📎 18

9.3K 1.4K 75
                                    

Malam itu, selesai sholat terawih, gue duduk di beranda mushola sambil memeluk sajadah. Mata gue menatap lurus sambil melamun. Percaya deh, bengong itu kegiatan paling enak selain rebahan.

Saat terawih tadi gue dan jama'ah yang lain diimamin oleh Mas Juan, suami gue sendiri. Sebenarnya bukan pertama kalinya buat gue diimamin sama Mas Juan, cuma malam ini seperti ada yang beda. Gue punya posisi lebih dari yang lainnya sebagai istri dari Mas Juan.

Warga blok G terlebih lagi warga RT 009 sudah mengetahui perihal gue sebagai istri dari Mas Juan, jadi saja tiap pagi gue bakalan jadi sasaran empuk godaan ibu-ibu komplek di tukang sayur. Apalagi kalau gue datang ke tukang sayur berdua sama Mas Juan. Hadeh makin heboh aja.

Biasa deh ibu-ibu tuh suka nyinyir dan kadang nyeritain pengalaman mereka dulu pas jadi pengantin baru. Padahal gue nggak nanya sama sekali.

"Lagi apa?"

Gue refleks menoleh ke sebelah kanan dan melihat Mas Juan yang sudah duduk di samping gue.

"Lagi bengong aja. Mau ikutan?" jawab gue sekenanya kemudian mengalihkan pandangan lurus ke depan.

"Bengong kok ngajak-ngajak. Awas kesambet kamu," balas Mas Juan.

Gue hanya tertawa pelan kemudian menggeleng pelan, "Mas, resepsinya beneran dua minggu setelah lebaran? Kalau yang diundang belum pada pulang dari kampung gimana?"

"Ya nggak apa-apa yang penting kita udah ngundang mereka semua. Urusan mereka mau datang atau nggak ya bukan urusan kita," jawab Mas Juan sembari merapatkan tubuhnya ke arah gue.

Gue hanya diam sambil menganggukkan kepala tanda paham.

"Dek, mau ikut nggak?" tawarnya tiba-tiba.

"Kemana?" balas gue dengan tatapan bertanya pada Mas Juan.

"Kita lihat rumah baru," Mas Juan menjawab dengan antusias sampai dimplenya terlihat dan matanya menyipit.

"Rumah baru? Emang ada?" gue membeo dengan ekspresi yang gue yakini sangat amat konyol.

"Ck! Kan udah pernah Mas kasih tau. Kamu lupa?" ujar Mas Juan dengan kerutan dikeningnya.

"Hehe iya, aku lupa," balas gue sambil cengengesan.

"Yaudah ayo!"

Seketika tangan gue ditarik untuk bangkit dari duduk malas di beranda mushola. Mas Juan menarik gue ke rumahnya dan mendudukkan gue tepat di kursi beranda rumahnya.

"Duduk dulu di sini. Jangan kemana-mana, kalau Mba Kalila keluar terus nawarin minum tolak aja. Bilang mau pergi sama Juan. Oke?" setelahnya Mas Juan baru masuk ke dalam rumah dengan semangat.

Gue hanya melongo sambil menatap kepergian Mas Juan. Ini orang padahal cuma mau pamit ke dalam doang tapi pamitannya berasa kaya mau ninggalin gue lama banget terus gue disuruh nunggu. Ternyata Mas Juan nggak lama kok. Dia cuma ganti sarungnya jadi celana panjang dan pecinya disimpan.

"Yuk! Nih, aku udah bawa kuncinya!" Mas Juan mengangkat sebuah kunci yang ada ditangannya.

"Jalan kaki?" tanya gue heran.

"Yaiya, emangnya kamu mau naik apa? Mau digendong?" tawar Mas Juan dengan senyum menyebalkannya.

Idih! Apa banget ini bapak-bapak satu ya?! Gue berdecih pelan lalu melengos.

"Idih! Nanaonan sih maneh teh?" cibir gue yang malas dengan kelakuan absurd suami sendiri.

Mas Juan cuma senyum aja kemudian ia berjalan menghampiri gue yang sudah berdiri dari kursi.

Melamar ➖ Jung Jaehyun [DISCONTINUE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang