BAB 44

1K 171 6
                                    

Setelah selesai melakukan upacara pemakaman, Derish langsung disibukkan dengan berbagai urusan kerajaan. Walaupun belum resmi karena ia belum melakukan upacara penobatan, namun semua orang tidak bisa menentang kenyataan bahwa Derish adalah satu-satunya penerus takhta yang ditulis dalam surat wasiat sang raja sebelum ia meninggal dunia.

Secara tidak langsung, ia sudah menjadi seorang raja setelah pamannya meninggal dunia.

"Mungkin perekonomian kita akan melemah karena berita sang Raja yang sudah meninggal, Drastha," kata Omara, penasihat kerajaan yang sudah mengabdi selama hampir setengah hidupnya untuk kerajaan ini.

Derish yang duduk di meja kerjanya membaca beberapa berkas. Bahkan ia tidak sempat mengganti pakaiannya setelah dari pemakaman.

"Banyak berita yang meragukan Drastha sebagai pengganti mendiang Yang Mulia Chandra karena usia Drastha yang masih sangat muda dan itu membuat beberapa kerjasama kerajaan dengan beberapa investor dalam keadaan buruk."

Derish meletakkan berkas itu ke atas meja dan mendesah. Kenyataan bahwa sekarang ia yang harus melanjutkan keberadaan kerajaan inilah yang membuat Derish pusing. Ada begitu banyak hal yang ingin ia lakukan. Namun, ia tidak tahu harus memulainya dari mana.

"Batalkan kerjasama dengan pihak yang meragukan saya sebagai Raja," kata Derish pada akhirnya.

"Ya, Drastha?" tanya Omara terkejut.

Ia tidak tahu kalau sang raja muda akan mengatakan hal itu. Padahal, ia sudah mempersiapkan banyak strategi dan akan mempersiapkan jadwal agar para investor bisa bertemu dan mengobrol dengan Derish. Karena Omara tahu kalau usia yang masih sangat muda bukanlah sebuah alasan bagi Derish untuk tidak menjalankan kerajaan ini.

Ia sudah menyaksikan pertumbuhan sang raja muda ini dan tahu betul kalau ia akan menjadi seorang raja yang sangat besar.

"Sebuah kerjasama bisa terjalin dengan benar karena adanya sebuah rasa percaya, Omara. Kalau mereka tidak percaya dengan saya, apa mereka bisa menjalankan kerja sama dengan kerajaan ini?" tanya Derish.

"Kita bisa membuat mereka percaya, Drastha."

Derish menghembuskan napasnya sekali lagi, membuat Omara berpikir apalah ia sudah melakukan kesalahan dengan kata-katanya.

"Saya tidak akan pernah membujuk mereka. Omara, kerajaan ini adalah kerajaan yang sangat besar. Kamu tahu kan arti dari Balwanadanawa?"

Omara menganggukkan kepalanya. "Balwanadanawa berarti akar raksasa, Drastha."

"Apakah akar raksasa yang kuat tidak memiliki pohon yang kuat juga?" tanya Derish lagi.

"Tidak, Drastha. Akar yang kuat akan selalu menghasilkan pohon yang kuat juga."

"Kamu sudah menjawabnya kalau begitu," kata Derish. "Aku selalu dipukul dengan rotan oleh para tetua jika meragukan kekuatan pohon dari sebuah akar raksasa, Omara."

Derish hampir tersenyum sangat lebar ketika ingat  saat kecil dulu, ia hampir dipukul karena meragukan kekuatan pohon yang memiliki akar raksasa. Saat itu, usianya masih tujuh tahun dan ia sudah belajar makna dari nama kerajaannya ini. Sebagai seorang putra mahkota, ia harus tumbuh dan memiliki pemikiran yang lebih dewasa dari ukutan tubuhnya sendiri.

Sekarang, ia tahu alasan mengapa para tetua menanamkan semua itu kepadanya. Mengapa mereka ingin Derish tahu arti dari Balwanadanawa lebih dari sebuah akar raksasa, bahwa kerajaannya ini adalah pohon dengan ranting dan daun yang rindang.

Saat usianya sepuluh tahun, para tetua memintanya untuk menyamar sebagai warga biasa dan memintanya untuk berkeliling daerah Balwanadanawa. Melihat aliran sungai yang mengalir dari gunung, melewati kebun teh pada bagian dalam istana hingga mengalir keluar istana dan menghilang di muara hingga akhirnya bercampur dengan laut.

Para tetua memintanya untuk memperhatikan aliran sungai juga kehidupan yang ada di sekitarnya agar ia paham kalau kerajaannya ini memiliki sangat banyak hasil alam.

Para tetua ingin dirinya menyadari kalau tanah Balwanadanawa bisa menghidupi seluruh warganya. Semua jenis sayuran, peternakan juga hasil laut yang berlimpah adalah bukti bahwa Balwanadanawa bisa menjadi sangat makmur.

"Apa kamu ingat bencana yang terjadi sepuluh tahun yang lalu?" tanya Derish.

"Pandemi yang menyebabkan perekonomian hampir seluruh negara hancur, Drastha?"

"Ya," jawab Derish. "Seluruh derah mulai resah karena kurangnya pasokan makanan akibat dari pandemi juga perekonomian yang terhambat. Tapi Balwanadanawa hampir tidak merasakan semua itu karena kita memiliki hasil alam untuk menghidupi warga kita, Omara. Pemerintah pada saat itu menjuluki kita sebagai kuning telur dalam negara ini."

Omara memberanikan diri untuk menatap sang raja muda dan ia mendapati seorang raja yang sangat bijaksana dari wajah itu. "Maksud Drastha, kita akan mengolah hasil alam kita sendiri jika para investor tidak ingin melakukan kerjasama lagi?"

"Kita akan mengolah hasil alam kita sendiri. Kita memiliki kebun teh dengan kualitas terbaik, Omara. Jika mereka tidak ingin membeli teh mentah dari kita, kita bisa mengolahnya sendiri."

"Tapi itu sangat beresiko, Drastha. Mendiang Yang Mulia Chandra pun tidak berani melakukannya."

Derish tahu itu. Namun, ia yakin dengan pikirannya sendiri. "Saya sudah membaca dana yang dimiliki kerajaan ini dan dana tersebut sangat cukup untuk membangun pabrik teh. Saya yakin jika kita mengolah sendiri, kita akan mendapatkan hasil yang lebih banyak."

"Drastha.. Yang Mulia Raja tidak bisa melakukan hal itu karena beliau ingin menjaga hubungan baik dengan relasinya. Jika Drastha ingin melakukan hal itu sendiran, Drastha bisa melakukannya karena Drastha sama sekali tidak mengenal siapapun sekarang," kata Omara. Ia sudah menjadi orang kepercayaan Mendiang Yang Mulia dan ia sangat tahu kalau selama ini sang raja tidak bisa bergerak bebas karena banyaknya hubungan yang harus ia jaga.

Tetapi itu tentu tidak berlaku bagi raja baru Balwanadanawa. Sang pangeran mahkota sama sekali tidak pernah terlibat dengan hubungan-hubungan itu dan ia baru mengerti mengapa mendiang raja sama sekali tidak ingin melibatkan putra mahkota, karena mendiang raja ingin sang putra mahkota bisa memimpin dengan bebas dan menjalin kerjasama dengan orang yang ia inginkan.

"Mereka semua meragukan saya karena usia saya yang masih muda, Omara. Jadi, karena saya seperti itu, biarkan saya melakukan apa yang saya inginkan untuk kerajaan ini."

Omara menganggukkan kepalanya. Sekarang ia benar-benar mengerti. Ia mengerti mengapa raja melakukan semua ini, ia mengerti mengapa sang pangeran mahkota mendapatkan sangat banyak kesulitan pada masa kecilnya dan mengapa bintang memilihnya untuk menjadi seorang pemimpin. Karena Balwanadanawa akan menjadi kerajaan yang lebih baik jika memiliki kepala seperti Derish.

φ

The Perfect BouquetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang