***
Seorang laki-laki tengah berkutat dengan laptopnya. Hampir setengah hari ia mencari informasi tentang Aurora, mengeluarkan semua kemampuan yang ia punya. Tapi sayangnya, usahanya tak membuahkan hasil apa-apa.
Aurora, seolah tak terdeteksi oleh apapun. Dan laki-laki ini semakin frustasi dibuatnya.
"Shit! Gimana kalo gue nggak ketemu dia lagi?! Gimana caranya gue dapetin dia, kalo gue nggak tau apa-apa tentang dia?!" umpatnya sembari menggebrak mejanya.
Ia menyugar rambutnya ke belakang. Ia menghela nafasnya. Sepertinya, ia butuh bantuan sang Mama.
Ia merogoh saku celananya, mengambil ponselnya lalu mendial sebaris nomor seseorang yang paling penting dalam hidupnya.
Setelah sambungan terhubung, ia merengek. "Mom, help me!"
***
Baron dan Abitzar menyeringai. Mereka baru saja mendapatkan satu lagi hama yang hendak mengganggu adik cantik mereka.
"Mau main-main sama Darmawangsa, heh?" sinis Abitzar terkekeh miring.
Baron melipat tangannya di dada sembari menatap laptopnya yang terus bergerak lincah tanpa ia gerakkan.
"Dia pikir semudah itu mengetahui siapa Aurora Darmawangsa yang sesungguhnya? Bodoh!" kelakar Baron, tajam.
***
Aurora menyipitkan mata saat sampai di gerbang SMA Brawijaya. Netranya menelisik tiap-tiap sudut SMA itu.
Tidak buruk, batinnya. Ia lantas berjalan masuk dengan santai. Mengabaikan semua mata yang menatapnya bingung sekaligus takjub.
Aurora tersenyum kepada tiap-tiap orang yang melewatinya. Tanpa ia duga, semua orang menahan nafasnya.
Itu senyumannya manis, anjir! Kira-kira begitulah batin mereka semua.
Aurora masih belum mau bertanya letak ruang kepsek. Ia masih ingin berkeliling, melihat-lihat setiap sudut sekolah barunya.
Setelah puas berkeliling, ia menghentikan langkahnya saat melihat angka yang tertera di jam tangannya. Pukul 06.45, artinya bel masuk akan segera berbunyi.
Pengen panik, tapi Aurora bukan orang seperti itu. Ia sudah biasa telat. Biasalah.
Sebagai formalitas, ia harus bertanya pada kakak kelas atau mungkin siapapun orang yang lewat, untuk menanyakan letak ruang kepsek kan? Padahal ia sudah tau ruangannya saat berkeliling tadi. Yaudah si, suka-suka Aurora.
Netranya menangkap segerombolan laki-laki yang tengah duduk ramai-ramai di sudut kursi koridor kelas depan UKS. Aurora heran, itu laki-laki pada nggak mau masuk kelas apa?
Tapi yang lebih mencengangkan bukan itu. Kenapa ada banyak sekali siswi yang curi-curi pandang ke arah mereka? Cari perhatian kah? Atau mau menyapa tapi malu? Atau mau lewat tapi nggak berani?
"Permisi kak, assalamualaikum." ucap Aurora pelan.
Seketika semua aktivitas berhenti. Salah seorang dari mereka yang membawa gitar, menatapnya tanpa kedip. Ralat, bahkan semua orang sekarang tengah menatapnya lekat.
"Waalaikumsalam."
"Subhanallah, bidadari surga kok bisa sampe sini?"
"Dek, kayangan tutup ya? Kok nyasar sampe sini?"
"MasyaAllah, nikmat Tuhan manakah yang Engkau dustakan."
"Ajegile! Cantik bener woy!"
"Mundur dek, cantiknya kelewatan!"
KAMU SEDANG MEMBACA
ALASTAIR : Be Mine, Aurora! [END]
Teen FictionDia dikenal sebagai laki-laki paling kasar di SMA Brawijaya. Bibit unggul hasil persilangan antara Arya Derlangga Smith dengan Meisa Rihanna ini benar-benar mampu membuat semua orang geleng-geleng kepala, saking frustasinya dengan sifatnya-Alastair...