🍃Cerita Gus Hanif🍃

173 17 0
                                    

Aku tak pernah tahu tentang kehidupan kamu, hingga saat kau datang aku sedikit berpikiran yang tidak-tidak terhadapmu.

***

"Nif, kata Rafka cewek yang tadi siang sama kamu itu kembaran kamu."cerocos Faris.

"Cewek yang mana?"tanya Nabil karena memang dia yang tak tahu apa-apa.

"Itu yang lagi diributin sama santri kamu kan udah denger tadi."ucap Faris agak sewot.

"Oh yang itu, aku cuma liat dari kejauhan tapi dia emang keliatannya cantik banget."ucap Nabil

"Bukan cantik-cantik lagi bil, dia udah kaya bidadari aja yang turun dari bumi."ucap Faris dengan berbinar sedangkan Hanif hanya tertawa mendengar ocehan kedua orang tersebut. Aku juga lebih memilih diam daripada ikut campur dengan mereka.

"Dia kembaran ku, namanya Hanin Raihana Syahira dia adik kandung ku."jelas Hanif.

"Loh ko namanya sama yah kaya Hana,"ucap Nabil.

"Iya karena Hanin sendiri yang pingin nama adiknya sama kaya nama dia."ucap Hanif.

"Terus selama ini dia tinggal di mana, kalau di pondok kayanya kaga mungkin setiap kita liburan disini kita gak pernah lihat dia nif."ucap Faris.

"Dia memang gak mondok, dia tinggal di jakarta sama kakek dan nenek. kemarin aku jemput dia untuk dibawa balik ke cirebon soalnya dia emang jarang pulang."jelas Hanif.  Aku sendiri terkejut saat Hanif membenarkan bahwa gadis cantik itu memang tidak berada di pondok.

"Tapi ko kayanya dia keliatannya seperti anak pondok."tanya Nabil.

"Dia memang gak pernah mondok tapi kakek dan nenek selalu mengajarkan dia prinsip seorang santri perempuan sekaligus seorang Ning jangan salah walaupun dia begitu dia udah tiga puluh juz saat dia duduk di kelas dua SMP dan dia udah di simak oleh Abi dan Umi.

"Rencananya setelah acara studi banding ini Abi dan Umi akan melaksanakan syukuran kecil dengan mengundang para kiai dan bu nyai sahabat Abi dan Umi untuk menyimak hafalan Hanin dan juga beberapa santri yang memang sudah tiga puluh juz."ucap Hanif.

"Oh berarti bareng sama gus Hamdan dan Ning Alya yah."ucap Faris

"Ko kamu tahu sih ris, gus Hamdan sama Ning Alya di simak tahun ini."tanya Nabil.

"Biasa."ucap Faris, Dasar tukang gosip.

"Terus di jakarta dia sekolah di sekolah umum apa agama."tanya ku.

"Dia sekolah di sekolah internasional yang memiliki banyak budaya, agama dan ras yang berbeda."ucap Hanif.

"Oh, tapi alhamdulillah ya dia gak kebawa sama pergaulan anak jakarta yang luar biasa."ucap Faris.

"Gak semua anak jakarta bergajulan ris, justru terkadang anak-anak dari kampung yang meniru kenakalan mereka yang menurut mereka udah norak"ucap ku. Faris hanya menunjukan cengirannya saja aku pun menghela nafasku.

Hanif menyenderkan punggungnya ke dinding kamar saat ini kami memang sedang berada di asrama putra lebih tepatnya kamar yang sudah kami tempati sejak mondok di sini. Kamar yang hanya berisikan tiga orang saja dan tak pernah di tambah oleh siapapun walaupun di kamar ini masih terdapat sebuah kasur yang berada di atas.

Tapi saat ini kami duduk di atas lantai yang beralaskan kasur berbulu milik Nabil, Nabil bangkit dari tempat duduknya menuju kamar mandi sedangkan Faris sedang berkutut dengan bukunya saat ini.

Aku bangun dari tempat dudukku menuju jendela kamar yang di sinari oleh bulan yang bersinar Indah malam ini.  Aku menutup pintu jendela itu karena udara malam semakin dingin aku memutuskan untuk tidur tapi sebelum itu aku mengambil air wudhu terlebih dahulu.

Ku lihat Hanif sedang membantu Faris menyelesaikan tugas untuk besok, Nabil keluar dari kamar mandi aku pun segera masuk dari kamar mandi. Tak perlu berlama-lama di kamar mandi aku segera keluar dan langsung menuju tempat tidurku yang berada di bawah sedangkan yang diatas adalah tempat tidur Hanif ia memang sering tidur di sini di bandingkan dengan ndalem.

Jam menunjukan pukul sebelas malam, tapi aku belum bisa tidur sedangkan Faris sendiri tidur di antara buku-bukunya. Hanif sendiri tengah memainkan ponselnya.

"Nif, belum tidur?"tanya ku.

"Eh, iya. Aku lagi chatting sama Hanin dia minta di beliin martabak di depan pesantren."ucap Hanif.

"Ya udah sana keburu di tutup dulu."ucapku.

"Anterin yuk, kita jalan kaki aja."ajak Hanif.

Aku pun beranjak dari tempat tidurku lalu memakai jaket yang biasa aku pakai untuk menutupi baju lengan pendek yang ku kenakan. Aku dan Hanif pun keluar dari kamar kami yang berada di lantai tiga dan ku lihat banyak santri yang masih berada di luar.

Aku dan Hanif berjalan kaki dengan santai saat melewati asrama putri ternyata di sana sedang mengadakan perkumpulan sehingga aku dan Hanif menjadi sorotan dan sedikit membuat keributan di sana.  Ocehan para santriwati sedikit membuatku dan Hanif terkekeh pelan.

"Masya allah pangeran bersarung."

"Eh, suami ana lewat."

"Cup yang pakai jaket."

"Yang pakai kemeja aja biar jadi kakaknya Hana."

Dan masih banyak lagi ocehan para santriwati itu aku dan Hanif hanya mengabaikan itu semua sesampainya di depan gerbang pesantren kami segera meminta pak tejo membukakan pintu.

Setelah pintu gerbang di buka aku dan Hanif pun segera menuju kedai martabak yang ada di depan pesantren ini.

"Pak, martabak full keju sama martabak coklatnya satu di bungjus yah pak oh ya pak di tambah jelly potternya tiga yang dark chocolate."ucap Hanif.

"Pesenannya banyak banget nif,"ucap ku

"Biasalah Hanin, dia kalau udah di rumah gak pernah absen dari martabak ini kapanpun kalau dia lagi pengen aku harus turutin kalau gak dia bakalan balik ke Jakarta sendirian."ucap Hanif.

"Emang dia udah pernah kaya gitu nin,"tanyaku.

"Udah, tapi baru sampai depan gerbang di tarik sama Abi. Dan yang kena marah ya aku Raf."jelas Hanif.

Tak lama kemudian, hp Hanif berbunyi tanda telpon masuk.

"Halo, ada apa na."ucap Hanif.

Aku hanya diam saja menunggu dia selesai mengangkat telponnya. Ku lihat Hanif berjalan ke meja pesanan lagi dan mesan sesuatu lagi.

"Kenapa nif,"tanyaku.

"Itu Hana, minta di beliin martabak ketan sama jelly potter."ucap Hanif.

Berapa lama kemudian martabak dan jelly potter pesanan Hanif jadi. Hanif menyerahkan dua lembar uang seratus ribu lalu kita pun segera kembali ke pesantren untuk mengantarkan pesanan Hanin dan Hana.

Sesampainya di ndalem aku lihat Hanin tengah duduk di kursi meja makan sambil membaca sebuah buku sedangkan Hana sibuk dengan ponselnya.

After Rain ( Squel Senja Di Pesantren ) EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang