32. Maurin Datang

3.7K 400 9
                                    

Author PoV

Hari ini cafe terlihat ramai sejak pagi. Banyak pelanggan yang datang silih berganti. Bahkan membuat beberapa stock minuman habis.

Gelas demi gelas berulang kali keluar masuk bilik cucian, antrean ojek online yang mengular hingga pintu depan cafe, bahkan karyawan wara-wiri restock bahan. Pemandangan ini memang mengundang perhatian sekitar. Mulai dari deretan ruko yg berdampingan bahkan hingga lalu lalang kendaraan yang melintas di jalanan.

Rana yang kala itu sibuk mengawasi datangnya bahan baku tidak sadar bahwa Maurin datang dan sudah memerhatikan dirinya dari jarak 2 meter. Sayangnya, gerak matanya termanipulasi oleh kacamata hitam yang dipakainya.

"Mbak, semua stocknya udah masuk gudang," ujar sopir truk pada Rana.

"Ok, Pak. Makasih, ya!"

Sang sopir truk langsung tersenyum sopan dan berniat pamit padanya, "iya, saya izin pamit ya."

"Mau ngisi stock cabang mana, Pak?" tanya Rana ramah.

"Te---" 

"Rana."

Seketika obrolan Rana dengan Sopir Truk tersebut terhenti dan menoleh ke si pemotong percakapan.

"Iya?"

Bergaya ala vintage dengan beret hat marun di kepalanya, Maurin justru tampak aneh di mata Sopir Truk. Pria itu berulang kali memandang dari atas hingga bawah kemudian kembali dengan meringis.

Sedangkan Rana yang sudah tahu bahwa wanita di depannya ini adalah Maurin, Rana langsung mengingat rentetan pesan misterius yang akhir-akhir ini menganggunya. Namun, dia justru memandang balik dengan senyuman manis.

Manis di bibir, pahit di hati.

Maurin bergerak maju selangkah lagi hingga kini tepat di dua jengkal dari wajah Rana. Pandangannya lurus menusuk bola mata Rana.

"Siap-siap hidup miskin, ya kalau masih betah sama Sakti," katanya dengan senyuman smirk.

Bola mata Rana membesar dan langsung menatap tajam wanita sombong di depannya tanpa ragu.

"Jadi lo yang selama ini kirim pesan teror ke gue? Cuih, basi!" sahutnya tegas. Dia sudah cukup emosi dan merasa direndahkan oleh wanita yang selalu muncul membawa sejuta keanehan ini.

Tetapi Maurin hanya tertawa.

"Kayaknya itu udah jadi bakat gue," ucapnya dengan bangga yang membuat Rana memandangnya jijik.

Perempuan itu sempat melempar pandangan meremehkan kembali pada Rana sebelum kemudian melenggang pergi tanpa pamit.

Tanpa sadar, kedua telapak tangannya sedari tadi sudah mengepal kuat. Wajahnya kini memerah. Serasa ada kobaran api yang menyala-nyala dalam dirinya.

"Sabar, Mbak. Aneh itu orang!" sahut sopir truk yang masih berdiri di dekatnya.

-

Selepas kepergian Maurin, Rana yang masih dikelilingi perasaan campur aduk memilih untuk beristirahat sejenak sambil mengecek laporan di ruangan Pak Sakti. Dia tidak sadar sedang terjadi sesuatu di luar ruangannya saat ini sebelum Gilang memanggilnya.

"Lo kenapa kok ngos-ngosan?" tanyanya heran melihat bahu Gilang naik-turun dan raut mukanya yang panik.

"Ada masalah di lantai bawah!"

"Masalah apa?"

"Mending Mbak ikut gue sekarang, deh," ajaknya yang langsung diangguki Rana. Dalam hatinya sudah khawatir dan penasaran tentang sedang ada masalah apa di lantai dasar.

"Ada pelanggan yang tiba-tiba muntah setelah minum kopi," lapornya pada Rana.

Rana melongo melihat begitu ramainya suasana di sekitarnya. Banyak orang yang duduk lemas terkulai di kursi yang dikerubungi oleh banyak orang.

"Dan nggak cuma satu, ada 10 orang yang ngalamin itu."

"Kopi yang dipesan sama?" tanyanya.

"Iya, rata-rata sama."

Seketika ia memijat pelipisnya dengan dua tangan sebab kepalanya berdenyut keras mendengar penjelasan Gilang.

Belum selesai masalah dengan teroran Maurin, sekarang bertambah lagi.

"Anda manager cafe ini?!" bentak seorang Bapak-bapak yang wajahnya sudah memerah padam.

Rana terkejut.

"Gimana tanggung jawab cafe ini?! Istri saya sampe lemes begitu gara-gara minum kopi pahitmu! Kamu kasih apa di minuman istri saya, hah?!"

"Mohon maaf sebelumnya, Pak. Kami dari pihak Cafe juga tidak tahu menahu jika akan kejadian seperti ini. Kami mohon maaf sekali tentang apa yang sedang terjadi. Bukan maksud dan tujuan kami membuat pelanggan seperti ini setelah meminum kopi cafe kami. Tapi kami mohon, alangkah baiknya diskusikan masalah ini baik-baik, ya," jawab Rana.

"Baik apanya?! Kamu udah bikin istri saya jadi begini masih mau baik-baik?!"

Bentakan kembali yang membuat Rana semakin pusing. Dia refleks memejamkan mata sejenak karena itu.

"Managernya ga becus! Cafenya kacau!"

"JANGAN JANGAN INI KOPI SIANIDA?!" celetuk seseorang yang membuat Rana langsung membuka matanya lebar. Semua orang langsung heboh dan berbisik-bisik.

Hingga kondisi ini semakin ramai dengan warga sekitar yang ikut melihat kejadian itu. Belum lagi, ada penambahan korban muntah-muntah 2 orang yang baru keluar dari kamar mandi. Kamera ponsel sudah mengacung dimana-mana. Sibuk merekam kejadian ini pada media sosial milik pribadi yang Rana tebak sebentar lagi akan akan media yang mengendusnya pula. 

"Begini, untuk sekarang kita bawa ke rumah sakit terdekat untuk pertolongan cepatnya. Dan untuk sebagian ikuti saya, kita clear-kan masalah ini sama-sama."

Walau semua sudah menyetujui sarannya, hal itu jelas tidak mengurangi perasaan marah para pelanggan pada cafe mereka. Semua karyawan sudah sangat ketakutan tak terkecuali Rana. Namun, dia berusaha sebisa mungkin berpikir positif untuk secepatnya berakhir sebelum hal ini meluas kemana-mana yang pastinya akan merusak citra buruk cafe ini.

Terlebih dia juga bingung mengapa bisa banyak orang bereaksi sama setelah meminum kopi yang biasa mereka sajikan itu. Hal ini jelas ada oknum yang menyabotase bahan baku yang mereka gunakan.

Tetapi,

Jika ditarik dari sisi lain cafe, ada seseorang yang berdecak kesal saat memantau situasi tersebut.

👶

Sorry bgt buat telat update sampe lebih dari 6 bulannya 🙏🙏🙏

Semoga dari kalian masih ada yang ingat cerita Rana ini yaaaaa 🥺

Baby Jo And His PapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang