33. SYARAT PERTAMA | HAFALAN AL-WAQIAH

4.4K 363 25
                                    

[ HAPPY READING ]

***

"Hai,"

Raut wajah Devano, Jeff, Indra, dan Andra tampak kaku sejenak, tapi hal itu tak berlangsung lama. Karena setelahnya, keempatnya kembali memasang raut wajah datar termasuk Indra karena lelaki itu sadar, ini pertemuan penting.

Tapi, berbeda dengan Selatan. Laki-laki itu tampak pucat. Seolah baru saja bertemu dengan hantu. Dan hal itu membuat seseorang didepan mereka menyeringai.

Wanita dengan setelan kemeja lengan panjang juga celana jeans robek-robek berwarna hitam, tak lupa rambutnya yang dikuncir kuda, mendekati Selatan dengan langkah tegap.

Selatan mengepalkan tangannya yang berkeringat. Aunty! Batinnya kaget.

"Hello, long time no see. Selatan Askaraja." ujar wanita didepannya. Seringai tipis tampak di bibirnya, yang diam-diam membuat lima lelaki itu merinding.

"Tidak bertemu selama satu tahun, rupanya kamu berani membuat ulah, hm." lanjutnya dengan terkekeh kecil.

"A---Aunty Meisa, a---aku nggak paham," cicit Selatan. Lelaki itu langsung saja menundukkan kepalanya saat Meisa menyipitkan mata, lalu menatapnya tajam.

Meisa. Ya, perempuan yang mengirimi Devano pesan dengan nomor tak dikenal itu memang Meisa. Kedatangannya, tentunya untuk membalas atas semua hal yang sudah lima lelaki itu lakukan pada putrinya, Aurora Darmawangsa. Jangan kira Meisa akan melepaskan mereka begitu saja, oh tidak semudah itu.

Mengganggu Aurora...sama saja menggali lubang kematian.

"LO SEBENARNYA SIAPA SIH?!" sembur Devano tanpa takut. Jangan heran, sejak awal penggambaran tokoh Devano memang begitu kurang ajar.

Meisa balik badan, ia menaikkan sebelah alisnya menatap Devano dengan tatapan menilai. Bocah ingusan ini, berani menyemburnya?!

"Jaga nada bicaramu, anak muda." kata Meisa tanpa menjawab Devano.

Alis Devano semakin menukik tajam. "Nggak usah basa basi, anjing!" makinya. Selatan nyaris tersedak ludahnya sendiri mendengar makian Devano. Hiks, apa Devano tak tau kalau perempuan didepannya ini adalah ibunya Alastair?

"Dev, lo---"

"Diam Selatan!" titah Meisa. "Sekarang kalian semua, duduk." lanjutnya masih dengan nada yang sama.

"Breng---" umpatan Devano terhenti saat Selatan mencengkeram belakang lehernya dengan kuat.

"Diem anjing, lo jangan main-main sama dia," bisik Selatan dengan suara pelan. Jangan sampai Meisa mendengarnya, kalau sampai hal itu terjadi, habislah dirinya.

"Saya akan menjelaskan maksud pertemuan ini," ucapan Meisa terhenti saat melihat Indra menatapnya tanpa kedip.

Meisa mengernyit. Kenapa dengan bocah itu? Sawan kah? Tapi, matanya langsung melotot saat Indra berucap,

"Lo cantik, mau jadi pacar gue nggak?!" ujar Indra dengan seenak jidatnya. Lelaki itu tampak membenahi kerah kemejanya, tak lupa juga memasang wajah setampan mungkin yang sialnya malah tampak tengil di mata Meisa.

Selatan meneguk ludahnya susah payah. Sial, apa Indra cari mati?!

Meisa lantas terkekeh kecil. "Kamu mau jadi pacar, ibu dari musuhmu?" tanyanya yang tentu saja membuat kelimanya diam kebingungan.

Sebentar. Otak Indra nge-bug.

"H---Hah?" diantaranya semuanya, Andra yang lebih dulu sadar. Lelaki itu menatap Meisa dengan linglung.

ALASTAIR : Be Mine, Aurora! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang