40. SUDUT PANDANG AURORA

3.2K 336 7
                                    

[ HAPPY READING ]

***

"Dewa pamit ya, Mom?" Alastair berujar serak. Netranya memerah menahan tangis, menatap Meisa dengan sendu.

Meisa mencoba tersenyum, meski hatinya begitu hancur. Dia selalu bersama Alastair, dan sekarang Alastair akan meninggalkannya untuk waktu yang lama. Ia belum siap. Tapi apa yang bisa ia lakukan selain pasrah? Anaknya ini sedang berjuang untuk mendapatkan Aurora.

"Hati-hati," Meisa mengelus puncak kepala putranya dengan gemetar.

Alastair langsung saja memeluk Meisa erat. Menyembunyikan wajahnya di leher sang Mommy. Terdengar isakan kecil dari Alastair, yang membuat Meisa tersenyum tipis. "M--Maaf harus ninggalin Mommy, hiks..."

"Nggak ada yang perlu dimaafkan, nak. Kamu harus pergi, sebagai bukti kalau kamu benar-benar serius dengan Aurora," bisik Meisa seraya mengusap lembut surai putranya.

Di bandara, hanya Meisa dan Aurora yang mengantar. Alastair hanya mengijinkan dua perempuan penting dalam hidupnya, untuk mengantarnya. Dan Aurora, berdiri dengan jarak yang agak jauh, ia sadar kalau dua orang itu butuh waktu berdua.

Alastair mencengkeram pelan pinggang Meisa guna menyalurkan rasa sesaknya. Meskipun lelaki, tapi Alastair tak pernah sekalipun jauh dari Meisa. Ia ketergantungan kepada wanita itu. Dan bagaimana hidup Alastair setelah ini?

"Udah, lepas gih. Kamu nggak mau pamitan sama Aurora, hm?"

Alastair melepas pelukannya. Hidungnya yang sembab, juga mata memerah dengan air mata mengering di sudut matanya, membuat Meisa terkekeh. Tangannya terulur mengusap air mata itu. "Cengeng," ledeknya yang membuat Alastair mendelik.

Alastair mendekatkan wajahnya, lalu mengecup kening Meisa penuh kasih sayang. Butuh lima menit untuk menyelesaikan ciuman itu. Ia menatap Meisa teduh. "I love you, Mom."

Meisa tersenyum. "Love you too, Big Baby."

Alastair terkekeh. Kemudian ia berjalan mendekati Aurora. Ia mengeluarkan selembar kertas, kemudian memberikannya pada Aurora.

Aurora menaikkan sebelah alisnya. "Apa ini?"

"Surat rahasia, bukanya nanti aja pas pulang," jawab Alastair.

"Ra, sini deh!" titah Alastair sambil mengeluarkan sarung tangan hitam dari ranselnya. Ia lalu memakainya di tangan kanan.

"Apa Ka---"

Cup!

Aurora mematung saat Alastair mencium keningnya, dengan dihalangi oleh sarung tangan cowok itu. Jadi posisinya, Alastair menempelkan telapak tangan yang sudah dipakaikan sarung tangan, ke kening Aurora. Kemudian Alastair mencium punggung tangannya sendiri.

Aurora diam dengan jantung bertalu-talu.

Setelah menempel cukup lama, Alastair menaruh tangan kanannya di belakang leher Aurora. Dan dengan kekuatannya, ia membawa Aurora ke pelukannya. Menyalurkan sebuah rasa, yang sampai saat ini belum terbalaskan.

Berada di dalam pelukan erat Alastair, membuat Aurora bisa mendengar detak jantung Alastair yang begitu kencang. "Lo denger jantung gue, kan?" bisik Alastair dengan nada beratnya.

Aurora mengangguk pelan.

"Lo tau kalo gue cinta sama lo, kan?"

Aurora kembali mengangguk.

"Apa lo udah cinta sama gue?"

Udah.

"Belum."

ALASTAIR : Be Mine, Aurora! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang