20. Perkara Panggilan

18.3K 2.3K 78
                                    

Malamnya Rana yang disibukkan dengan merawat Jo terkejut karena menemukan Pak Sakti yang nampak lelah berbaring di sofa ruang tamu bahkan belum sempat mencopot atribut kerjanya.

Rana menghampiri pria itu sambil membawa mangkok makanan Jo.

"Pak Sakti kenapa?" tanyanya dengan menggoyangkan lengan Pak Sakti. Pria itu hanya bergeming dan menatap sayu Rana yang berdiri di depannya. Rana yang tidak melihat respon pria itu jadi khawatir.

"Pak, Bapak sakit?" tanyanya cemas. Dia mengecek suhu tubuh pria itu. Tetapi dia merasakan suhu pria itu normal.

"Pak?"

Tetapi tangan Rana ditepis pelan oleh pria itu.

"Enggak sakit, cuma lagi capek," keluhnya pada Rana.

"Saya buatin teh anget ya?"

Dia membantu Pak Sakti bangkit dan membawakan tas kerjanya. Pak Sakti sendiri malah menempel pada Rana yang membuat Rana kesusahan bergerak. Pria itu menyenderkan tubuhnya pada Rana sambil setengah memeluk. Bayangkan bagaimana susahnya Rana berjalan dengan membawa sepiring nasi Jo di tangan kiri, tas di kanan dan beban tubuh Pak Sakti dibelakangnya. Nyaris saja dia oleng kalau Pak Sakti tidak menahan pinggangnya. Pria itu benar-benar membuatnya lebih banyak istighfar.

"Pegel banget hari ini," keluhnya manja yang membuat Rana menghela nafas berat. Dia berpikir, sepertinya akan menginap lagi untuk malam ini atau pulang lebih malam lagi.

"Iya, Pak Sakti mandi dulu deh, abis itu makan. Saya udah siapin," sahutnya.

"Masak apa?" pria itu sempat mencuri pandang ke meja dapur yang berada dekat ruang keluarga. Dia juga melambaikan tangan ke arah anaknya.

"Hi, Papa!" sapa Jo.

"Hi juga, sayang!" sahut Pak Sakti sambil tersenyum pada Jo.

"Masakan rumahan biasa kok. Udah sana, saya mau suapin Jo dulu!" titah Rana pada Pak Sakti yang betah sekali menempel padanya.

"Iya, sayang," bisiknya lembut tepat di telinga Rana. Jantung Rana berdesir seketika. Rana tak habis pikir pada Pak Sakti yang suka sekali membuatnya terbang seperti ini.

Pak Sakti sendiri langsung melarikan diri ke kamarnya sambil menyabet tas ransel yang sebelumnya dibawa Rana. Pria itu diam-diam pun sama groginya mengatakan hal itu.

"Ma, Jo mau makan!" teriak Jo membuat Rana yang gagal fokus jadi tersadar. Gadis itu buru-buru berlari menuju anaknya yang sudah anteng duduk di meja makan.

-

"Na, pijitin punggung saya boleh?" tanya Pak Sakti setelah menyesap teh hijau hangat bikinan Rana. Sedangkan gadis yang sedari tadi sibuk menidurkan Jo jadi menoleh. Mereka kini sedang berkumpul di ruang keluarga.

"Iya, habis Jo tidur," dia mengangguk sambil menepuk-nepuk pantat Jo. Anak itu juga sudah mulai menutup matanya jadi tak akan lama. Melihat itu Pak Sakti tersenyum.

Dia yang mulai terbiasa akan kehadiran Rana menjadi semakin bahagia dan selalu menikmati momen-momen seperti ini karena Pak Sakti pun merasa lengkap kembali. Terlebih ketika melihat Rana berubah menjadi sosok ibu bagi anaknya. Rasa sepinya pun seakan hilang jika ada Rana di dalam radar jangkauannya. Rana seperti sebuah keistimewaan untuknya dan Jovano.

"Pindahin anaknya ke kamar dulu, ya."

Pak Sakti langsung menganggukkan kepala. Pria itu secara perlahan mengangkat tubuh mungil anaknya untuk dipindahkan ke kamar agar lebih nyaman.

Di samping itu, Rana mengetikkan sebuah pesan pada adiknya agar tidak mencarinya seperti malam kemarin.

Me
Malem ini Gue pulang agak malam

Adrian
Lo dimana?

Me
Rumahnya Pak Sakti

Adrian
Yaudah iya.

"Sini!"

Pak Sakti segera menghampiri Rana yang sudah duduk selonjoran di sofa bed sambil menikmati tayangan Netflix yang tersambung di Smart TV. Pak Sakti menata tubuhnya agar lebih mudah untuk dipijat Rana. Sejujurnya dia sedikit berdebar akan hal ini.

"Tengkurep aja biar lebih enakan."

Pak Sakti sudah pasti menurut apa kata Rana.

"Duh, enak banget! Serasa punya istri, euy!" kata Pak Sakti saat aku mulai memijatnya.

"Hizhh, apaan sih Pak," desis Rana malu-malu kucing.

"Pak, kenapa sih Pak Sakti kalau manggil saya beda-beda?" tanya Rana random mengisi kesunyian sambil mengurut punggung Pak Sakti.

"Manggil kamu?"

"Iya. Kadang Ran, Na, Mama---"

"Kadang Sayang," sahut Pak Sakti menyela pembicaraan Rana.

Plakkkkkk

"ADDAWW!" pekiknya kencang saat Rana memukul punggungnya.

"Cuma sekali!" desis Rana kesal.

"Oh, maunya berkali-kali nih?" goda Pak Sakti.

Rana mendengus keras yang membuat Pak Sakti terbahak.

"Bercanda. Lagian itu insting aja. Jadi suka-suka saya dong manggil kamu apa?"

"Ya kan yang punya nama saya."

"Yaudah sih. Emang kamu maunya dipanggil apa?"

"Pokoknya jangan aneh-aneh."

Pak Sakti berbalik jadi menghadap Rana. Pria itu menaik-turunkan alisnya sambil tersenyum jahil.

"Kalau sayang, ga aneh kan?"

Pipi Rana bersemu merah.

"Emang Pak Sakti beneran sayang?"

Kini giliran pria itu yang dibuat kicep oleh Rana.

👼

6 September 2021

Lanjut besok yaaa ❤️

makasih ya buat boom commentnya, bikin syok berat 🤣

Baby Jo And His PapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang