◇◇◇
Aston Tropicana, menjadi hotel pilihan Ardian dan Indah untuk melangsungkan akad serta resepsi pernikahan mereka. Tak banyak yang hadir di sana, sebab ini bukanlah pernikahan pertama mereka. Hanya saudara-saudara terdekat dan teman terdekat mereka saja yang hadir untuk menjadi saksi.
Acara sudah berlangsung sejak dua jam yang lalu, bahkan keduanya sudah melakukan akad sehingga pernikahan keduanya telah dinyatakan sah.
Dewa dan Saga duduk bersebelahan. Mereka mengenakan stelan jas berwarna senada dengan kedua mempelai pengantin. Sama-sama enggan duduk di pelaminan, mereka memilih untuk memisahkan diri dari keramaian.
"Enggak nyangka ya, dulu lo benci banget sama gue. Tapi akhirnya, kita malah jadi saudara. Hidup itu penuh misteri, nggak ada yang bisa nebak. Hari ini A, besok bisa jadi B. Enggak ada yang tahu. Kadang gue suka mikir, gimana kalau seandainya gue ini anaknya Bill Gates yang diculik terus terlantar di Indonesia. Hahah—aduh!"
Saga menatap Dewa kesal setelah Dewa menoyor kepalanya cukup kencang hingga ia merasa pusing.
"Bangun woy! Lo kebanyakan gadang, jadi otaknya rada geser."
"Gue udah bangun anjir, lo kira yang lagi ngomong sama lo ini setan?!"
Dewa tertawa kecil. Ia baru sadar kalau Saga lucu juga kalau sedang marah-marah. Tiba-tiba hatinya menghangat. Ia tak lagi merasa kesepian. Kini ada Saga yang akan menjadi teman bermain, teman mengobrol, atau bahkan lawan bertengkar.
"Udah ah, lo tunggu sini ya, gue mau jemput pelangi dulu." Saga bangkit dari duduknya, melepas jas lalu menggulung kemejanya sampai siku. "Titip jasnya ya, gue gerah. Nggak terbiasa pake gituan. Biasa juga kaosan sama koloran doang."
Dewa berdecak saat ia menerima jas tersebut, lalu menyampirkannya di sandaran kursi. Namun, tiba-tiba matanya melebar. Dewa bangkit dari duduknya lalu mencengkeram kerah kemeja Saga.
"Pelangi siapa bangsat?! Lo selingkuh dari Nadine?!"
Saga memutar bola matanya malas. Mulai lagi ini si Dewa. Ia memang jelek dalam hal mengontrol emosi. "Pelangi itu ya, pacar gue. Lo kira siapa lagi pacar gue kalau bukan Nadine?"
"Gue kagak paham!"
"Ya mana mau paham, kan lo jomblo. Udah ah, malu dilihatin orang. Baik-baik lo di sini." Saga melepas pelan tangan Dewa dari kerahnya, lalu menepuk pundak yang lebih tua sebelum ia pergi.
Sementara Dewa terdiam, sebelum akhirnya ia menepuk jidat. "Anjir bego kok dipiari sih Dew! Pelangi itu pasti panggilan sayang si Saga buat Nadine, ck!"
Dewa mendengkus kesal seraya mendudukkan diri kembali. Tak lama tangannya merogoh saku celananya, guna mengambil sebungkus rokok yang tersisa. Namun ketika ia hendak menyalakan pematik, Dewa teringat Saga. Adik tirinya itu pernah menasehatinya agar ia meninggalkan benda itu pelan-pelan.
Maka dengan helaan napas pasrah, Dewa membuang benda tersebut dan memilih memakan camilan yang tersedia di sana. Dewa mendengarkan dan bahkan menuruti perkataan Saga.
***
Kamar yang didominasi warna putih tulang dan coklat muda itu kini sudah seperti kapal pecah. Baju-baju, tas, bahkan sepatu berserakan di mana-mana. Pelakunya tak lain dan tak bukan adalah Nadine. Gadis itu sama seperti gadis pada umumnya, selalu bingung memilih baju saat hendak bepergian meski di dalam satu lemarinya berisikan berpuluh-puluh pasang pakaian.
"Astaghfirullah Teteh! Ini teh kamar atau gudang rongsokan?" pekik Aditya yang baru saja membuka pintu kamar. Niat hati ingin meminjam charger sang kakak, malah dibuat terkejut dengan isi kamar tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sagara [Revisi]
FanfictionSagara pernah bilang, katanya dia tidak membenci takdir yang sudah meluluhlantakkan perasaannya. Hanya saja, dia benci pada dirinya yang sulit menerima takdir tersebut. Katanya, Sagara hanya ingin keadilan. Namun, mengapa ketika keadilan itu datang...