◇◇◇
Indah menatap tajam kedatangan seorang lelaki berstatus mantan suaminya itu——Damar. Dadanya naik turun manahan gejolak amarah setiap kali melihat lelaki tersebut.
"Kenapa kamu lihat saya kayak lihat setan?" tanya Damar santai. Ia baru saja mengantarkan sepeda motor milik Saga yang tempo hari rusak akibat jatuh menghantam mobil Damar.
"Kita enggak ada urusan, lantas untuk apa kamu datang ke sini?"
Damar menghela napas berat. Kalau dia bersikap sama ketusnya dengan Indah, sudah jelas mereka akan ribut kembali seperti dulu. Karena itu, Damar memilih untuk mengalah demi menjaga agar keadaan tetap kondusif. "Saya mau anterin motornya Saga, sekalian mau mastiin kalau dia baik-baik aja," jawabnya dengan tenang.
"Saga selalu baik-baik aja tanpa kamu, jadi enggak perlu khawatir." Dan Indah masih terlihat angkuh dengan nada bicaranya.
Damar hanya tersenyum tipis, terlalu paham akan watak mantan istrinya itu yang terkadang keras kepala.
"Ya, alhamdulillah kalau dia baik. Lukanya berarti udah kering, sama jahitannya udah dilepas?"
Indah tertegun, dalam hati ia bertanya-tanya soal apa yang baru saja Damar katakan. Apakah putranya terluka? Tapi kenapa? Dan mengapa Saga tidak memberitahunya dan malah memberitahu Damar. Pikiran Indah mulai berkecamuk atas dugaannya terhadap Saga yang mungkin saja menginginkan kembali tinggal bersama Damar, hal itu membuatnya takut, Indah takut ditinggalkan oleh putra semata wayangnya.
"Kenapa diam? Apa kamu enggak tahu kalau kemarin Saga menabrak mobil saya dan berakhir jatuh? Kaca spion motornya patah, stangnya juga agak bengkok, terlebih lagi kakinya terluka dan harus dapat jahitan. Harusnya kamu bisa lebih peka jadi seorang ibu, kalau kamu enggak bisa jadi ibu yang baik, kasih dia sama ayahnya, yang mungkin bisa kasih dia kehidupan yang lebih baik." Damar masih berbicara dengan nada suara rendah, meski kata-katanya bisa dikatakan agak menusuk hati kecil Indah.
"Cukup! Lebih baik kamu pergi dari pada datang ke sini cuma buat memaki aku! Aku memang enggak tahu kejadian itu, tapi Saga lebih memilih diam karena dia enggak mau aku khawatir!"
"Ya sudahlah, terserah kamu saja. Motornya udah diperbaiki, ini ada cadangan obat buat dia. Saya cuma takut dia kehabisan stok kalau asmanya kambuh."
Indah memalingkan pandangan, enggan menatap manik gelap dari pria tersebut. Hingga beberapa saat kemudian barulah Indah menyahutinya.
"Seharusnya kalau kamu masih sayang sama Saga, kamu enggak ninggalin dia saat itu?"
Mendengar perkataan itu, Damar jelas tidak terima. "Lho, kamu ngaca dong. Saya pergi juga karena saya kecewa sama kelakuan kamu. Bayangkan Indah, selama sepuluh tahun kamu bohongin saya. Mungkin sampai saat ini kamu juga masih mempertahankan kebohonganmu itu pada Saga.
"Beruntung Saga anak yang baik, semoga saja dia masih mau melapangkan hatinya untuk memaafkan kamu Indah. Saya permisi. Assalamualaikum."
Sepeninggalnya Damar dari hadapannya, Indah langsung pergi ke kamarnya lalu terduduk di sisi ranjang. Ia menangis di sana. Indah tahu ia salah, ia juga tidak pernah mau menjadi seperti ini. Bukan keinginannya untuk memiliki anak dari hasil ketidak sengajaan.
Suara decitan pintu gerbang yang bergesekan membuat Indah berhenti menangis. Ia bangkit lalu menghilangkan jejak air mata di wajah terlebih di area matanya. Ia melihat melalui jendela kamar, bagaiamana Saga berjalan dengan santai dari gerbang menuju teras. Indah tersenyum miris.
"Assalmualaikum Bu, Saga pulang."
Saga membuka pintu, rumahnya tampak sepi. Ia pikir ibunya sedang pergi ke luar untuk membeli makanan. Namun rupanya ia salah, Indah akhirnya keluar dari kamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sagara [Revisi]
FanfictionSagara pernah bilang, katanya dia tidak membenci takdir yang sudah meluluhlantakkan perasaannya. Hanya saja, dia benci pada dirinya yang sulit menerima takdir tersebut. Katanya, Sagara hanya ingin keadilan. Namun, mengapa ketika keadilan itu datang...