saja. Bagaimana jika nanti Eyang Derish tidak menyukainya karena ia kurang sopan, atau menjatuhkan sendok tehnya?

“Tapi saya takut, Tante,” kata Tatjana pelan.

“Kamu tahu? Di dalam istana ini, satu-satunya orang yang sangat disayangi oleh Eyang Derish adalah Derish sendiri. Apakah dia akan bersikap tidak baik dengan wanita yang dicintai oleh cucu kesayangannya?” tanya Araya yang mengetahui ketakutan Tatjana.

“Ibu Araya!” teriak Aghiya dengan bersemangat membuat mereka menoleh. Aghiya dan Ajinata sedang berjalan memasuki Payon Omah dengan senyum lebar di wajah masing-masing.

“Kangmas sangat senang waktu Ibu Araya meminta kita untuk makan siang di sini−lho—ada Ajeng Tatjana juga,” kata Ajinata.

Aghiya tahun ini berusia tujuh belas dan tahun ini adalah tahun terakhirnya bisa memasuki Payon Omah ibu kandung dan ibu tirinya. Itulah sebabnya ia sangat senang ketika Araya mengundang mereka.

Hubungan antara dua kakak beradik ini dengan Araya memang cukup dekat walaupun mereka tidak sering bertemu.

“Ibu sudah menyiapkan makanan kesukaan kalian,” kata Araya sambil tersenyum.

“Kita bahagia punya Ibu Araya, ya kan, Kangmas?” tanya Ajinata dan Aghiya langsung mengangguk setuju.

Tatjana yang membawa makanan ikut tersenyum. Ia pikir, Aghiya dan Ajinata tidak memiliki hubungan baik dengan Araya namun ia salah, Araya terlihat sangat menyayangi mereka berdua. Ia dapat melihat dari sorot mata Araya yang memandangi mereka dengan tatapan teduh, seperti seorang ibu yang menatap anak kandungnya.

“Oh iya, mulai sekarang kita harus memanggil Mbakyu. Kan Ajeng Tatjana adalah tunangannya Kangmas Tarendra,” kata Aghiya sambil duduk di salah satu kursi.

“Iya, pantas saja Kangmas tidak mau kita dekat-dekat dengan Mbakyu Tatjana. Mungkin Kangmas Tarendra cemburu,” jawab Ajinata.

Tatjana dan Araya tertawa mendengar celotehan mereka. “Tapi di mana Kangmas kalian?” tanya Araya.

Baik Ajinata maupun Aghiya saling tatap lalu menatap Araya. “Kangmas meninggalkan Denawa pagi-pagi sekali. Ndak tahu ke mana. Mungkin ke Kadhaton Utama, Bu.”

“Ya sudah kalau begitu. Kita makan saja dulu, ayo Tatjana kita makan,” kata Araya lalu ia ikut duduk di salah satu kursi dan mulai memberikan makanan ke piring anak-anak tirinya ini.

Tatjana memandangi kehangatan yang tercipta antara Araya dan dua anak tirinya. Sejak pertama kali melihatnya, ia sangat menyukai Araya dengan sifatnya yang membuat siapapun menjadi tenang.

Istana ini pasti memiliki sangat banyak kehangatan seperti ini.

φ

The Perfect BouquetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang