Bab 6 = Beomgyu di Malam Hari

400 121 2
                                    

Shin Ryujin
3 hari setelah absen

"Oke kalau begitu, mau dimulai dari mana kalian bertanya?"

Pilih Aku Beomgyu

"Teman saya kayanya ada yang kerasukan, tapi bukan kaya teriak-teriak gitu om," ujar Sungchan.

"Jiwa raga menyerupai namun kamu rasa dia bukan teman kamu?" tanya Om Benji memastikan. "Dan tolong panggil saya Benji saja, Om itu nama keluarga saya beserta Dabin dan Giri," sambungnya lagi.

Sungchan tertegun. Bukan saatnya untuk mengkoreksi nama orang.

"I-iya, dia mirip Beomgyu kaya ga ada yang beda. Cuma sifatnya doang-"

"Sama suara, suaranya berubah," tambahku. Om Benji dan Sungchan menatapku sesaat, tidak lama namun tatapan itu terasa penasaran.

"Biasanya orang yang kaya gitu jiwanya lagi keluar, terus raganya diambil sama jiwa lain, tapi kalau kasus ini..." Om Benji terdiam seketika lampu kerlap-kerlip itu berubah menjadi hijau. Tidak ada lampu yang hidup selain lampu hijau.

"Kasus ini malah lebih seram dari jiwa orang lain yang masuk ke tubuh teman kamu, kalau kasus itu tinggal liat kepribadian si jiwa apa dia baik atau jahat, tapi kalau ini..."

Lampu kemudian berubah menjadi kuning, tidak ada warna hijau, biru, dan merah.

"Dia bukan mau nukarkan jiwa, udah jelas jiwa ini jahat. Nama kamu siapa?" tanya Om Benji kepadaku. Mungkin dia menanyakan hal ini karena dia mengetahui nama Sungchan tapi belum mengetahui namaku.

Oke baiklah.

"Shin Ryujin Om-Benji,"

"Okey, Shin Ryujin. Coba kemarikan tangan kamu," titahnya. Tangan kananku ku letakan di meja pembatas antara pengunjung dan peramal. Om Benji menarik tanganku mendekat ke arahnya. Mau tak mau aku membusungkan badanku agar tanganku tidak sakit.

Dia meraba garis tangan yang ada di telapak, lalu dia meraba kelima jari kuku. Mataku melihat ke arah mana tangannya meraba bagian tangan ku yang lain, tanpa kusadari orang itu sudah menatapku sedari tadi selama dia meraba tanganku.

Aku tersentak melihat tatapannya.

"Kamu bawa orang ya?" tanyanya. Nadanya lebih ketus dari sebelumnya. Bisa kuperhatikan wajah Sungchan yang mulai panik karena pertanyaan itu.

Aku menggelengkan kepalaku, "e-enggak, saya cuma sama Sungchan,"

Lampu berubah menjadi warna hijau kembali. Tidak, kali ini hanya setengah dari seluruh warna hijau yang menyala. Om Benji langsung melepaskan tanganku. Dia mengambil uang yang telah kami berikan kepadanya. Di hentakannya uang itu di hadapan aku dan Sungchan.

"Kalian mending pergi sebelum ada yang datang, uangnya saya kembalikan karena saya belum sempat jelasin. Balik lagi ke sini kalau lampunya nyala semua ya," ujar Om Benji. Sebenarnya aku penasaran kenapa Om Benji berkata demikian, tapi aku dan Sungchan tahu menanyakan hal itu tidak berguna. Baginya yang berguna adalah pergi dari tempat ini.

Aku menarik tangan Sungchan untuk pergi. Feeling ku mengatakan bahwa lebih baik kami pergi.

"Ayo Sungchan, anter gua ke rumah."

•••

"Berarti kalau setengah lampunya ada yang datang dong," ucap Sungchan di mobil.

"Siapa yang datang?"

"Mana gua tau, paling mahkluk halus," jawabnya santai. Sembari mengendarai mobil, apakah Sungchan tidak kepikiran tentang hal ini? Kenapa dia santai sekali layaknya kami dalam cerita horror.

"Sungchan, kayanya kita ga perlu selidiki lebih lanjut lagi," pintaku kepadanya. Sungchan menurunkan kecepatannya, wajahnya di lirikan ke arahku sejenak namun seperkian detik kemudian dia kembali fokus pada jalanan.

"Seriusan? gimana kalau semuanya ada sangkut pautnya sama elu?"

"Tapi selama ini Beomgyu cuma ngincer gua doang, lu kaga perlu ikut campur," jelasku kepadanya.

"Beomgyu kan juga teman gua Ryu, sekenal apa lu sama Beomgyu, gua lebih kenal Beomgyu. Orangnya kaga pernah kaya gini," fokus Sungchan masih kepada jalanan sedangkan fokusku hanya kepada Sungchan. Tidak enak melihat pemandangan lainnya.

"Ya karena lu temannya, kalau lu kenapa-napa gimana? Menurut gua yang kita lakuin ini bisa makan korban jiwa lho," jelasku.

"Feeling lu selalu benar ga?"

Aku terdiam, terkadang perasaanku benar terkadang lagi salah. Itulah yang membuat diriku bimbang tentang perasaanku. Untuk menjawab pertanyaan Sungchan,

"G-ga tau,"

Bugh!

Kepalaku terpental ke depan. Sungchan mengerem mobilnya terlalu dalam dan tiba-tiba. Untungnya aku memakai sabuk pengaman di saat yang sepert ini, kalau tidak mungkin seluruh badanku terpental melewati kaca mobil Sungchan.

Aku memijit pelipisku setelah tragedi rem mendadak. Hal yang pertama kulihat adalah Sungchan yang melihat ke arah jalanan yang sedari tadi dia lihat. Aku mengikuti arah pandangnya dan ikut terdiam melihat apa yang ada di jalanan.

Choi Beomgyu.

Orang itu ada di depan mobil Sungchan. Beomgyu hanya berdiam diri saja di depan mobil brengsek ini dengan tangannya yang berisi gulungan kertas. Aku dan Sungchan melihat Beomgyu membuka gulungan itu dan membaca apa tulisan yang dibuatnya disana.

Ikuti aku Shin Ryujin, jalanku lebih baik dari jalannya.

Awalnya aku ingin keluar, tapi Sungchan menahan tanganku.

"Jangan keluar dulu," ujarnya. Dia menginjak pedal gasnya. Koplingnya kemudian di lepaskan. Aku tidak ingin membunuh Beomgyu tapi kelihatannya anak itu berlari menuju mobil.

Sungchan dengan kecepatan cepat mengarahkan mobilnya ke arah Beomgyu sehingga aku bisa melihat badan Beomgyu terpental ke atas mobil. Setelah badan Beomgyu terpental Sungchan memberhentikan mobilnya.

Aneh, kenapa tidak ada orang yang menyaksikan? Apa karena jalan menuju rumahku sesepi itu?

"K-kita cek?" tanyaku. Sungchan menggelengkan kepalanya. "Gak! Kita langsung ke rumah lu. Kalau gak sekarang ntar Beomgyu tau rumah lu dimana," ucapnya kepadaku.

Aku melihat ke arah belakang. Badan Beomgyu masih tergeletak begitu mobil Sungchan kembali di jalankan. Badan Beomgyu semakin mengecil begitu kami semakin jauh darinya. Untuk saat ini kami aman, tapi apakah kami aman untuk hari berikutnya?

Pilih Aku Beomgyu = War For The Pigs ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang