𝐊𝐞𝐝𝐮𝐚 𝐏𝐮𝐥𝐮𝐡 𝐋𝐢𝐦𝐚

278 40 154
                                    

“Yang membuatku merasa bersalah pada Byulyi hingga sekarang adalah, waktu itu aku tak merangkulnya. Tetapi justru membiarkan dia melewati semua kesulitannya seorang diri” Ungkapnya menahan tangis.

“Sampai dihari ibunya meninggal dunia, aku berusaha tetap berada disisi Byulyi untuk menguatkannya karena aku terlalu merasa bersalah. Tapi ternyata dia sudah tumbuh menjadi gadis yang kuat. Bahkan sampai acara pemakaman pun anak itu tak menangis sedikitpun” Pungkas Yongsun.

Seokjin mendengarkan dengan cermat cerita Yongsun itu, seperti dapat merasakan penderitaan yang dialami Byulyi waktu itu. Saat hipnoterapi tadi Byulyi mengaku bahwa dia telah membunuh ibunya, padahal dia bilang dia tak ingin membuat ibunya menderita. Sepertinya Seokjin semakin yakin bahwa Byulyi sebenarnya menyalahkan dirinya sendiri atas kematian ibunya, karena begitu besar rasa sayangnya kepada wanita itu.

“Ayahnya? Bagaimana dengan ayah Byulyi?” Tanya Seokjin pada Yongsun.

“Ah, ayahnya adalah orang yang buruk” Ungkap Yongsun dengan nada rendah. “Byulyi sangat menyayanginya, tapi ayahnya sering menyakiti hatinya”

Pengakuan dari mulut Yongsun itu cukup membuat Seokjin terperanjat. Tadi Byulyi sempat menyinggung ayahnya, namun dia tak sanggup untuk melanjutkan semuanya. Pikiran pria itu berputar-putar pada sosok yang sedang diceritakan oleh Yongsun itu. Sepertinya ada sesuatu lain yang harus dipecahkan oleh Seokjin, tentang keterkaitan antara rasa bersalah Byulyi dan ayahnya.

“Bahkan dihari kematian istrinya pun, dia tak ada disana. Hanya aku dan ibuku yang menemani Byulyi dirumah duka sampai acara pemakaman selesai. Anak itu masih berumur enam belas tahun, tapi dia sudah merasakan hal yang sangat menyakitkan seperti itu. Ayahnya pergi begitu saja dari sisi Byulyi dan sama sekali tidak meninggalkan apapun untuknya” Terang Yongsun sambil berkaca-kaca.

“Akhirnya ibuku menyuruh Byulyi untuk tinggal bersama kami. Kukira saat itu dia akan kembali ceria seperti dulu, tapi ternyata tidak. Byulyi justru semakin dingin dan lebih senang menyendiri” Lanjut wanita itu.

Seokjin tidak bersuara. Dia terus menatap Yongsun yang sedang serius berbicara dihadapannya.

“Beberapa bulan setelah ibu Byulyi meninggal, Aku juga akhirnya kehilangan Ibuku” Ucapan Yongsun bergetar tapi dia masih sanggup tersenyum kecil.

Yongsun terdiam sejenak sebelum dia kembali melanjutkan ceritanya.

“Waktu itu aku merasa duniaku sudah benar-benar hancur karena aku tak punya siapapun selain ibuku. Aku sadar bahwa aku tak sekuat Byulyi. Bahkan sempat terlintas didalam pikiranku untuk mengakhiri hidupku saja. Tapi kau tahu kenapa aku bisa bertahan sampai sekarang, dokter?” Tanya Yongsun sambil menaikkan padangannya kearah Seokjin.

“Byulyi menyadarkanku. Aku sangat mengingat satu potong kalimat yang keluar dari mulutnya waktu itu. ‘Seseorang mengatakan ini padaku, tetaplah hidup sampai takdir yang memaksamu untuk pergi’.” Ucap Yongsun sambil mengikuti nada bicara Byulyi.

Seokjin memicingkan matanya.

Tetaplah hidup sampai takdir yang memaksamu untuk pergi?

Sepertinya kalimat itu tak asing ditelinga Seokjin.

“Ternyata dibalik sikap dinginnya itu Byulyi sanggup menguatkanku. Dia pernah bercerita bahwa dia kembali menemukan alasannya untuk tetap hidup dari kalimat itu.” Jelas Yongsun lagi.

Tiba-tiba Seokjin mengingat sesuatu. Malam itu, dua puluh dua desember tahun dua ribu delapan, Seokjin melihat seorang wanita yang sedang hendak melompat dari lantai dua belas. Pria itu menahannya dan mengatakan hal yang sama seperti yang diceritakan oleh Yongsun. Apa itu Byulyi? Dari sekian banyak remaja di kota Seoul, kemungkinan bahwa itu adalah Byulyi sangatlah kecil. Bahkan bisa dikatakan mustahil.

Sociopath [Jin X Moonbyul] (Complete) ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang