🍃 Day with my wife🍃

111 13 0
                                    

"Ibaratnya begini wanita itu selembut sutera, Serapuh ranting dan sekeras batu."

Rafka Arshan Fathan

***

Rafka pov

Ku lihat Hanin duduk di depan cermin, setelah pesta itu selesai aku lihat ia terus saja melamun seperti itu. aku mencoba mendekatinya lalu memegang sisir yang memang sedang ia gunakan, aku tahu dia tak menyadari kedatanganku karena sampai detik ini baru kali ini aku melihat ia melepaskan kerudungnya.

Ku lihat ia terkejut namun dengan aku tersenyum ia akhirnya membiarkan aku, aku lihat matanya yang indah tersirat oleh luka di sana.

"Kenapa Humaira?"ucapku pelan.

"Tak apa gus,"jawabnya.

"Apa kau tak bahagia dengan pernikahan ini."tanyaku pelan.

"Aku bahagia dan bersyukur hanya saja banyak hal yang harus aku selesaikan sekarang maukah mas Rafka menunggu ku."ujarnya.

"Aku akan selalu menunggu kamu Humaira."jawabku.

Entah kenapa ia langsung memelukku dan aku pun langsung membalas pelukan itu, aku tahu menghadirkan cinta di tengah pernikahan karena perjodohan itu sangat sulit tapi aku akan berusaha agar dia mencintai ku.

Aku memakaikan ia kerudung lalu mengajaknya untuk keluar ke suatu tempat yang selama ini aku sembunyikan dari siapapun, aku dan Hanin memang sudah tinggal di pesantren milik Abi ku karena memang Hanin yang masih kuliah jika tinggal di Cirebon akan jauh dari Jakarta.

Aku membawanya ke dalam mobilku dan mulai meninggalkan kawasan pondok pesantren, ia terus bertanya kepadaku karena aku mengajaknya keluar di waktu malam hari. Beberapa menit kemudian, aku dan ia hampir sampai di tempat itu namun sebelum itu aku menyuruhnya untuk menutupi kedua matanya dengan sebuah kain yang berwana hitam yang memang telah aku sediakan.

Ia hanya menuruti kemauan ku, aku pun tersenyum penuh kemenangan. Setelah itu aku turun dari mobil dan menuntunnya turun dari mobil, aku tahu Hanin tak pernah betah tinggal di pesantren makanya saat aku tahu Abi akan menikahkan aku dengan Hanin.

Aku langsung mencari tempat tinggal yang tak jauh dari pesantren dan kampusnya, aku membuka pintu apartemen lalu menuntunnya masuk ke dalam. Aku langsung membawanya ke balkon dan membuka penutup matanya.

"Wah, di mana ini gus?"tanyanya padaku.

"Ini adalah hadiah untukmu dari ku."ujarku.

Aku menangis tanpa suara, aku membawanya ke dalam pelukanku.

"Kamu kenapa?"tanyaku.

"Terima kasih gus, aku bahagia."ujarnya pelan.

Aku dan dia menikmati suasana malam di balkon apartemen ini sambil bercerita tentang semuanya, ia tak pernah menutupi apa yang ia lakukan selama ini. Dia menceritakan semuanya dari awal hingga akhir dan aku pun menjadi pendengar yang baik untuknya malam ini.

Tanpa sadar ia terus bercerita namun matanya terpejam dan perlahan-lahan ia mulai tertidur, biasanya orang yang mendengarkan orang bercerita yang tertidur namun kali ini berbeda. Istriku memang ajaib, dia gadis yang benar-benar berbeda dan memang paling unik aku sangat bersyukur atas keberadaan dirinya.

Aku menggendongnya ke kamar, lalu aku membaringkan tubuhnya di atas kasur. Aku berjalan ke sampingnya lalu berbaring, aku menjadikan tanganku menjadi bantalnya dan memeluknya erat.

Aku tertidur pulas bersama dengannya di malam yang begitu indah.

Di pertengahan malam aku merasa Hanin bangun dari tidurnya dan melepaskan pelukanku, setelah itu dia pergi ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu. Semenjak aku menikah dengannya dia memang gadis yang benar-benar rajin dalam segala hal tak salah memang Abi dan umi sangat menginginkan ia menjadi menantunya.

Aku pun bangun dari tidurku, saat itu juga pintu kamar mandi terbuka dan menampilkan wajahnya yang basah dengan air wudhu. Aku bangkit dan berjalan ke arahnya.

"Tunggu aku."ucapku dan ia hanya mengangguk pelan.

Setelah mengambil air wudhu dan berpakaian rapi, aku pun mengajaknya sholat tahajud. Dan setelah itu ia pun mengulang hafalannya denganku, kami berdua membantu satu sama lain. Ia menyimak hafalanku dan aku menyimak hafalannya, sungguh dia gadis yang begitu mulia.

"Mas, apakah Hanin boleh bertanya?"ucapnya pelan.

"Iya, kenapa."jawabku.

"Gus, kenapa beli apartemen bukankah kita berdua akan tinggal di pesantren?"tanya Hanin.

"Kita berdua memang akan tinggal di pesantren tapi itu setelah kamu lulus dari kampusmu, aku tak tega melihat kamu pulang pergi sendiri."jelasku.

"Tapi Hanin, gak enak sama umi gus."ucapnya.

"Hanin, aku telah bicara dengan umi dan Abi sebelum membeli apartemen ini."ujarku.

"Baiklah."ucapnya mengalah.

Adzan subuh berkumandang aku dan Hanin langsung bersiap-siap untuk melaksanakan shalat berjamaah, setelah ini aku dan dia berencana untuk menemui Abah Syahrul dan ibu Arsya di panti asuhan.

Setelah shalat Hanin berganti pakaian sedangkan aku memilih untuk membaca kitab-kitab yang pernah aku pelajari selama mondok dulu, aku tahu Hanin pasti akan memasak dan memang kebetulan aku sudah membelikan segala kebutuhannya untuk beberapa hari ke depan.

Aku melanjutkan kegiatan ku, sambil menunggunya selesai. Sebenarnya aku sudah lapar tapi aku harus menunggunya memanggilku, aku menutup kitabku dan menaruhnya di rak buku setelah itu berganti pakaian.

Tok tok tok

Suara ketukan pintu dari luar membuatku langsung berjalan dan membukakannya.

"Gus, sarapan dulu yuk."ujarnya.

Hatiku terasa menghangat saat ia seperti ini, tanpa banyak bicara lagi aku pun langsung berjalan terlebih dahulu menuju ke dapur. Di sana sudah tertata rapi nasi goreng dengan potongan keju dan telur gulung kesukaanku.

Setelah membaca doa aku dan dia langsung menyantap nasi goreng buatannya itu.

Aku sangat bersyukur karena memiliki istri seperti Hanin yang cantik luar dan dalamnya, tak banyak hal yang aku tuntut darinya hanya aku berharap setelah ini. Rasa cintanya akan tumbuh dan berkembang untukku, aku tak ingin menyentuhnya dulu sebelum ia benar-benar mencintai ku.

Aku tahu berat rasanya menikah dengan laki-laki yang bukan dari hatinya, apalagi setelah Zaidan laki-laki yang aku kenal di pesta pernikahan itu dahulunya adalah sahabat yang mencintai Hanin begitu dalam.

Walaupun Hanin mengatakan kalau dia tak mencintai laki-laki itu tapi aku rasa kedekatan mereka melebihi sebatas sahabat, biarkan saja kisah masa lalu itu, karena sekarang kisah ku dan ia akan di mulai. Aku akan membiarkan ia menyelesaikan masa lalu itu, selama ia tak melebihi batas sebagai seorang istri dan aku merasa dia tahu dan paham akan hal itu.

Untuk apa aku mengekangnya selagi ia mampu menjaga kehormatannya sebagai seorang istri, aku percaya kepadanya dan ia pun harus percaya kepadaku.

Dan satu hari nanti kita bisa benar-benar bersama sampai takdir yang memisahkan kita.

After Rain ( Squel Senja Di Pesantren ) EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang