home (2)

239 57 17
                                    

Rumahku, tempat tinggalku, benar-benar sudah di depan mata. Rumah sederhana yang ketika aku pulang padanya, selalu terasa hangat. Apalagi ditambah rentangan tangan dan pelukan yang siap menyambut kepulanganku.

Aku melihat Ibu sudah menunggu di depan toko kecil kami yang tatanannya sudah sedikit berubah. Aku berlari ke arah Ibu sambil menyandang ransel yang kuisi barang seperlunya. Aroma tubuh dan usapan lembut Ibu benar-benar tidak pernah gagal untuk menenangkanku. Rindu sekali

"Naik apa? Tau-tau udah di depan aja" Tanya Ibu sambil kami berjalan masuk ke rumah

"Naik taksi, Bu. Padahal tadi berhenti di depan rumah"

"Ibu ngelamun kali ya" Ucap Ibu pada dirinya sendiri

Ngomong-ngomong soal taksi, di dalam taksi tadi sebenarnya ada Bian. Dia ingin ikut turun untuk menyapa Ibu, tapi aku cegah. Bukan tak ingin, cuma waktunya belum tepat. Ibu pasti akan kaget kalau tiba-tiba Bian bisa bertemu aku padahal waktu itu Ibu menyembunyikan keberadaanku. Biar nanti aku ngomong pelan-pelan dulu ke Ibu. Alhasil, Bian langsung pulang menemui Mamanya.

"Makan, ya? Ibu siapin"

"Mandi dulu deh, Bu. Bau asem"

"Jangan lama-lama, kamu janji mau nyobain resep baru Ibu"

"Iya Ibu Bos" Jawabku kemudian berlalu

Pintu kamarku masih tetap sama. Masih ada papan namaku dan peringatan bahwa jika mau masuk harus ketuk dulu. Kubuka kamar kesayanganku itu, tempat istimewa bagiku. Layaknya istana, aku begitu nyaman berada di dalamnya.

Segalanya masih sama, bahkan segala letak tidak ada yang berubah. Hanya seprei dan tirainya yang sepertinya baru diganti. Aku meletakkan ranselku dan bergegas ke kamar mandi.

🍂

"Ibu gak kesepian sendirian?" Tanyaku waktu aku dan Ibu sedang makan

"Ya pasti ngerasa sepi"

"Apa Sasa berhenti kuliah aja terus nemenin Ibu?"

"Heh omongannya! Emang kamu gak mau hidupnya jauh lebih baik dari Ibu?"

"Emangnya Ibu kenapa?"

"Cuma bisa jualan kue, Ibu gak bisa apa-apa selain itu. Jualan juga gak gampang"

"Tapi Ibu seneng, kan jalaninnya?"

"Iya seneng, tapi Ibu merasa gak bisa ngasih yang terbaik buat kamu karena keterbatasan Ibu"

"Ibu mau kasih Sasa yang terbaik gimana lagi, sih? Semua yang Sasa rasain selama ini udah paling terbaik"

"Belajar dari mana sih ngomongnya pinter banget"

"Ih, Sasa serius, Bu" Rengekku layaknya anak kecil

"Kalo gitu harus semangat dong kuliahnya"

"Iya InsyaAllah" Ibu mengusap kepalaku pelan

Aku rindu sekali berbincang dengan Ibu seperti ini. Biasanya ngobrol cuma dari telepon, kalau dari telepon pasti bingung mau ngobrol apa. Paling-paling nanyain kabar, udah makan apa belum, sama kegiatan kuliah.

"Biar Sasa aja yang cuci piring" Kataku sambil membereskan bekas makan aku dan Ibu

"Istirahat aja, emang gak capek abis perjalanan jauh?"

"Ya ampun kan di pesawat cuma duduk aja Ibu, udah biar Sasa aja"

Akhirnya aku dan Ibu mencuci piring berdua; aku bagian mencuci dan Ibu membilas. Memang aku dan Ibu sama-sama keras kepala.

what we hadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang