new home

243 59 17
                                    

Tahun 2015 di bulan Juni adalah sebuah petualangan baru yang kumulai. Terhitung sudah sebulan aku menetap di kota rantauan. Aku mulai sedikit betah karena setidaknya ada Arumi yang menemaniku. Aku berhasil menjadi mahasiswi Manajemen Bisnis. Aku juga mendapatkan pekerjaan paruh waktu. Segala yang kulakukan itu membahagiakan juga sekaligus jadi beban.

Sudah seminggu aku dan Arumi bekerja di suatu kafe besar yang menjual berbagai macam minuman dan cemilan ringan. My Day Caffe namanya.  Lokasinya tak jauh dari kampus. Jadi sangat memudahkan kami untuk langsung berangkat kerja jika sudah selesai kuliah.

"Laki-laki itu lagi" Omel Mbak Sandra sambil menghampiriku yang sedang menyusun gelas

Mbak Sandra ini anak pemilik kafe. Dia yang handle semua urusan kafe. Sampai wajah pengunjung aja dia hapal

"Kenapa, Mbak?" Tanyaku

Maklum, aku anak baru jadi masih banyak yang tidak kuketahui

"Kebiasaan. Kalo kafe gak tutup, dia gak mau pulang" Omel Mbak Sandra sambil matanya melirik ke arah orang yang dimaksud

Aku memerhatikan laki-laki berkulit pucat di sudut kafe. Matanya kecil terbingkai kaca mata, jari-jarinya yang kurus memetik senar gitar memecah keheningan. Sesekali dia tersenyum ketika menoreh coretan pada kertasnya. Bibirnya menggumamkan sesuatu sembari memejamkan mata.

Melihat seseorang memegang gitar, membuatku teringat pada seseorang yang begitu akrab dalam hidupku beberapa waktu lalu.

"Perlu disamperin nih kayaknya" Mbak Sandra hendak menuju meja pria itu, tapi aku tahan

"Aku aja, Mbak" Kataku

Aku turun tangan untuk memberitahu pengunjung satu-satunya yang tersisa itu bahwa kami akan tutup.

"Permisi, Mas" Aku mengetuk meja, dia mendongak menatapku

Aku bisa melihat matanya yang minimalis berusaha mengerjap beberapa kali. Lucu, batinku. Tapi aku harus tetap tegas.

"Iya" Katanya

"Kita udah mau tutup" Kataku berusaha sesopan mungkin

"Pegawai baru, ya?" Tanyanya

"Iyaa" Kujawab

"Pantesan" Katanya sambil membereskan barang-barangnya

Melihatnya yang mau pulang, aku pun permisi "Terima kasih pengertiannya, saya permisi" Ucapku

"Bentar" Katanya

Aku berbalik

"Nih"

Dia menyodorkan kertas kecil bertuliskan tanda tangan, kutebak itu adalah tanda tangan miliknya. Oh, dan ada sebuah nama dibawahnya. Jenandra.

"Nanti kalo gue udah terkenal, susah mau dapetin itu" Katanya

Dahiku mengernyit. Ada apa dengan tingkat kepercayaan diri orang di hadapanku itu

"Hah?"

"Gue cabut dulu, udah diusir"

"Saya gak ngusir, Mas. Emang waktunya udah tutup" Jelasku

"Iya, bercanda. Serius amat. Kalo nanti ketemu gue lagi jangan kaget, ya" Katanya lalu pergi begitu saja

Dia meninggalkan meja, menyisakan bunyi lonceng di atas pintu yang tersentuh oleh kepalanya.

"Beres. Agak aneh orangnya" Kataku pada Mbak Sandra

"Kesel banget udah sering dibilangin" Mbak Sandra masih saja kesal, "Soalnya kan gak enak kalo sampe kita yang nyuruh pulang gitu. Kesannya kayak ngusir"

what we hadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang