◇◇◇
Sebetulnya, ada rasa kecewa dalam diri Saga ketika ia mendengar bahwa ternyata Dewa masih menyimpan rasa pada Nadine, dan hendak mengungkapkannya. Meski Saga yakin kalau kedua orang itu takkan mungkin mengkhianatinya.
"Sagara."
"Saga!"
Lamunan Saga buyar oleh panggilan Nadine dengan nada yang sedikit lebih tinggi dari sebelumnya. Gadis itu merasa bingung karena sejak Saga menjemput di rumahnya pagi tadi, ia hanya diam. Bahkan Nadine sampai berulang kali berpikir apakah dirinya memiliki kesalahan atau tidak yang menyebabkan lelaki itu mendiamkannya.
"Kamu kenapa sih, diem aja dari tadi? Aku punya salah, ya?"
"Enggak, cuma lagi mikir aja."
"Mikirin apa? Kamu lagi ada pikiran?"
Saga menganggukkan kepalanya, yang membuat Nadine menatapnya sedih. Namun tatapan Nadine tersebut justru membuat Saga ingin tertawa. Karena kepolosannya itu, Nadine selalu langsung percaya.
"Lagi mikirin, gimana caranya aku nikahin kamu secepatnya."
"Mana ada, Sagara! Kita masih sekolah tahu! Masa mau nikah aja?!"
Saga hanya tersenyum sebelum motor yang mereka tumpangi tiba di area parkir. Nadine segera turun dari sana. Ia mendekatkan wajahnya pada Saga yang baru saja melepas helm lalu menaruhnya di atas spion.
"Kenapa?"
"Bukain atuh biar romantis," kata Nadine dengan wajah malu-malunya. Saga pun terkekeh saat melihat pipi kekasihnya itu tampak memerah.
"Ck, manja banget sih, pacar aku ini. Sini atuh lebih deket lagi, mau dicopot sekalian sama kepalanya enggak?"
"Yeee, sembarangan kamu. Jangan atuh, nanti aku enggak punya kepala dong, serem banget, kan?" Nadine mengerucutkan bibirnya sambil merapikan rambut yang berantakan karena helm yang kini sudah berpindah ke tangan kiri Saga.
Saga tertawa lagi. Kini tatapannya hanya terfokus pada Nadine. Kemudian tangan kanannya membantu merapikan anak rambut yang masih melambai-lambai di dekat mata sang gadis, menyelipkannya ke belakang telinga.
"Na, lihat aku coba," pintanya yang langsung dituruti oleh Nadine.
"Mau janji satu hal enggak?"
"Tergantung."
"Lho, kok tergantung? Aku enggak mau digantung, Na."
"Ya, iya tergantung. Gimana kalau kamu minta aku janji yang aneh-aneh coba?"
"Iya juga, tapi aku enggak mungkin minta yang aneh kok. Aku cuma mau kamu janji satu hal, enggak boleh ada laki-laki lain di hati kamu, kecuali aku."
Nadine tertawa, hingga nyaris tersedak dan membuat orang-orang sekitar menoleh ke arah mereka. Saga yang melihatnya pun hanya bisa terkekeh pelan.
"Terus, Adit, ayah, sama ayah kandung aku enggak boleh ada di hati aku juga, gitu?"
"Enggak boleh, heheh."
Karena gemas, Nadine dengan teganya mencubit kedua pipi Saga. "Kamu tuh ngeselin ya, lama-lama. Enggak tahu apa kalau jantung aku hampir lompat dari tempatnya, hem?"
Untuk sesaat, orang-orang yang berlalu lalang dan tak sengaja melihat mereka pun merasa iri. Hal itu juga yang dirasakan oleh Dewa yang baru saja memasuki area parkir. Meski dari kejauhan, ia masih bisa melihatnya dengan jelas. Jika saja saat ini dia adalah seorang tokoh kartun, mungkin suara retakan hatinya akan terdengar memekakan telinga. Sayangnya, retak itu hanya Dewa yang tahu, dalamnya dan rasa sakitnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sagara [Revisi]
FanfictionSagara pernah bilang, katanya dia tidak membenci takdir yang sudah meluluhlantakkan perasaannya. Hanya saja, dia benci pada dirinya yang sulit menerima takdir tersebut. Katanya, Sagara hanya ingin keadilan. Namun, mengapa ketika keadilan itu datang...