"Derish?" panggil Araya setelah putranya mengangkat panggilan telepon. Sekarang sudah hampir malam dan ia sama sekali tidak tahu bagaimana kabar putranya dan Tatjana.
Ia tidak tahu apakah dirinya sudah melakukan kesalahan atau sebaliknya karena dirinya lah yang paling bertanggung jawab atas apa yang sedang terjadi. Dirinya lah yang bertanggung jawab atas keberadaan Tatjana sekarang.
Saat Derish membisikkan sesuatu kepadanya, saat itu Derish minta bantuannya untuk membujuk Marinda agar mengizinkan Derish membawa Tatjana secara diam-diam untuk dirawat di Payon Omah Denawa. Awalnya, ia tidak ingin melakukan ini. Namun, saat ia menatap wajah anaknya, ia tahu kalau dirinya harus melakukan kesalahan ini.
Marinda terpaksa menyetujui keinginannya dengan catatan bahwa ia harus memeriksa keadaan Tatjana di Payon Omah Denawa.
"Ibu, apa Ibu membutuhkan sesuatu?" tanya Derish.
"Bagaimana keadaan kalian di sana, Raden Mas?" taya Araya yang tidak bisa menyembunyikan kekhawatirannya.
Derish tersenyum, ia lupa mengabari ibunya kalau mereka baik-baik saja di sini. Ia bahkan mengatakan kepada dua adiknya kalau dirinya sedang tidak ingin diganggu. "Dalem dan Tatjana baik-baik saja, Ibu. Tatjana sedang tidur, mungkin karena obatnya."
"Apa Dokter Marinda sudah datang?" tanya Araya dan pada saat itu, pintu kamarnya diketuk, menandakan ada seseorang yang ingin menemuinya.
"Sepertinya dokter Marinda sudah datang, Bu. Kulo akan membuka pintu dulu."
"Ya sudah, Ibu matikan teleponnya. Kasih tahu Ibu kalau ada apa-apa, Nak."
"Ya, Ibu," jawab Derish lalu sambungan teleponnya dimatikan. Ia berjalan ke arah pintu dan membukanya. Benar saja, dokter Marinda sudah berada di hadapannya.
"Drastha," sapanya sambil menundukkan kepala. "Kulo datang untuk memeriksa keadaan Ajeng Tatjana."
Derish mempersilakan dokter Marinda untuk masuk dan segera mengunci pintu. walaupun kamar adik-adiknya berada di lantai bawah, namun, ia tetap harus berhati-hati. Ia tahu kalau dirinya sudah benar-benar melanggar peraturan istana. Payon Omah Denawa adalah rumah bagi para pangeran, bahkan Gusti Raden Ajeng Nariah pun tidak diperbolehkan memasuki tempat ini.
Hanya ibu dari para pangeran dan orang yang berkepentingan saja yang bisa masuk ke dalam Payon Omah ini.
"Apa Ajeng Tatjana sudah lama tertidur?" tanya dokter Marinda sambil memasang stetoskop ke telinganya.
"Dia baru tidur setelah minum obat, Bulek.." Dokter Marinda mengangguk dan saat itu Tatjana membuka matanya.
"Halo, Ajeng Tatjana. Saya adalah dokter Marinda. Saya yang kebetulan menanganimu kemarin malam."
Tatjana mengedipkan matanya dan tersenyum. "Maaf saya merepotkan."
"Ndak apa-apa. Tapi lain kali, harus lebih berhati-hati ya, Ajeng."
Tatjana kembali tersenyum dan mengangguk. Ia menatap Derish dan tersenyum. Entah mengapa, ia merasa senang ketika membuka mata, orang pertama yang ia lihat adalah supir kuno-nya ini.
φ
"Gak adil," kata Tatjana saat mereka berdiri di bawah bintang-bintang malam ini. Setelah selesai diperiksa dan dokter Marinda mengatakan kalau Tatjana akan baik-baik saja, Derish megajak Tatjana untuk melihat bintang dari balkon kamarnya.
Payon Omah Denawa terletak di atas tanah yang lebih tinggi dari dataran manapun di dalam istana dan kamarnya terletak di lantai paling tinggi pada Payon Omah ini sementara kamar adik-adiknya terletak dua lantai di bawahnya. Kamarnya adalah tempat terbaik untuk melihat bintang dan keseluruhan kerajaan. Tempat ini selalu menjadi favorit Derish di dalam istana.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Perfect Bouquet
Fiction Historique#1 Historicalfiction (19/06/2021) Disclaimer: Kerajaan, adat dan semua yang ada di dalam cerita ini murni hanyalah imajinasi dari penulis dan tidak bermaksud menyinggung pihak mana pun. φ Blurb: "Tapi untung juga sih lo cuma seorang pangeran, bu...