"Bu, kenapa sih nikahin aku sama mas Juan?" Aya bertanya tiba-tiba dan membuat Wenda terdiam. Keduanya sedang duduk di beramda rumah, hanya duduk-duduk biasa tanpa ada teh, kopi atau kue yang menemani. Aya juga tadi diantar pulang oleh Juan karena acara simulasi tinggal bersama sudah selesai.
"Kakak nanya loh, bu," ujar Aya lagi karena pertanyaannya tak kunjung terjawab.
Wenda menghela napas kemudian menjawab, "Iya, memang ada alasan kenapa kamu dinikahi sama Juan. Memang dari awal tahun, keluarga Juan udah minta kamu ke ibu sama ayah tapi ayah tahan karena kamu masih kuliah," jawabnya dengan ekspresu datar dan tanpa menatap Aya. Wenda menatap lurus ke depan.
"Terus?"
"Sampai akhirnya keluarga kita benar-benar ada di posisi membutuhkan bantuan. Ayahmu udah nggak kerja kaya biasa lagi, penghasilan ayahmu kurang. Nggak cukup buat biayain kuliah kamu dan SPP Januar. Akhirnya ayah datangi rumah pak Adnan dan setuju buat nikahin kamu sama anak bungsunya, Juan," lanjut Wenda yang masih menatap lurus.
Aya membelalakkan matanya dan membuka mulutnya. Perempuan itu menoleh pada Wenda dengan tatapan sarat akan kecewa. Ingin bicara pun tak bisa, lidahnya terlalu kelu, mulutnya terlalu kaku hanya untuk mengeluarkan sepatah kata. Ia menunduk untuk menatap cincin yang melingkar di jari manisnya.
"Kalau nggak bisa bayar SPP, bilang! Jangan diam-diam aja! Enam juta tuh uang, itu banyak! Aku bisa minta keringanan dari kampus. SPP bisa dicicil kok, bukan gini caranya!" air mata mulai mengalir dipipinya. Sesekali ia mengusap pipinya dengan kasar. Hatinya terluka saat mengetahui kenyataan. "Aku masih mau nikmatin masa kuliah! Main bareng sama teman-temanku, bu!" lanjut lagi. Aya memejamkan kedua matanya kemudian ia menangis. Kedua tangannya menutupi wajahnya, isak tangin masih terdengar seperti enggan untuk berhenti.
"Tapi kenapa di umur dua puluh satu ini, aku malah jadi istri orang?" ia bergumam disela-sela tangisnya. Apa yang ia bicarakan lebih seperti raungan. "Aku bahkan bukan perempuan yang mau nikah muda! Nikah bukan perkara soal nikah lalu punya anak, bukan pula soal perjodohan! Nikah bisa dilakukan kalau kita siap, aku siap!" lanjutnya lagi.
Aya menurunkan kedua tangannya yang sejak tadi menutupi wajahnya. Matanya sembab, hidungnya memerah dan bibirnya bengkak.
"Bahkan ibu sama ayah nggak pernah tanya apa aku siap atau nggak buat nyandang status sebagai istri orang. Bukan sekadar mapan atau nggaknya, tapi mental, Bu," Aya berujar pada Wenda. Ia masih menangis, belum berniay untuk berhenti.
"Ibu ... ibu minta maaf, kak," hanya itu yang bisa dikeluarkan Wenda di saat seperti ini. Ia ingin sekali memeluk anak gadis semata wayangnya, namun diurungkan.
Aya menarik napas panjang, lalu membuangnya perlahan. Tangannya menghapus air mata yang mengalir di pipi dan kembali mencoba melihat kenyataan. Bahwa ia sudah menyandang status sebagai istri Juan dan Aya harus terima itu.
"Aku setiap hari, setiap ditanya orang lain selalu berusaha buat ikhlas karena aku nikah muda. Nyatanya, aku sampai sekarang pun belum bisa ikhlas walaupun mulutku udah bilang 'jalani aja'. Ini belum bisa aku terima," Aya berucap tanpa menatap Wenda. Ia tersenyum sedih sambil menatap lurus kemudian bangkit dari duduknya.
Aya memilih masuk ke dalam kamarnya dan menutup pintu untuk menenangkan diri. Ia mengusap seluruh wajahnya dengan tisu, membuang lendir dalam hidungnya dan minum air yang banyak agar suaranya tak lagi serak.
Perempuan itu duduk di atas ranjang dengan tangan yang sibuk pada ponselnya. Ia hendak menelepob seseorang, Jeni. Nada sambung itu terdengar saat Aya meletakkan ponselnya pada telinga kanannya lalu berganti dengan suara seseorang di seberang sana.
"Jen, gue ganggu nggak?" tanya Aya dengan nada suara murung saat sambungan telepon itu diangkat oleh Jeno
"Salam dulu kek!" tukas perempuan di seberang sama dengan ketus
KAMU SEDANG MEMBACA
Melamar ➖ Jung Jaehyun [DISCONTINUE]
Fanfic[DISCONTINUE] Setiap pulang ke rumah, hal yang paling sering ditanyakan oleh kedua orangtua Aya adalah, "Kak, kamu di Sukabumi beneran nggak punya pacar?" Awalnya Aya menganggap itu semua hanya candaan tapi ternyata malah semakin sering ditanyakan...