Satu jam tiga puluh menit berikutnya, Derish sudah tiba di rumah ibunya yang berada di daerah Bogor. Saat ia turun dari mobil, ia melihat Supri, supir ayahnya sedang duduk di salah satu bangku taman sambil menatap bunga-bunga di taman ibunya.
“Raden Mas,” sapa Supri ketika melihat Derish berjalan ke arahnya.
“Mas Supri. Pripun kabare?(2)” tanya Derish.
Supri berdiri. “Sae-sae mawon(3), Raden Mas.”
“Saya masuk dulu ya, mas Supri.”
Lalu Supri menganggukkan kepalanya. "Inggih, Raden Mas."
Derish masuk ke pintu utama rumah ibunya yang berada di tengah-tengah halaman yang sangat luas. Rumah ini menyerupai istana. Namun, hanya dihuni oleh ibunya dan para pembantunya.
“Ibu?” panggil Derish ketika ia memasuki pintu rumah ibunya. Ia selalu melakukan kebiasaan itu karena biasanya, setiap ia pulang ke Bogor, ibunya akan selalu menunggunya di dekat pintu untuk menyambutnya.
“Raden Mas,” jawab Araya sambil berjalan ke arahnya. Ibunya selalu terlihat cantik dan ayu dengan senyuman yang sangat ia sukai. Derish memeluk ibunya dan mencium keningnya.
“Bapak sudah ada di dalam,” kata Araya setelah Derish melepaskan pelukannya.
“Bapak mau bicara apa, Bu?” tanya Derish.
“Bapak akan mengatakannya jika kamu sudah sampai.”
Derish mengangguk dan mereka berjalan ke dalam rumah yang bernuansa Balwanadanawa ini. Setiap kali berada di rumah ini, ia selalu merasakan suasana Balwanadanawa yang sangat melekat. Kampung halaman yang selalu ia rindukan sekaligus ia benci.
“Bapak,” sapa Derish ketika ia melihat ayahnya sudah duduk di kursi ruang tengah.
Adipati Kala Sandika yang sedari tadi menatap lukisan gamelan yang ada di seberangnya pun menoleh ke arah Derish dan memperhatikan anak laki-lakinya yang sekarang duduk di hadapannya sementara Araya mengambil duduk di sebelahnya.
“Bagaimana kuliah kamu?” tanya Kala.
“Baik, Pak. Derish lagi libur semester.”
“Masih tidak mau pulang?”
Derish mengerutkan alisnya yang tebal lalu mengangkat wajahnya karena sedari tadi ia menundukkan kepala. Ayahnya adalah adik dari raja Kadhaton Balwanadanawa, sebuah kerajaan yang tetap dipimpin oleh raja dan mendapat pengakuan dari pemerintah Indonesia. Kerajaan ini sudah ada sejak zaman dahulu dan hingga kini masih berlanjut.
Namun, meskipun dipimpin oleh seorang raja, kerajaan ini masih mengakui bahwa presiden adalah pemimpin negara dan bahwa mereka adalah bagian dari Indonesia.
Ayahnya juga merupakan senior kerajaan yang memegang sektor pariwisata di kerajaan itu karena banyaknya turis yang ingin mengunjungi kerajaan mereka. Dan karena terbiasa hidup di lingkungan kerajaan, maka Derish harus memperhatikan tata krama ketika bicara dengan ayahnya.
“Derish harus kuliah, Pak. Kalau tinggal bersama Ibu, Derish akan kesulitan kuliah. Jadi, kulo hanya pulang setiap libur semester saja,” jawab Derish.
Ia tahu jawaban yang ia berikan bukanlah jawaban yang diinginkan oleh ayahnya.
“Kamu tahu maksud pertanyaan Bapak, Derish. Pulang ke Balwanadanawa. Kamu adalah anak laki-laki pertama bapak dan kamu adalah pangeran mahkota.”
Derish kembali menundukkan kepalanya dan dari ekor matanya, ia dapat melihat tatapan sedih dari ibunya. “Bapak bukan rajanya dan Yang Mulia Raja Chandra memiliki anak perempuan. Gusti Raden Ajeng Nariah bisa meneruskan takhta Balwanadawa.”
KAMU SEDANG MEMBACA
The Perfect Bouquet
Fiksi Sejarah#1 Historicalfiction (19/06/2021) Disclaimer: Kerajaan, adat dan semua yang ada di dalam cerita ini murni hanyalah imajinasi dari penulis dan tidak bermaksud menyinggung pihak mana pun. φ Blurb: "Tapi untung juga sih lo cuma seorang pangeran, bu...