𝐊𝐞𝐭𝐢𝐠𝐚 𝐏𝐮𝐥𝐮𝐡 𝐃𝐮𝐚

275 43 94
                                    

"Ahhhh" Seokjin kembali mengerang setelah merasakan nyeri hebat dikepalanya.

Nyeri itu terasa berkali-kali lipat lebih sakit daripada bahunya saat ini. Mata Seokjin terpejam dengan air mata yang masih bercucuran dari pelupuk matanya. Pria itu meringkuk kesakitan sambil terus memegangi kepalanya.

Jangankan untuk bangkit, untuk memfokuskan pandangannya saja Seokjin sudah tak mampu saat ini.

Hanya berselang sepuluh menit, Byulyi tiba dipekarangan rumah Seokjin. Dengan tergesa-gesa wanita itu berlari menuju pintu masuk namun bilik itu dikunci dari dalam. Byulyi memanggil-manggil nama Seokjin dari luar dengan cemas dan berharap pria itu segera membuka pintunya.

Tetapi Byulyi akhirnya mengingat sesuatu.

"Hannam-dong 7560. Sandinya 221208"

Ucapan Irene tadi terngiang dikepala Byulyi.

"Madda! Sandinya 221208"

Dengan segera Byulyi mengetikkan angka itu dilayar digital dekat pintu masuk dan benar saja, pintu itu terbuka lebar saat ini. Ketika Byulyi hendak bergegas masuk, langkahnya justru berhenti begitu saja.

221208?

Alisnya mengernyit spontan. Jika dipisah masing-masing sebanyak dua digit akan menjadi 22-12-08. Byulyi terperanjat diposisinya setelah mengingat tanggal itu. Dua puluh dua bulan dua belas, tahun dua ribu delapan. Tepat di hari ketika Byulyi yang hendak mengakhiri hidupnya itu diselamatkan oleh seorang pria muda dan orang itu memang benar-benar Seokjin.

Dengan segera wanita itu berlari kedalam rumah untuk mencari keberadaan Seokjin namun Byulyi tak menemukan apapun. Dari ruang tamu hingga ke dapur, Seokjin tak kelihatan sama sekali.

Hingga akhirnya wanita itu menangkap samar suara ringisan yang terdengar seperti suara pria yang sedang dicarinya itu. Byulyi lantas langsung membuka salah satu pintu yang diduganya adalah kamar Seokjin, kemudian segera masuk kedalam.

Kedua bola mata wanita berusia dua puluh delapan tahun itu membuka lebar ketika melihat Seokjin sudah tergeletak dilantai sambil mengerang kesakitan, dengan butiran-butiran pil putih berserakan disekitarnya.

"Kim Seokjin!" Pekik Byulyi lalu segera menghampiri pria itu.

Air mata mengalir begitu saja membasahi kedua pipi Byulyi ketika melihat keadaaan Seokjin saat ini. Irene benar. Hanya dengan melihat pria itu kesakitan seperti ini, sangat cukup untuk membuat hati Byulyi terasa begitu hancur. Wanita itu menjernihkan pikirannya agar dia bisa melakukan petolongan bagi Seokjin, tetapi dia sama sekali tak tahu apa yang harus diperbuat sekarang.

Wanita itu segera mengambil ponsel dari sakunya dengan panik dan berniat untuk memanggil ambulans untuk Seokjin. Tetapi niatnya tiba-tiba berhenti.

"Majayeo!" Pekik Byulyi dalam hati.

Wanita itu meletakkan ponselnya dilantai, lalu duduk didekat Seokjin. Byulyi menaikkan kepala Seokjin keatas pangkuannya kemudian cepat-cepat dia memeluk pria itu dengan erat.

Berpelukan dapat mengurangi rasa sakit psikologis seseorang.

Sekarang Seokjin hanya membutuhkan itu. Dengan air mata yang masih menetes, Byulyi mendekap pria itu dan mengusap pelan rambutnya.

"Gwenchanasseo, Kim Seokjin" Lirih Byulyi sambil terus memeluknya.

"Aku disini" Bisik Byulyi sambil menggigit bibirnya agar tangisnya tak pecah saat itu.

Seokjin tak menjawab. Pria itu masih tetap meringkuk seperti sebelumnya, sambil mengerang kesakitan. Kepalanya benar-benar berat saat ini sampai Seokjin tak lagi bisa menyadari keberadaan Byulyi disisinya.

Sociopath [Jin X Moonbyul] (Complete) ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang