29. Keterkejutan

12.5K 1.7K 78
                                    

Sejak kemarin, Rana terus-menerus menerima pesan ancaman dari nomor yang sama. Dan topik ancaman itu selalu seputar Pak Sakti. Hatinya serasa diremas dan kepalanya pening memikirkan alasan-alasan yang masih samar dalam otaknya.

Nomor misterius itu terus mengancamnya untuk menjaga baik-baik Pak Sakti sedangkan jika ditanya dia siapa, Rana tidak mendapat jawaban.

Karena semakin lama, si nomor misterius itu serasa mengancamnya Rana berpikir untuk membicarakan hal ini bersam yang bersangkutan, Pak Sakti.

"Ada hal yang belum gue tahu di sini?" gumamnya sendiri. Pikirannya kalut dan terasa kusut bak cucian baju.

TING...

Bunyi notifikasi itu membuat Rana refleks berjingkat. Rasa was-was apabila yang mengirim pesan itu adalah nomor misterius itu lagi.

Mas Sakti ❤️
Sayang, habis ini aku jemput
tungguin bentar, lagi isi bensin

Rana sedikit bernafas lega karena yang mengirimkan pesan adalah Pak Sakti. Bukan dia.

Me
Iya Mas
Mas aku mau ngomong nanti

Mas Sakti ❤️
boleh sayang, mau ngobrol seharian sama Mas juga boleh

Rana mendengus saat membaca balasan pesan dari Pak Sakti yang selalu disisipi kalimat menggombal. Pria satu itu memang hobi sekali menggoda Rana dengan segala kemodusannya.

Terkadang Rana bingung, dimana sifat nyinyir Pak Sakti yang dulu sering membuatnya kesal dan tunduk secara bersamaan. Semenjak mereka menjalin hubungan, sifat pria itu berbanding terbalik dengan yang dahulu. Ah, mungkin karena Rana adalah wanita spesial baginya yang sayang untuk disakiti.

"Hai, ketemu lagi kita!" sapa seseorang saat Rana akan beranjak dari tempatnya.

Dia melihat Maurin, perempuan modis waktu itu yang sekarang ada di depannya lagi. Maurin yang sekarang terlihat lebih akrab karena mungkin menyapa dengan ramah. Perempuan itu juga memamerkan senyuman manis padanya.

"Hai, Maurin," sapanya balik.

"Sesuai rekomendasi lo waktu itu, sekarang gue udah nyobain tiramisunya."

"Wah, jadi gimana tanggapan kamu?"

"Enak banget, lembut dan bikin nagih beneran," dia memberikan apresiasi singkat mengenai tiramisu yang waktu itu Rana rekomendasikan.

Rana tersenyum, dia berpikir bahwa perempuan di depannya ini tidak semengerikan dalam bayangannya. Maurin semakin kesini, terlihat seperti food blogger biasa.

"Syukur kamu suka. Memang kami di sini menghadirkan bahan kualitas terbaik saat memproses setiap olahan kami."

"Pasti ada resep khusus sih ya," katanya bercanda.

Rana tertawa, "ya begitulah."

"Sebenarnya gue pengin lebih banyak ngobrol sama lo, tapi karena gue ada urusan penting setelah ini kayaknya lain kali deh ya gue tagih janji lo," kata Maurin yang sudah mulai gusar memandang jam tangannya.

Rana mengerutkan dahi, "janji yang mana ya?"

"Lain kali kita sambung lagi."

Rana mencoba mengingatnya, "oh iya... hahaha, boleh. Silahkan," katanya ramah walau sebenarnya dia juga sudah lupa jika pernah mengatakan hal seperti itu.

"Gue pamit dulu, ya! Bye!"

Maurin beranjak meninggalkan Rana. Dan saat Maurin menghilang dari pandangannya, Dini menghampiri Rana.

"Mbak Rana kenal sama cewek itu?"

"Oh, itu pelanggan baru kita," jawabnya pada Dini, "memang kenapa? tumben banget lo kepo?"

Baby Jo And His PapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang