Hari kesekian setelah Aya berjanji untuk tidak pulang lama, tetapi gadis itu kembali melanggar janjinya. Juan tampak biasa saja, setiap Aya pulang ke rumah pukul 8 malam, pukul 9 malam. Ia tetap berbicara pada gadis itu dan tidak protes sama sekali.
Pukul 8 malam, seperti biasa Juan sudah di rumah dan tengah memasak makan malam. Karena keduanya sibuk, mereka membagi tugas memasak. Sarapan dibuat oleh Aya, makan siang sama-sama makan bekal dan tentu saja Aya yang membuatnya dan yang terakhir makan malam. Karena Aya terlalu sering berada di luar, maka Juan yang berinisiatif untuk memasak makan malam.
Juan tak memasak banyak untuk makan malam, hanya menggoreng telur dan menumis sayuran yang ada di kulkas. Matanya sesekali melirik ke arah jam dinding yang ternyata bergerak cukup cepat. Saat ini jam sudah menunjukkan pukul 20.15 dan istrinya belum pulang. Suami mana yang tak khawatir melihat istrinya belum pulang hingga malam hari?
"Di mana itu anak? Sering banget pulang malam, nggak tau apa ya kalau suaminya khawatir," gumam Juan tepat di depan pantry. Ia segera mematikan kompor karena sayurnya sudah matang.
Lain Juan, lain lagi dengan Aya. Gadis itu sedang berada di salam satu kost teman perempuannya untuk mengerjakan maket divisi produksi. Dosen meminta divisi produksi untuk membuat maket perusahaan yang menunjukkan alur produksi benih.
Satu kelompok berjumlah 13 orang dan semuanya tengah bahu-membahu untuk menyelesaikan maket yang akan dipresentasikan besok pagi. Aya tengah berdiri di samping meja dengan tangan yang memegang gunting dan hasil print gambar pohon. Ia berdiri dengan rasa tak nyaman, selain karena kakinya pegal, sepertinya pembalut yang ia gunakan juga sudah penuh. Aya benar-benar ingin segera pulang, mandi lalu beristirahat karena tubuhnya sudah lelah dan kotor.
"Ay, kok berdiri aja? Itu ada kursi, duduk aja. Kasian lo pegel," ujar salah seorang anggota kelompoknya, Arini.
Aya menggeleng kaku, "Enggak, Rin. Gue lagi bocor. Makanya dari tadi nggak duduk," balasnya pelan sambil tersenyum meringis.
Arini terdiam, "Mau ganti? Tapi gue nggak bisa pinjamim celana soalnya badan lo sama gue aja beda," ia menawarkan pada temannya dan segera ditolak halus oleh Aya.
"Nggak apa-apa deh, gue nanti izin pulang duluan aja ya, Rin. Ini sekarang gue mau minta jemput," ujar Aya lalu ia mengeluarkan ponselnya dari kantung celana bahan yang ia gunakan. Untung saja hari itu ia mengenakan celana bahan hitam, jadi noda merah itu tidak akan terlihat.
"Iya, yaudah telepon gih yang mau jemput lo," titah Arini kemudian berlalu. Aya segera mendial nomor Juan.
Tak sampai dering ketiga, Juan langsung mengangkat telepon istrinya.
"Assalamu'alaikum. Kamu dimana? Udah mau jam 9 kok belum pulang?" setelah salam, Juan melontarkan beberapa pertanyaan yang membuat Aya mengurungkan niatnya untuk meminta tolong pada suaminya.
"Wa'alaikumsalam, Mas. Aku masih di kostan teman, lagi ngerjain maket bangunan pabrik. Mas, aku mau minta tolong boleh nggak?"
Di sana Juan menaikkan sebelah alisnya, "Minta tolong apa? Jemput kamu?" tebak Juan, tetapi tanpa menunggu sahutan sang istri, ia kembali menjawab, "Ya tanpa kamu suruh, saya pasti inisiatif jemput kamu. Udah jam segini masa kamu belum pulang," lanjutnya.
Aya mengulas esem tipis kemudian terkekeh pelan. "Iya, Mas. Nanti aku kirim lokasinya ya ke WA. Mas, nanti tolong bawa plastik hitam ya?"
"Buat apa?"
"Buat alas aku duduk," Aya menjawab dengan suara pelan.
Sempat terdengar jeda beberapa saat sebelum Juan kembali menyahut. "Kamu ... datang bulan?" tanyanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Melamar ➖ Jung Jaehyun [DISCONTINUE]
Fanfiction[DISCONTINUE] Setiap pulang ke rumah, hal yang paling sering ditanyakan oleh kedua orangtua Aya adalah, "Kak, kamu di Sukabumi beneran nggak punya pacar?" Awalnya Aya menganggap itu semua hanya candaan tapi ternyata malah semakin sering ditanyakan...