15

1.9K 236 6
                                    

"Serius hanya sampai sini saja?" Tanya Chenle saat para perempuan itu sedang memakai perlengkapan menyelam mereka.

"Serius sayangku" kata Joy gemas melihat wajah imut Chenle. "Setelah semuanya selesai aku akan mengajakmu jalan-jalan"

Chenle tersenyum cerah. "Janji ya Joy nuna"

Joy mengangguk mantap dengan senyumnya. Dia tidak akan pernah bisa mengingkari janji dengan pemuda imut dan manis itu.

"Duluan Chenle-ya. Gomawo~" kata Rose lalu menceburkan diri ke laut.

Chenle melambaikan tangannya melihat perempuan-perempuan itu mulai menyelam dan berenang menuju sebuah pulau karang yang berada di tengah-tengah laut lepas. Di atas pulau itu ada sebuah kastil besar yang sudah terbengkalai dan rusak.

Setelah sepuluh menit berenang akhirnya mereka sampai di pulau itu. Mereka mengganti baju mereka dengan baju yang sudah mereka siapkan supaya lebih nyaman dalam bergerak.

"Ingat sesuai rencana" peringat Irene kembali.

Ceklek

Joy mengangguk setelah mempersiapkan senapannya. Mereka berpisah sesuai dengan rencana awal mereka. Joy, Irene, Seulgi dan Jennie pergi ke arah kanan sedangkan Wendy dan Rose masuk ke dalam gua yang merupakan jalan masuk rahasia.

Dengan mengendap-endap di balik semak-semak dan reruntuhan batu, tim penyerang yaitu Joy, Irene, Seulgi dan Jennie bergerak dengan lancar. Mereka tetap fokus dan waspada pada daerah sekitar mereka. Meskipun terlihat aman bukan berarti mereka harus menurunkan kewaspadaan mereka.

Seulgi bersembunyi di balik semak-semak. Dia menatap dengan mata tajamnya jumlah musuh mereka yang sedang berjaga di sekitar menara. Setelah memastikan dia memberikan tanda pada yang lainnya dengan jumlah dan lokasi dimana saja musuh mereka.

Jennie menyiapkan senapan Tracking Point Guns miliknya dan membidik musuh yang sekiranya cukup jauh untuk senapan biasa.

Irene mengangkat tangannya meminta Jennie untuk menahan tembakannya. Ia memeriksa lagi situasinya.

"Siapkan senjata kalian. Kita langsung saja maju setelah tembakan Jennie" kata Irene semuanya mengangguk paham.

Setelah dirasa waktunya tepat, Irene menurunkan tangannya dan Jennie langsung saja menembak seseorang yang berjaga di menara tertinggi. Irene, Joy dan Seulgi langsung saja keluar dari persembunyian mereka dan menembaki para musuh mereka yang kini kalang kabut karena di serang secara tiba-tiba.

.

.

.

.

Jisoo menatap dengan was-was pintu yang ada di depannya. Ia samar-samar mendengar suara para pria yang sedang berdiskusi untuk menikmati tubuhnya. Rasanya Jisoo ingin mencakar para pria itu karena kata-kata tak senonoh yang mereka ucapkan tentang dirinya.

Jisoo masih berusaha sekeras mungkin untuk melepaskan diri. Dia mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Mencari dengan lebih teliti lagi. Dan akhirnya setelah hampir menyerah mencari, ia menemukan sebuah pecahan kaca jendela di pojok ruangan.

"Kemana saja aku kemarin, kenapa aku tidak tahu ada kaca disana. Hish! Dasar Jisoo babo!" Kesal Jisoo yang kini menggeser kursinya menuju pojok ruangan dimana kaca itu berada. Ia sedikit kesulitan karena tubuhnya seluruhnya menempel pada kursi dan juga lantainya yang kotor penuh dengan barang-barang bekas.

Tinggal sedikit lagi ia sudah hampir sampai pada pecahan kaca itu. Tapi ia dibuat panik saat mendengar suara gembok yang terbuka. Jisoo kalut ia berdoa dalam hati semoga para pria itu berubah pikiran dan pergi.

Dor

Dor

Gubrak

Jisoo jatuh terjungkal ke belakang karena kaget dengan suara tembakan beruntun yang terdengar nyaring. Ia melirik ke arah bawah pintu yang memiliki celah sedikit. Ia melihat bahwa para pria itu lari menjauh dari ruangan. Sepertinya mereka juga kaget dan penasaran tentang bunyi tembakan yang memekakkan telinga itu.

Meskipun selamat dari para pria itu, tapi Jisoo tetap dalam posisi yang sulit sekarang. Dia susah untuk bisa kembali seperti semula.

"COBAAN APA INI!" Pekiknya kesal mencoba menggerakkan kursinya. Tapi semuanya sia-sia. Kursinya tak bergerak seinci pun. Ia frustasi.



Ceklek




Tap




Tap




Tap




"YA! KELUAR! AKU MASIH SUCI!"

Plak

"YAK! Ini kami! BABO!" Kesal Wendy sambil memukul kaki Jisoo.

Jisoo mencoba mendongakkan kepalanya agar melihat dengan jelas sang pemilik suara yang entah kenapa begitu membuatnya bahagia.

"Wendy-ya~~~ syukurlah aku takut sekali~" kata Jisoo yang begitu terharu. Ia bahkan ingin menangis saja karena begitu bahagia.

Wendy menggelengkan kepalanya dan bergerak untuk memotong ikatan yang membelenggu Jisoo. Setelah lepas Jisoo segera meregangkan tubuhnya yang pegal-pegal karena sudah lebih dari 24 jam duduk dengan posisi terikat sangat kuat. Bahkan di tangannya ada bekas biru karena kuatnya ikatan.

"Baiklah sekarang kita cari Choi Siwon" kata Wendy membuat Jisoo melotot.

"YA!" Teriak Jisoo membuat Wendy refleks menutup telinganya. "Kita harus menyelamatkan Lisa. Dia dibawa pergi oleh para preman berengsek sewaan Eunha. Aku takut dia kenapa-kenapa"

"Tenanglah Jis. Kau tahu Lisa kan? Meskipun di penjara di tengah-tengah buaya kelaparan. Dia pasti selalu punya cara untuk kabur. Percaya saja padanya" jawab Wendy tenang.

Jisoo menatap Wendy tak percaya. Lalu ia menatap Rose berharap perempuan bule itu mau menemaninya menyelamatkan Lisa.

"Bahkan jika aku dan Wendy eonnie menemani. Kita tak akan membantu banyak. Kemampuan kita saja masih di bawah Lisa" jawab Rose membuat Jisoo lemas.

"Percaya pada Lisa. Dia hebat" Wendy menepuk pundak Jisoo. Ia segera berbalik pergi meninggalkan ruangan diikuti Rose.

"Ayo kak Jis. Lisa pasti baik-baik saja. Dia kan kebanggaan kita" Rose tersenyum agar bisa menenangkan pikiran Jisoo. Dan ya dia berhasil. Jisoo mengangguk dan kini berjalan mengikuti dua perempuan blasteran itu.

.

.

.

.

Tbc

Blackvelvet Agen'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang