15. PERNYATAAN DI KORIDOR

6.1K 495 3
                                    

***

Alastair memasuki rumahnya dengan lesu. Saat sampai di ruang keluarga, ia melihat Meisa tengah menonton drakor kesukaannya sembari memangku setoples kripik kentang. Alastair langsung saja menghampiri Mommy nya itu.

Grep!

Alastair memeluk Meisa dengan erat, menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Meisa. Percayalah, kalau kedua adiknya juga Daddy nya melihat apa yang ia lakukan sekarang, bisa dia pastikan kalau ketiganya akan murka padanya.

Meisa hampir saja mengumpat saat Alastair dengan tiba-tiba memeluknya. Untung saja ia bisa mengerem bibirnya, coba kalau tidak, bisa kena sentil bibir seksinya ini.

"Hei, what's wrong with you, son?" tanya Meisa pelan sambil mengusap rambut putranya dengan lembut.

"Mom, kenapa dia diam saja waktu Dewa ngutarain perasaan Dewa? Apa dia sama sekali nggak suka sama Dewa?" bisik Alastair dalam pelukan sang Mommy. Dewa adalah panggilan masa kecilnya, dan panggilan itu keterusan sampai sekarang.

Meisa mengernyitkan dahinya tak mengerti. "Dia siapa yang kamu maksud, sayang?"

Alastair menghela nafasnya dengan kasar. Pengen ngumpat, takut dosa. "MOM! Aku cuma nanya pendapat Mom! Bukan mau ngasih tau siapa orangnya!" geramnya namun masih dengan nada lembut.

Meisa tergelak. Alastair adalah satu-satunya anaknya yang mempunyai gengsi setinggi langit. Juga, Alastair tak pernah mau menceritakan kehidupannya di luar rumah. "Oke oke, jadi bisa kamu ceritakan semuanya secara lengkap?" pinta Meisa masih dengan kekehan.

Alastair mengangguk. Ia melepaskan pelukannya, lalu merebahkan tubuhnya dengan kepalanya berada di pangkuan Meisa, lalu wajahnya ia hadapkan pada perut Meisa, tempat dimana dulu ia ngekost sebelum lahir ke dunia.

Selanjutnya ia menceritakan segalanya pada Meisa, terkait usulan dari sahabat-sahabatnya. Lalu ia yang mengajak Aurora ke rooftop. Ia yang mengutarakan perasaannya dengan cara yang sama sekali tidak romantis. Juga keterdiaman Aurora setelah ia mengungkapkan perasaannya.

Ia benar-benar menceritakan segalanya, minus nama Aurora yang ia samarkan.

Meisa mendengar dengan teliti. Sebisa mungkin, Meisa selalu menjadi pendengar yang baik untuk anak-anaknya. Belajar dari pengalaman, ia tak mau membiarkan anak-anaknya memendam sendirian masalah mereka.

Jujur, Meisa bisa menjadi teman, sahabat, istri, ibu, juga saudara untuk keluarganya. Meisa mampu menempatkan dirinya ditempat yang seharusnya. Sehingga anak-anaknya bisa dengan nyaman menceritakan keluh kesah mereka. Yaa, seperti halnya Alastair saat ini.

"Jadi gitu Mom..."

Meisa mengangguk. Tatapannya memang menghadap ke televisi, tapi pikirannya tengah menerawang, mencari kata-kata yang pas untuk ia katakan pada putra pertamanya itu.

"Mas, kamu kenal dia berapa lama?" tanya Meisa langsung. 

Alastair diam sejenak. "Belum ada satu minggu Mom," jawabnya.

Meisa melotot, dan hal itu membuat Alastair meringis. Apa dirinya salah bicara?

Meisa menggigit bibir bawahnya menahan gemas. Ternyata benar kalau, buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Alastair dan Arya ternyata sama. Sama-sama jatuh cinta dalam sekejab. Seketika Meisa nostalgia, saat Arya dengan gilanya menyatakan perasaannya dihari pertama mereka bertemu. Dan sekarang, kelakuan Arya ditiru oleh putranya, oke, sebuah pencapaian yang luarrrr biasaaaaa.

"Mas, kamu pernah ditembak sama cewek yang nggak kamu kenal nggak?"

"Pernah Mom, nggak kehitung malah," cetus Alastair tanpa dosa.

ALASTAIR : Be Mine, Aurora! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang