"Kedatangan kamu hanya membuat ku semakin merasa bersalah atas semua yang terjadi."
Hanin Raihana Syahira
***
Bunga mawar putih menghiasi ballroom hotel yang di jadikan tempat resepsi pernikahan antara Ning Hanin dan Gus Rafka, ada kebahagiaan tersendiri yang di rasakan oleh keduanya. Rasanya dunia seakan milik mereka berdua saat ini, entah sudah berapa kali mereka duduk dan berdiri menyambut tamu undangan yang hadir dalam pesta pernikahan ini.
"Kamu duduk aja Ning."ujar Gus Rafka, Hanin menyeringit bingung.
"Tidak usah Gus."tolak Ning Hanin halus.
Mereka berdua sama-sama terdiam dan memandang tamu-tamu yang hadir di pesta mereka, mata Hanin menangkap dua orang yang sangat ia kenal namun di belakang mereka berdua juga ada dua orang yang tidak sama sekali ia kenal.
"Ning, selamat yah."ucap Friska yang entah kenapa dia langsung memelukku erat.
"Terima kasih Ris,"balas Ning Hanin, lalu setelahnya Friska langsung turun dan tersisa Zaidan yang terdiam terpaku melihat Ning Hanin.
Ning Hanin bisa melihat dari sudut mata laki-laki itu sudah tampak berair dan matanya pun memerah berkaca-kaca, entah kenapa rasa bersalah langsung hadir dalam hatinya. Zaidan menyerahkan sebuah kotak beludru berwarna merah yang berbentuk hati, ia mengambil tangan Ning Hanin yang masih terdiam tanpa suara.
"Terima kasih atas semua yang pernah terjadi antara kita."ujarnya.
Terlihat Ning Hanin begitu juga Gus Rafka langsung terkejut dengan perkataan itu, Zaidan melepaskan tangan itu lalu menoleh ke belakang. Melihat kedua orangtuanya yang menatap Zaidan bingung, Zaidan menggenggam tangan ibunya lalu menyuruh ibunya mendekat ke arah Ning Hanin.
"Perkenalkan ini kedua orangtuaku yang dulu sering banget kamu ingin temui mereka."ujar Zaidan.
Kecanggungan yang terjadi di atas pelaminan tersebut membuat Ning Hanin merasakan sesak di dadanya, ia tak pernah membayangkan bahwa hal ini benar-benar akan terjadi. Melihat hal tersebut umi Senja pun menghampiri Ning Hanin, umi tak pernah tahu apa yang terjadi dahulu di antara mereka namun ia merasa ada kisah yang benar-benar belum selesai di sini.
Saat umi Senja berdiri di samping Ning Hanin barulah ia menyadari akan sesuatu yang amat terpenting, ia belum sempat mengobati luka itu pada laki-laki yang dulu amat sangat mencintai dirinya.
"Ardi."ceplos umi Senja.
"Ning."ceplos Ardi berbarengan dengan umi Senja.
Ning Hanin menoleh ke arah umi Senja, ia tak pernah menyangka bahwa uminya dan ayahnya Zaidan sudah saling mengenal dan mungkin pernah terjadi sesuatu di antara mereka dahulu.
"Zaidan kita pulang sekarang."tegas Ardi.
"Tunggu, biar kita bicarakan ini terlebih dahulu."ujar umi Senja.
"Untuk apa."ucap Ardi.
"Biar aku pertegas Ardi, ingat kita sudah sama-sama saling dewasa dan kita perlu menyelesaikan ini sekarang."jelas umi Senja, entah kenapa ayah Zaidan pun terdiam dan mengikuti kemauan dari Senja.
Umi Senja mengajak Ning Hanin, Zaidan, Ardi dengan istrinya ke sebuah ruangan yang memang di khususkan untuk tamu-tamu penting.
Liana menatap canggung kepada Senja, ia tahu wanita ini adalah orang yang sangat di cintai oleh suaminya dulu. Liana tahu betul walaupun ia tak pernah mengetahui rupa asli dari Senja saat suaminya menceritakan semuanya, kesalahan pada masa lalunya dulu bukan akibat dari Senja melainkan dari suaminya sendiri.
Karena ingin membantu orang tuanya membalaskan dendam masa lalunya tapi semuanya gagal karena suaminya malah jatuh cinta pada Senja, Senja menatap kosong Ardi lalu menghembuskan nafas pelan.
"Aku sekali lagi meminta maaf kepada kamu Di."ujar Senja.
"Harusnya aku yang meminta maaf kepada kamu Ning, di sini saya malu dan saya yang salah. Saya sudah memberikan begitu banyak luka kepada kamu Ning."ujar Ardi.
"Saya sudah melupakan semua itu."ucap umi Senja.
Begitu Zaidan juga Hanin akhirnya sama-sama tahu kalau ada kisah di antara mereka dulu, resepsi pernikahan Ning Hanin yang harusnya sangat membahagiakan namun karena kejadian ini Ning Hanin terlihat sering kali melamun.
Andaikan saja dulu Zaidan mau memperkenalkan dirinya dengan kedua orangtuanya pasti saja pernikahan ini tak akan pernah terjadi, tapi nasib sudah menjadi bubur dan takdir tak bisa lagi di hindari.
Kini ia telah menjadi istri dari seorang Gus yang mau menerima dirinya apa adanya, dia lelaki yang amat sangat bertanggung jawab dan menghormati dia sebagai seorang wanita dalam hidupnya setelah uminya.
Pesta pernikahan yang begitu ramai tapi hatinya kosong semuanya seakan ilusi dan mimpi yang terjadi saat ia tertidur, perasaan yang hampa dan hancur ketika ia tahu kenyataan yang pahit akan masa lalu uminya dengan ayahnya Zaidan sungguh tak bisa ia kendalikan.
Tanpa sadar air mata luruh begitu saja dari sudut matanya namun Ning Hanin tak tahu bahwasanya Gus Rafka memperhatikan semuanya sedari tadi, ia menyadari bahwa ada perasaan dan kisah yang belum terselesaikan di antara mereka.
Ada perasaan sesak di dalam sana yang ingin sekali ia keluarkan tapi tak bisa, dia begitu sangat menghormati wanita dan ia tahu menyakiti perasaan wanita sama saja ia menyakiti perasaan uminya. Gus Rafka mencoba menenangkan pikirannya yang benar-benar kacau melihat istrinya menyimpan sebuah perasaan untuk laki-laki lain selain dirinya.
Namun ia sadar pernikahan ini terjadi karena perjodohan dan memang akan sulit beradaptasi secara cepat, ia harus sabar dan perlahan-lahan menumbuhkan rasa cinta kepada wanita di sampingnya tersebut.
Kelopak-kelopak bunga mawar yang bertaburan di ruangan ini tanpa sadar hal itu menunjukkan bahwa, itu adalah air mata yang jatuh dari mata indah seorang Hanin Raihana Syahira.
Umi Senja melihat itu semua ia sadar bahwa masa lalunya juga menjadi bayangan untuk putrinya itu, melihat putrinya terdiam seribu bahasa membuat dirinya semakin merasa bersalah coba saja hal itu tak pernah terjadi putrinya pasti akan bahagia.
Dan kalau pun dulu memang pernah terjadi ia tak pernah berharap bahwa Hanin sangat dekat dengan masa lalunya itu, entah kenapa pesta pernikahan itu terasa canggung dan perasaan ini pula yang di rasakan oleh Gus Hanif dan Ning Hana mereka berdua bisa merasakan kesedihan yang di alami oleh Ning Hanin yang Tek bisa mereka gambarkan.
Senyum memang menghiasi wajah cantiknya tapi matanya memancarkan sorot kesedihan yang begitu mendalam, tak bisa di gambarkan dan tak bisa di jelaskan. Ning Hana mendekat ke arah Ning Hanin lalu menggenggam erat tangannya, mencoba memberikan sedikit kekuatan agar kakaknya ikhlas dan tabah menjalani semuanya.
"Percayalah mbak, akan ada pelangi setelah hujan. Mbak harus sedikit bersabar untuk sampai pada fase tersebut."ucap Ning Hana sambil berbisik ke Ning Hanin namun hal itu bisa di dengar oleh Gus Rafka.
KAMU SEDANG MEMBACA
After Rain ( Squel Senja Di Pesantren ) End
Literatura FemininaPersahabatan yang menjadi cinta namun gagal karena sebuah perjodohan, mengantarkan keduanya terhadap pilihan yang sangat sulit dan memutuskan untuk keduanya saling mengikhlaskan satu sama lain. Cinta mereka tumbuh lewat persahabatan sehingga tak mam...