***
"Gimana Kak?" Aurora bertanya pada Permata lewat telepon. Niatnya tadi dia mau langsung melihat keadaan markas Poseidon, tapi urung setelah beberapa waktu lalu Permata mengajukan diri untuk mengurus disana.
Diseberang sana, Permata menjauh keluar apartemen milik Wildan. Jangan sampai Wildan mendengar percakapannya dengan Aurora. "Santai, semua udah beres."
Mendengar itu, Aurora menghembuskan nafasnya lega. Agaknya bebannya sedikit terangkat. "Alhamdulillah. Terus gimana keadaan Poseidon?" dia tidak akan menanyakan keadaan Wildan, karena Permata pasti sudah mengurusnya.
"Anak Poseidon luka parah semuanya. Kecuali Devano sama Selatan, mereka cuma luka dikit." Permata menjeda ucapannya. "Oh iya Ra, Devano sakit apa?"
Deg!
"Sakit?" Aurora mengerjabkan mata.
Permata mengangguk. "Iya, tadi waktu abis berantem, dia kayak kesakitan sambil megang dadanya. Lo tau sesuatu?"
Aurora tertegun untuk beberapa saat. Kesakitan sambil memegang dadanya? Tidak mungkin cowok itu sakit---ah tidak-tidak. Mungkin Devano abis kena pukul dadanya. Iya, mungkin seperti itu. "Mungkin habis dipukul kali Kak, kan habis tawuran, kali aja dadanya kena hantam, nyeri lah pasti," ujarnya dengan suara ragu.
Permata terkekeh. "Jangan ngelak kalau lo tau sesuatu, Ra."
"Kalaupun lo nggak tau, terlalu positive thinking juga bikin lo lengah. Ingat itu!"
"Aku nggak---"
"BABY ATAAAAA! KAMU DIMANA?!" teriakan itu membuat Aurora membulatkan matanya.
Disana, Permata mengumpat pelan. "Sialan!"
Aurora tertawa. "Bibi Iti...kimi dimini..." ledeknya kemudian kembali tertawa kencang.
Permata menahan geraman. "Brengsek lo, Ra! Kurang ajar!"
"HAHAHAHA..."
"BABY ATAAAAA! JANGAN TINGGALIN WILDAN...HIKS!" teriakan itu kembali terdengar.
Tapi kali ini, Aurora mematung. "K--Kak Wildan...nangis?" tanyanya ragu.
Permata meringis. Wildan niat sekali menjatuhkan harga dirinya. "Lo diem ya, Ra! Cuma lo yang tau ini. Ingat! Kalo sampai lo bocor kemana-mana, awas lo!" peringatnya dengan nada mengancam.
"Mau aku share ke yang lain ahh. Mumpung aku rekam," gurau Aurora seraya terkikik.
"BRENGSEK!"
Tut.
Telepon dimatikan sepihak, membuat Aurora meledakkan tawanya.
***
"Geb, CCTV udah beres?" Aurora menatap Gebi yang sibuk mengotak-atik laptop.
Gebi mengangguk. "Udah gue kirim ke lo juga," jawabnya datar.
Aurora tersenyum puas. Kemudian netranya beralih pada Sofia. "Gimana?"
Sofia menyerahkan tabnya pada Aurora. "Pas kejadian, CCTV nggak ngerekam waktu Andra ngelempar pinnya. Dan itu bisa buat kerja kita makin mudah," jelasnya.
"Lo lihat dia?" Sofia menunjuk seseorang yang berada di balik pohon samping Andra dikeroyok. Aurora mengangguk menjawab. "Nah, berhubung disana cuma ada dia, kita bisa jadiin dia pion,"
KAMU SEDANG MEMBACA
ALASTAIR : Be Mine, Aurora! [END]
Roman pour AdolescentsDia dikenal sebagai laki-laki paling kasar di SMA Brawijaya. Bibit unggul hasil persilangan antara Arya Derlangga Smith dengan Meisa Rihanna ini benar-benar mampu membuat semua orang geleng-geleng kepala, saking frustasinya dengan sifatnya-Alastair...