the day we met

824 83 38
                                    

Cerita ini dimulai tahun 2012, saat itu umurku masih enam belas tahun dan aku baru saja pindah ke suatu kota di pulau Jawa. Aku; seorang anak tunggal dari seorang ibu tunggal yang saat itu hidupnya mulai membaik. Karena itu, kami memutuskan untuk pindah ke kota dan memulai hidup baru.

Keahlian satu-satunya milik Ibuku adalah membuat kue. Maka, keahliannya itulah yang menjadi usaha keluarga kami. Ibuku membuka toko kue kecil-kecilan di rumah. Hasilnya sangat cukup untuk menyambung hidup aku dan Ibuku. Meskipun baru, tapi kue bikinan Ibuku sudah banyak peminatnya. Apalagi kami juga menjual secara online dan akulah si pengantar kue tersebut jika dibutuhkan. Cukup maju karena tahun segitu masih jarang yang berjualan secara online.

Aku bersekolah di salah suatu sekolah yang cukup bagus, sebut saja SMA N Anak Bangsa. Aku tidak mau menyebutkan identitas asli sekolahku. Disana aku tidak benar-benar menjadi anak baru, karena bertepatan dengan kepindahanku memang sedang masuk tahun ajaran baru. Oleh karena itu, aku dan teman-teman baruku harus menjalani Masa Orientasi Siswa (MOS) terlebih dulu.

Waktu itu MOS jadi suatu tradisi wajib. Syukurnya sekolahku tidak parah. Kami hanya disuruh memakai kaus kaki warna warni, topi dari bola, kaca mata hitam, dan tas dari karung. Tidak ada penyiksaan seperti yang pernah marak diberitakan. Kami hanya bermain games dan lebih banyak diperkenalkan tentang sekolah.

"Kamu bawa bekal?" Tanya kawanku saat kami istirahat makan siang

Iya, itu kawan baruku. Namanya Arumi Najelia. Panggil saja Arumi, pasti dia langsung menoleh.

Arumi adalah anak yang supel, ceria, dan mudah disukai banyak orang. Buktinya baru dua hari masuk sekolah, dia sudah dekat dengan beberapa teman. Termasuk aku. Juga kakak kelas yang mengospek kami. Hebat memang dia.

Jauh berbanding terbalik denganku. Aku; Sasa. Anak biasa saja yang bisa dibilang malas bergaul. Waktu SMP bahkan aku pernah dimusuhi hanya karena aku sulit berbaur. Ya, mereka tidak salah. Mungkin karena mereka ingin berteman denganku namun aku tidak merespon, jadi mereka begitu. Betapa egoisnya aku waktu itu.

Dulu ketika aku mengalaminya, aku marah dan bingung. Aku tidak melakukan apapun tapi dibenci. Aneh. Tapi sekarang aku sudah paham. Makanya setelah masuk SMA, aku ingin belajar untuk tidak terlalu membatasi diri. Aku ingin belajar berteman dengan baik.

"Aku bawa" Ucapku sambil membuka kotak bekal berisi ayam goreng, sambal, dan tumis sawi. Favoritku. Aku ingat betul bekal pertamaku.

Beberapa anak lain ikut bergabung bersama kami. Makan bersama dikelas, saling bertukar makanan. Seru sekali kalau di ingat-ingat. Membuat rindu.

🍂

Rasanya lega sekali ketika masa MOS sudah selesai. Memakai atribut aneh itu kesana kemari terasa cukup melelahkan.

Seperti biasa, kalau sebuah kelas baru dimulai, pasti akan ada kegiatan memilih perangkat kelas. Beberapa murid laki-laki dicalonkan menjadi ketua kelas. Begitu pula anak perempuan dicalonkan menjadi sekretaris maupun bendahara. Aku termasuk salah satu calon sekretaris.

Setelah melalui sistem voting, terpilihlah ketua kelas, wakil ketua kelas, sekretaris, dan bendahara. Yap, aku terpilih sebagai sekretaris. Karena teman-temanku bilang tulisanku rapi. Jadi mereka akan mudah mengerti jika nanti aku harus menulis di papan tulis. Aku bukan sombong, ya. Temanku sendiri yang bilang begitu. Kalau tidak percaya, coba tanya sendiri.

Beberapa tugas sekretaris kelas setahuku adalah; mencatat materi di papan tulis jika dibutuhkan, mencatat absen kelas, dan membantu guru menyiapkan materi seperti bahan fotocopy dan lain-lain.

Aku bertemu tugas pertamaku setelah tiga hari kegiatan belajar mengajar dimulai, aku diminta untuk memfotocopy beberapa materi sebanyak jumlah anak di kelasku. Kira-kira ada dua puluh lima orang.

what we hadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang