◇◇◇
Saga yakin, setelah Dewa mengetahui bahwa dirinya merupakan putra dari perempuan yang berstatus sebagai calon mama tiri Dewa, pemuda itu pasti akan semakin membenci Saga.
Namun, ada yang lebih membuat pikirannya kacau dari persepsi tersebut. Entah mengapa Saga manjadi takut kalau ibunyalah yang menjadi penyebab ayahnya Dewa selingkuh. Saga takut kalau ibunya berbohong soal hubungan mereka—Indah dan Ardian—yang mengaku hanya setahun saja. Saga sadar bahwa ia telah berburuk sangka, tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa itu memang benar, sebab hancurnya hubungan Indah dan Damar pun karena Indah yang ketahuan berselingkuh.
"Dimakan, Ga. Mikirin apa sih? Ibu perhatiin dari kemaren anak Ibu ngelamun terus," ujar Indah yang merasa tak nyaman dengan suasana kala itu.
"Bu."
"Hmm?"
"Kalau Saga minta Ibu buat putusin hubungan Ibu sama Pak Ardian, boleh nggak?"
Indah tertegun. Ini masih pagi, dan acara sarapan hari itu justru menjadi terasa hambar. Saga mulai menunjukkan sikap tak terimanya atas hubungan Indah dan sang kekasih.
"Kenapa nanya gitu? Pak Ardian baik sama kita, apa yang salah?"
"Gimana kalau ternyata selama ini dia jahat? Siapa yang tahu kalau ternyata—,"
"Saga! Tolong, kali ini hargai apa yang manjadi keinginan Ibu, Nak. Ibu cuma mau kita bahagia, Ibu cuma nggak mau lihat kamu kerja keras di saat kamu masih harus belajar. Kamu pikir Ibu senang lihat kamu kecapekan setiap hari? Ibu takut Ga, cuma Saga yang Ibu punya."
Mendengar suara lirih sang ibu, tentu membuat Saga merasa bersalah. Apalagi kini Indah terlihat menitikan air mata. Saga merutuki dirinya yang malah membuat sang ibu bersedih. Ia pun bangkit, menahan nyeri di kakinya dengan berjalan senormal mungkin. Hanya tidak mau membuat ibunya khawatir. Memeluk Indah adalah suatu cara yang paling ampuh menenangkan wanita paruh baya berstatus ibunya tersebut.
"Saga cuma bertanya Bu, maaf kalau Ibu tersinggung. Saga ... tetap merestui kok apa yang menjadi kehendak Ibu. Kalau Ibu bahagia sama Pak Ardian, Saga turut bahagia, Bu. Walaupun nantinya Saga bakal kehilangan seorang teman." Kalimat terakhir tentu saja ia hanya menyuarakannya di dalam hati.
Indah melepaskan pelukan Saga lalu mengusap lengan sang anak yang terbalut hoodie putih itu dengan lembut serta senyuman tipis.
"Enggak apa-apa, Nak. Oh ya, Ibu enggak lihat motor kamu di depan, ke mana?"
Saga gelagapan, lupa jikalau motornya masih berada di bengkel. Ia mencoba tenang agar Indah tidak khawatir.
"Dipinjem temen Bu, katanya mau dibalikin hari ini."
"Terus, kamu sekolah pake apa?"
"Saga bisa naik angkot, kasihan temen aku lagi kepepet Bu." Dalam hati, Saga mengucap kata maaf berulang kali, maaf karena sudah membohongi Indah.
"Kamu tuh kalau jadi orang jangan terlalu baik. Nanti dimanfaatin orang, Ga."
"InsyaAllah enggak, Bu. Kalau gitu Saga pamit, ya? Assalamualaikum," ucapnya seraya menyalami tangan Indah.
"Waalaikumsalam." Indah menatap kepergian putranya lalu menghela napas lega.
"Tinggal selangkah lagi Ga, mana mungkin Ibu batalin pernikahan Ibu sama ayah kandungmu. Maafin Ibu, Saga. Nanti Ibu akan cerita semuanya. Semoga saja kamu mau mengerti."
***
Pukul 06.30, Nadine mendapati seseorang tengah duduk memejamkan mata dengan kedua telinga tersumbat earphone putih. Badannya bersandar pada sandaran kursi. Nadine menepikan motornya guna mendekati orang tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sagara [Revisi]
FanfictionSagara pernah bilang, katanya dia tidak membenci takdir yang sudah meluluhlantakkan perasaannya. Hanya saja, dia benci pada dirinya yang sulit menerima takdir tersebut. Katanya, Sagara hanya ingin keadilan. Namun, mengapa ketika keadilan itu datang...