the truth

266 66 19
                                    

Hari Jum'at entah kenapa kampus terasa lebih tenang dan diam. Keheningan itulah yang membuatku memutuskan untuk istirahat sebentar di perpustakaan, kebetulan jam terakhir juga kosong. Jangan ditiru, ya. Kamu ke perpustakaan kalau bisa ya belajar. Cuma waktu itu aku memang lelah sekali. Jadi mari buat pengecualian.

Aku rasanya rindu istirahat siang. Jujur, selama kuliah dan kerja, aku sudah tidak pernah lagi melakukannya. Tidur cuma pada malam hari, belum lagi insomnia dan overthinkingnya yang memakan waktu. Sulit bisa tidur selama delapan jam sesuai kebutuhan tubuh.

Aku hampir sampai ke pintu perpustakaan, tiba-tiba seseorang memblokir jalanku dengan merentangkan satu tangannya menutupi pintu. Jalanku terhenti dan refleks aku berjalan mundur dua langkah agar bisa melihat siapa orang ini.

"Hi, Sasa!" Senyum sumringah itu begitu ikhlas ditujukan padaku. Aku berjalan mundur lagi sampai seseorang menahan tubuhku yang hampir terjatuh

"Jangan heran, Donee emang begitu" Ucap Agam dibelakangku

"Eh maaf" Kataku sambil menjauhkan diri darinya

"Kita punya hadiah buat kamu. Spesial!" Kata Donee sambil merogoh sesuatu dari tasnya

Aku masih menunggu apa itu

"Tiket rehearsal!" Katanya semangat

"Rehearsal apa?"

"Minggu depan kita debut as Enam Hari! Jadi ada rehearsal dulu beberapa hari lagi" Jelas Agam

"Serius?!! Waaaah!! Selamat!!!" Kataku heboh, Donee kelihatan panik dan ingin aku segera diam

"Ssst! Masih rahasia. Baru nanti malem diumumin sama perusahaan" Kata Donee

"Maaf. Tapi kok aku dikasih tiket?"

"Titipan dari Bang Bian. Dia pengen kamu datang. Tadinya mau ngasih sendiri tapi kan dia lagi ketemu Mamanya" Ujar Agam

"Oh, udah berangkat?" Tanyaku dengan nada sedikit melemah

"Udah, pagi buta si Milly udah ada di dorm aja" Kata Donee

"Enak ya kalo punya bapak orang penting" Sindir Agam

Aku cuma memerhatikan mereka berbicara sambil berusaha tersenyum sedikit


🍂


Aku memandangi tiket berwarna keemasan yang kupegang. Haruskah aku datang? Tapi buat apa? Jujur, aku tidak merasa terlalu dekat dengan mereka. Kami hanya sekedar kenal. Hanya saja mereka terlalu baik hingga benar-benar menganggap keberadaanku dan mengundangku begini.

Aku menghela napas berat, berharap segala bebanku ikut lepas bersama napas yang kubuang. Titik-titik hujan di luar jendela kini berubah menjadi begitu deras, membasahi segala apa yang ada di bumi waktu itu. Mereka yang berlarian di luar sana mengingatkanku pada diriku sendiri yang berteduh bersama Bian kala itu. Bagaimana cerianya hari meski sedang turun hujan begitu gilanya.

Pikiranku melayang pada Bian yang kini sedang menemui Mamanya bersama Milly. Dulu itu adalah posisiku. Meski bukan kenangan indah, tapi itu adalah salah satu ingatan terbaikku bersama Bian. Sekali lagi, apa yang bisa diharapkan dari kenangan selama lima hari?


🍂


Aku tidak ingat sudah tidur berapa lama, yang jelas Arumi sudah ngomel-ngomel di telepon karena aku telat masuk kerja. Aku melihat jam di layar ponselku. Sudah telat tiga puluh menit.

Aku melihat hujan di luar sudah reda dan hanya menyisakan udara dingin yang menusuk tulang. Aku berlari kecil menyusuri koridor untuk menghindari hujan hingga sampai ke parkiran.

what we hadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang