15. Sayang, Nggak?

21.8K 2.6K 32
                                    

Rana' PoV

Berhari-hari telah berlalu. Selama itu, Pak Sakti kian sering mengunjungi cafe ini. Mungkin bagiku sudah mulai biasa saja namun bagi teman-temanku yang lain mungkin agak was-was. Salah sedikit, Pak Sakti sudah pasti akan tau secepat itu. Belum lagi kalau masalah stock habis dan tidak secepatnya di-restock otomatis dia bisa saja memarahiku juga.

"Gila, kemarin gue nggak sengaja tumpahin susu sekotak ke lantai Pak Sakti langsung ngelirik dong," curhat Dini heboh saat kami sedang berkumpul sebelum cafe tutup. Aku mengurus laporan hari ini dan juga mengecek persediaan bahan untuk di restock besok dari gudang.

"Tapi sih menurut gue dia akhir akhir ini ga terlalu judes sih ma kita-kita. Mentok cuma diliatin aja kan?"sahut Gilang.

Semuanya kompak mengangguk kecuali aku.

"Mungkin efek deket sama Mbak Rana kali. Cieee, calon nyonya bos," ledek Dini Yaang membuat yang lain juga ikutan meledekku.

"Ih, enggak lah. Dia masih tetap marahin gue kok. Kadang malah lebih sering diomelin kalau lagi berdua." jawabku sambil menerawang saat dimana aku pernah dimarahin Pak Sakti.

flashback.

"Kamu harusnya lebih teliti lagi. Saya ga marah cuma tolonglah kamu disini juga udah lama masa masalah gini aja gapaham-paham sih?" omelnya saat dia barusaja menerima laporan mingguan dariku.

"Ya saya juga udah berusaha sebaiknya, Pak. Bukan masalah lama atau enggak, saya juga tetap belajar dari kesalahan yang lalu. Cuma ya itu..."

"Apa?" sahutnya cepat yang membuatku menunduk dalam.

"Ya- sa-ya lagi gafokus..." jawabku terbata dan saat ini jantungku rasanya mau copot melihat garangnya muka ayah Jo ini.

Dia berbalik menatapku kali ini.

Pak Sakti terllihat menghela nafas berat.

"Udahlah. Jangan ulangi lagi kesalahanmu ini. Lain kali dicek berkali-kali laporannya sebelum diserahkan ke saya. Kalau ada apa-apa bilang."

Aku hanya mengangguk kaku.

"Inget. Kalau ada apa-apa bilang," pintanya mengancam.

flashback end.

Aku menelan ludah sendiri mengingat peringatan Pak Sakti hari itu.

"Ya, kalau pak Sakti jadi lebih baik bukan berarti kalian bakal ngentengin kan?"

"Enggak kok, Mbakkkk," seru mereka kompak yang membuatku terkekeh geli.

Dan sebuah nada panggilan telepon mengalihkan semuanya.

"Iya, halo?" sapaku pada orang yang menghubungiku.

"Masih di cafe?"

"Iya, masih ngurus laporan. Kenapa?"

"Boleh minta tolong ke rumah bentar?"

"Memangnya ada apa?"

Aku ijin menepi dari yang lain.

"Minta tolong jagain Jo malam ini, boleh ga?"

"Boleh kok. Pak Sakti lagi dinas, ya?"

"Heem, Mama saya yang biasa jagain Jo lagi ada urusan juga. Tolong ya, Ran..."

"Gapapa kok, Pak. Lagian saya juga seneng bisa ketemu Jo lagi."

Pak Sakti berdehem.

"Kamu... beneran setulus itu sama anak saya?"

"Iya, Pak. Saya sayang banget sama anaknya Bapak Sakti ini.."

"Kalau sama Papanya sayang juga apa nggak?"

Mataku melebar. Tetapi sambungan telepon langsung mati begitu saja.

"Hah?"

Tuhan, tolong. Rasanya dadaku berdenyut terlalu kencang. Apa benar Pak Sakti sebelumnya cuma bercanda atau aku yang salah dengar?

👼

30 Agustus 2021

Aku coba target vote yaaaaa, karena aku pengen tau seberapa besar efek cerita ku buat kalian? bcs yg lihat unexpected tp yg komen dikit... apa ada yang kurang dapat feel atau sama sekali enggak? please tell me 😥

Aku usahain biar cepat up terus sekarang

50 VOTE 20 KOMENTAR

Baby Jo And His PapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang