what we had

271 63 28
                                    

"Yakin mau pergi?" Tanya Arumi yang lagi baca novel sambil tiduran di kasurku. Anak itu tadinya ada jam malam tapi dosennya malah batal masuk, karena sekalian udah izin kerja, ya udah sekalian gak masuk aja katanya

Sementara aku? Memang sengaja pulang cepat, toh tahun ini aku belum pernah izin

"Udah siap-siap gini yakali gak jadi" Jawabku

Aku memasukkan benda-benda pentingku ke dalam mini bag lalu kusampirkan di bahu.

"Yakin mau ngomong kayak tadi ke Milly?" Tanya Arumi lagi, kali ini dia letakkan novelnya di sisi kanan

Ngomong-ngomong tadi aku sempat berlatih untuk mempersiapkan kata-kata apa saja yang akan kuucapkan pada Milly. Ya perihal hubunganku dengan Bian. Tenang, bahasanya tidak kasar. Aku berusaha tetap setenang mungkin meski hatiku menggebu-gebu. Aku sengaja tidak bilang Bian kalau aku juga akan hadir di acara itu. Bian juga dari semalam belum menghubungiku, yang ku tahu dia baru saja jadi bintang tamu acara di radio.

"Semoga aku gak lupa deh teksnya, Rum" Aku memukul-mukul dahiku pelan

Aku mengepalkan tanganku, menyemangati diri sendiri.

"Aku berangkat, ya. Udah jam segini"

Arumi cuma mengangkat dagunya, mengiyakan.

Aku langsung menuju rumah Milly saat berhasil menemukan taksi. Aku menarik nafas dalam, kemudian membuangnya perlahan. Aku agak gugup, jujur saja. Kulihat jam di ponsel yang sejak tadi kugenggam. Udah fix ini aku telat. Semoga nanti Bian gak kaget karena tiba-tiba aku muncul.

Rumah Milly memang luar biasa mewah, dari luar tidak terlihat ada aktifitas apa-apa tapi mobil sudah berjejer di parkiran rumahnya. Satpam membukakan pagar untukku dan mempersilahkan aku masuk.

Samar-samar dari jauh aku melihat ada yang berlari ke arahku. Orang itu semakin mendekat dan menyambar tanganku, membawaku lari ke arah salah satu mobil.

"Loh, Kak Je" Aku melepaskan tangannya

"Ikut aku, Sa"

"Mau kemana?"

"Masuk dulu"

Kak Je menarik tanganku lagi dan membuatku menurutinya untuk masuk ke mobil.

Heran? Jangan tanya.

Kak Je menyalakan mobilnya kemudian melaju membawaku meninggalkan rumah Milly.

"Kak! Mau kemana? Ini udah telat" Kataku

Raut Kak Je benar-benar tidak bersahabat, dia terlihat seperti orang yang sedang menahan amarah. Tangannya mengepal tegang memegang kemudi. Tatapannya lurus dan fokus pada jalanan.

"Kak, jawab! Aku mesti balik lagi. Aku ada urusan penting sama Milly"

"Urusan kamu sama mereka udah selesai, Sa"

Akhirnya Kak Je mengatakan sesuatu

"Maksudnya apa, sih?"

Dia diam lagi bahkan laju mobilnya dipercepat, entah dia mau membawaku kemana. Kukencangkan sabuk pengamanku. Kak Je mengemudi seperti orang hilang akal.

"Tolong dong, Kak. Jangan gini. Bilang ke aku ada apa? Kak Je kenapa?"

Dia tiba-tiba mengusap pipinya kasar, menangis? Tapi kenapa? Aku hampir mati kebingungan saat itu. Kak Je masih belum mau menjawab pertanyaanku dan aku sudah pasrah dia mau membawaku kemana. Terserah dia. Fokusku sudah teralih pada keselamatan nyawaku yang terancam. Mungkin begitu rasanya dibawa naik mobil balap.

Pada akhirnya kami berhenti di pinggir jalan yang lengang, dekat dengan tebing. Tak ada satupun manusia lalu lalang. Hanya ada hamparan langit berbintang yang begitu indah di hadapan kami.

what we hadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang