what we have

332 55 24
                                        

Di awal cerita ini, aku pernah bilang kalau Bian adalah orang yang paling kusukai. Itu benar. Bahkan sampai akhir, Bian masih jadi orang yang paling kusukai. Dari awal pertemuan kami, semuanya terasa tidak biasa bagiku. Terlalu mendadak, mengejutkan, dan... menyenangkan.

Bian dan segala apapun yang pernah terjadi denganku, masih menjadi sebuah kenangan yang menyenangkan sekaligus menyedihkan.

🍂

Akhir 2017 dipenuhi kesibukan PKL dan lain-lain. Aku benar-benar sibuk dan sangat bersyukur karena pikiranku seluruhnya teralih. Aku PKL di suatu perusahaan besar kurang lebih selama dua bulan.

Kegiatan itu membuatku tidak perlu bertemu Bian di kelas atau wilayah kampus. Aku merasa itulah saatnya aku menyembuhkan diri. Aku berada pada suasana baru dan orang-orang baru. Aku mencoba membuka lembar hidupku yang baru.

Jangan kamu pikir kalau aku sudah melupakan rasa sakit itu. Tidak. Sampai mati pun aku rasa aku akan mengingatnya. Bagaimana rasa itu menguasai ruang di dadaku dan membuatnya berbekas sampai sekarang. Dalam proses itu, terkadang di malam hari aku masih suka menangis sendiri. Berpura-pura sepanjang hari bisa membuatku lemah di malam harinya. Tak apa, aku yakin itu semua tidak akan sia-sia. Aku menikmatinya. Aku akan segera baik-baik saja.

Sejak urusan kuliah mulai tidak terkendali, aku berhenti kerja di kafe. Begitu juga Arumi. By the way, Arumi sudah punya pacar. Siapa sangka bahwa dia cinta lokasi dengan teman sekelasnya. Aku turut senang. Sekarang sudah bukan aku lagi yang diajak kesana kemari, soalnya sudah ada pacarnya. Pun kami sama-sama semakin sibuk. Bisa ngobrol hanya ketika di rumah.

🍂

Banyak sekali hal yang kulakukan dalam proses melupakan, tapi yang namanya kenangan, tidak akan bisa dihapus kecuali aku lupa ingatan. Aku berusaha menjauhi segala hal yang berkaitan dengan Bian. Termasuk Kak Je. Kak Je yang baik hatinya dan selalu ada untukku, juga kuabaikan. Jahat sekali aku memang. Tapi aku merasa itu perlu untuk kesembuhan hatiku dan Kak Je mengerti itu.

Seberusaha apapun aku menghindar, sepertinya Bian selalu ada di sekitarku. Lebih dari sekali aku tau dia mengintip instastory ku, padahal aku tau dia tidak mengikuti akunku. Suatu malam juga aku pernah mendapati nomornya tertera di kolom panggilan tak terjawab.

Apapun alasannya, meski hanya untuk menanyakan kabar, aku sudah tidak mau berhubungan lagi dengan Bian. Karena bisa saja itu menghancurkan usahaku selama ini.

🍂

Tahun 2019, hubungan Bian dan Milly akhirnya diumumkan ke publik. Aku mendengar berita itu sendiri dengan telingaku. Bisa-bisanya terbesit dalam pikiranku, bahwa seharusnya namaku lah yang disebut. Bukan perempuan itu.

Mereka akan menikah. Kalimat itu hampir membuatku memecahkan gelas yang kugenggam. Aku sudah menyiapkan diri untuk ini tapi rasanya masih sakit seperti dulu. Saat itu aku menyadari bahwa aku belum sepenuhnya sembuh.

Di Tahun itu pula, aku mendapatkan kabar bahwa Mama Bian meninggal karena sakit yang dia derita selama ini. Aku langsung memesan tiket pulang agar sempat mengikuti pemakaman beliau.

Dari bandara, aku langsung menuju rumah Mama Bian. Kata mereka yang berjaga, Almarhumah tengah dimakamkan. Aku menyusul ke pemakaman. Sudah banyak orang mengelilingi liang lahat. Dari jauh aku melihat Bian. Dia menangis tersedu dengan Milly disebelahnya.

Aku mendekat, ingin melihat Alhamarhumah untuk terakhir kali, juga memanjatkan doa untuknya. Bian yang berjongkok sepertinya menyadari kehadiranku. Dia menatapku dengan matanya yang basah.

"Sabar, ya, Bian" Aku memegang bahunya pelan. Kusingkirkan segala sakit dalam hatiku karena Bian saat ini pasti lebih sakit.

Aku juga senyum ke Milly dan langsung pamit. Namun gadis itu menahan tanganku

what we hadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang