12. Status Pak Sakti

24.7K 2.7K 5
                                    

Pagi ini udara terasa sejuk. Suasana yang pas untuk Rana bersantai di halaman belakang rumahnya yang rindang. Ditemani oleh secangkir teh chamomile hangat dia bersandar pada kursi malas yang dibelinya beberapa hari yang lalu.

"Ahh, jadi pengen liburan ke Bali ini mah," gumamnya.

Kicauan burung dan semilir angin pagi membuat hawa menyegarkan di hari libur ini. Kalau kalian bertanya, kenapa Rana sering libur?

Bukan. Memang ini sudah berlalu seminggu semenjak dia bertandang ke rumah Pak Sakti dan Jovano. Waktu berlalu begitu cepat hingga membuatnya selalu merasa tidak bisa mengejar waktu itu.

"Eh, Neng. Ngapain pagi-pagi udah nangkring di situ?" tanya nyinyir Adrian yang sekarang sedang berdiri di pintu pembatas sambil menyesap kopinya.

Rana mencibir tingkah nyinyir ABG itu.

"Mata Lo mana? Nggak lihat gue lagi apa?"

"Dih, sensi amet kayak mak-mak belum dapat jatah."

"Masuk sana Lo! ganggu orang lagi enak aja."

"Lah, emang mau masuk. Gue sih ga kayak Lo ya mbak yang suka galau gajelas pagi-pagi."

Mata Rana melotot melihat tingkah Adrian.

"Siapa yang galau?!"

"Elu."

Sontak saja Rana berdiri. Menghampiri bocah nakal itu yang bertingkah nyinyir pagi-pagi dan menganggu kegiatannya. Jarang-jarang Rana bisa sesantai ini. Ada aja penganggu.

Tapi belum sempat Rana menabok Adrian, lelaki itu sudah berpindah posisi secara gesit. Dia melesat dan kini justru semakin menganggu kakaknya dengan cara menduduki kursi malas itu.

Adrian justru cengengesan karena berhasil membuat kakaknya semakin naik pitam. Lumayan, hiburan pagi hari sebelum dia berangkat ngampus.

"Sini lu, gue mau tanya."

Sesaat Adrian sudah menjelma menjadi pria dengan watak serius. Rana jadi curiga, apakah adiknya ini memiliki kepribadian ganda? Bagaimana dia secepat itu merubah ekspresi wajahnya.

"Apa?" ketusnya sambil melangkah ke kursi malas itu. Dengan kekuatan superhero miliknya, Rana menghempaskan tubuh Adrian hingga Adiknya itu langsung terjatuh ke tanah. Sontak tawanya mengudara begitu saja.

"Punya sodara gini amat, ya," gerutu Adrian.

Rana membalasnya dengan menjulurkan lidah tanda mengejek.

"Ah udahlah, serius nih serius."

"Apa coba?"

"Lo gue lihat akhir-akhir ini sering dianter jemput mobil."

"Emang iya, kepo Lo?"

"Siapa dia? Calon kakak ipar gue?"

Rana membungkam mulut Adrian.

"Kalau ngomong jangan sembarangan."

Adrian menepis tangan kakaknya itu dan cemberut, "gue kalau ngomong ada fakta dan dasar ya, inget."

"Terus dari fakta mana lo bisa nyimpulin gitu?" tantang Rana.

Sejujurnya, dia bukannya mau nolak nih, tapi ya kalau itu kenyataan. Kalau enggak kan Rana yang jadi tengsin sendiri karena terlalu percaya diri sama Pak Sakti.

"Pertama. Minggu lalu Lo kemana pagi-pagi? dijemput lakik pake mobil, jangan lo kira gue gak tau ya!"

"Terus?"

"Kedua. Gue sering lihat Lo ketawa sama ngomong sendiri di kamar. Inget, kamar lo sebelahan sama kamar gue."

"Idih, gue nonton Drakor lah itu," elaknya.

"KETIGA. GUE SEMPAT DENGAR LO BILANG MAMA-PAPAAN WAKTU TELPONAN MALAM-MALAM."

Ok. Untuk yang terakhir ini Rana meringis. Ternyata Adrian walau cuek dan terlalu sibuk dengan kuliah-rapat-kuliahnya itu pengamat yang baik.

"So, siapa dia?"

"Bos gue itu," keluhnya.

Adrian menghela nafas lelah, "Gue cowok. Gue tau tabiat sesama cowok yang mau pdkt tuh gimana."

Sejak itu Rana mulai berpikir.

"Yakin Lo?"

"Ya yakin," tegas Adrian pada kakaknya yang memang labil kalau masalah percintaan.

Adrian tahu, sangat tahu bahkan. Rana menyukai lelaki yang bahkan belum Adrian ketahui asal-usulnya dan wajahnya sekalipun. Namun, dia harus meyakinkan Rana agar tidak salah pilih.

"Tapi Lo harus pastiin dulu statusnya apa! Jangan sampe kakak gue dicap pelakor!"

👼

Setelah berbicara bersama Adrian, sore harinyaa Rana berniat untuk mengunjungi cafe. Dirinya harus mengawasi shift malam dan juga ada beberapa hal yang harus dikerjakan nanti.

Sepanjang perjalanan Rana benar-benar tak berhenti berspekulasi tentang kedekatan yang kian lama kian tak wajar antara dia dan Pak Sakti.

Malu rasanya jika dia harus mengakui lebih dulu kalau dia menyukai Pak Sakti. Namun dia harus diberi setidaknya satu kejelasan tentang status Pak Sakti. Karena dia sekarang mulai meragukan gosip dari desas-desus jika Pak Sakti itu beneran duda. Nah jadi,

Duda atau Suami Orang?

Rana memang tipikal perempuan yang harus mendengar fakta dari yang bersangkutan untuk percaya pada suatu hal 100%. Dalam artian, Rana orang yang cenderung paranoid dan sering negative thinking duluan sama orang.

Terlebih zaman sekarang konflik rumah tangga itu bermacam-macam. Ada yang memang sudah cerai, ada yang cerai mati atau bahkan masih berstatus istri sah namun pisah tempat tinggal alias minggat.

"Semoga aja Pak Sakti bukan pilihan ketiga," gumamnya tanpa sadar.

"Hah?? Emang Pak Sakti milih apa, Kak?" tanya Rudi, helper baru yang kebetulan lewat depan Rana.

Rana jadi terkesiap.

"Hah? Apa?"

"Kak Rana kayaknya terlalu bucin sama Pak Sakti deh, sampe-sampe ngebayangin Pak Sakti melulu, hihihi."

"Sembarangan kamu. Udah sana, bantuin yang lain aja."

"Siap Bu Bos!"

Rudi melengang pergi tetapi langsung ada yang menepuk pundak Rana dari belakang.

"Kebetulan ketemu kamu," kata Pak Sakti yang nongol begitu saja.

Sontak Rana bernjengir ke belakang dan memandang aneh pada Pak Sakti.

"Ada apa ya Pak?"

"Bikinin kopi."

"Hah?"

Rana melongo.

23 Agustus 2021

rencananya mau double up :(

Baby Jo And His PapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang