53. KEMBALINYA SANG LEADER

2.8K 345 42
                                    

Kemungkinan, lapak ini akan tamat di bab 60an. Siap berpisah?

***

Bandara Internasional Soekarno-Hatta, 02.50 WIB.

Alastair turun dari jet pribadinya. Kacamata hitam yang ia kenakan, menambah kesan mempesona untuknya. Untung, hari masih terlalu pagi, sehingga tidak banyak orang yang memperhatikan dirinya.

"Tuan Muda."

Salah seorang bodyguard menghampiri Alastair, kemudian menundukkan kepalanya sopan.

Alastair menurunkan sedikit kacamatanya. Menatap bodyguard utusan Arya yang sepertinya umurnya tak jauh beda dengannya. "Dad, sudah sampai?" tanyanya agak datar. Sebisa mungkin, ia mulai membiasakan diri untuk menjaga nada bicaranya.

Bodyguard dengan nametag Bobby itu menganggukkan kepala. "Sudah, Tuan Muda. Beliau ada di sebelah sana," ia menunjuk sebuah mobil Lamborghini Veneno berwarna hitam yang terletak di sebelah utara.

Alastair mengangguk kecil. "Okay. Bisa mengantarku?"

"Itu tugas saya, Tuan Muda. Mari." Bobby mempersilahkan Alastair untuk berjalan lebih dulu. Kemudian, ia mengambil koper milik Alastair yang baru saja diturunkan oleh salah satu pegawai Arya dari dalam jet.

Keduanya lantas berjalan beriringan. Alastair memang menolak untuk berjalan lebih dahulu. Enam bulan berada di Jerman, cukup mampu membuat Alastair paham tata krama memperlakukan orang yang lebih tua.

Sesampainya di depan mobil, Alastair menghentikan langkahnya. Sorot matanya berubah teduh dan berkaca-kaca. Sudah jelas, ia rindu pada keluarganya, terutama Meisa.

"Dewa..." Meisa menatap Alastair dengan sorot mata tak terbaca.

"Yes, Mom. Assalamu'alaikum." Alastair mengulas senyum.

"Wa'alaikumussalam." Arya, Atalarik, Antariksa, dan Meisa menjawab kompak.

"Dewa...ini beneran kamu?!" Meisa tak mampu menahan pekikannya. Demi apapun, apa yang telah Kakek Mahmud lakukan pada putranya, sehingga Alastair berubah seperti ini?!

Bagaimana tidak? Lelaki didepannya ini memang Alastair. Namun, dengan tampilan yang berbeda. Alastair memakai sarung hitam, kemeja putih, dengan peci berwarna hitam. Mau bagaimanapun style Alastair, ia memang selalu menakjubkan.

"Bang, lo..." An bahkan kehilangan kata-kata. Sehingga ia hanya mampu menggelengkan kepalanya.

"Mom?" Alastair menaikkan sebelah alisnya melihat keterdiaman Meisa, juga Daddy dan adik-adiknya.

"Dewa---kamu nggak salah kostum, kan?" Meisa memicingkan mata, curiga. Wanita itu masih terus saja menatap putranya tanpa kedip.

"Salah kostum?" Alastair menaikkan sebelah alisnya. Sebelum kemudian terkekeh kecil. "Enggak, Mom. Ini pakaian yang aku kenakan setiap hari waktu di Jerman."

"Setiap hari?" An melebarkan mata. Sejenak, ia tak percaya akan ucapan Alastair.

"Hm---"

kring...

Semuanya saling pandang mendengar suara itu.

ALASTAIR : Be Mine, Aurora! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang