10|| Melihat Johnny Dari Dekat

542 441 39
                                    

"Halo bu."

.....

"Iya, kayaknya Adis pulang telat hari ini. Nungguin jadwal susulan dosen."

.....

"Sip, yang biasanya kan?"

....

"Wa'alaikum salam."

Yang tadi itu Ibuku, menelpon menanyakan pukul berapa aku akan pulang sekaligus memintaku membeli martabak di abang-abang langganannya. Karena hari ini mendadak dosen mengubah jadwal temu akhirnya kami semua menunggu jadwal baru yang akan di adakan dua jam kemudian, sebelum ngerasain di PHP cowok udah latihan di PHP dosen. Tidak masalah, lagipula jika pulang sekarang di luar sedang hujan deras sekali.

Aku berdiam diri di lorong fakultas, tidak mengerjakan apapun. Hanya duduk dengan earphone terpasang. Mendengarkan suara penyiar kesukaanku yang sedang berkumandang merdu. Suaranya sopan sekali di telingaku. Iya, suara Johnny Alister Mahavir. Sekarang sedang On Air. Dirinya sedang membahas perkembangan dunia fotografi, cocok sekali dengan hobinya.

Aku terlarut dengan suaranya, bahkan ikut tersenyum saat mendengar Johnny beserta penyiar lainnya sedang tertawa. Memang tidak hanya tawanya yang terdengar, namun telingaku seolah tuli pada suara tawa orang lain. Bagiku suara Johnny Alister Mahavir adalah satu-satunya yang bikin candu.

Hehehe sebut saja bucin agenda, tapi serius ya aku tidak memberitahu siapapun perihal aku yang mengidolakan Johnny, mahasiswa semester 6 dari fakultas teknik informasi. Biarlah ini menjadi rahasiaku dan Tuhanku juga kamu, jadi tugasmu bantu aku merahasiakannya juga sampai akhir cerita.

Pernah dengar istilah "mendengarkan suara orang yang disukai itu bisa membawa ketenangan tersendiri" saat ini aku benar-benar merasa damai mendengar Johnny sedang siaran. Dan tanpa sadar aku justru ketiduran begitu saja di lorong fakultas.

Saat bangun, aku menemukan jaket denim yang kebesaran menyelimuti tubuhku. Aku memperhatikan baik-baik jaket yang sedang berada di pangkuanku. Siapa pemilik jaket ini, aku masih bertanya-tanya.

"Harum," kataku dalam hati, menerka-nerka pengharum apa yang orang ini pakai.

"Halo temanku, sudah bangun?" Astagfirullah sepertinya aku masih belum sadar sepenuhnya. Pasti ini mimpi kan, aku melihat Johnny Alister Mahavir berjalan kearahku, membawa cup plastik berisi es kopi. Mungkin. Di lihat dari pekat warnanya sih kayaknya kopi.

"Kok diem? Masih ngira ini mimpi?"Aku hanya mengangguk, antara nyata dan tidak nyata aku masih menerka-nerka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kok diem? Masih ngira ini mimpi?"
Aku hanya mengangguk, antara nyata dan tidak nyata aku masih menerka-nerka.

"Awwhhh, sakit kak John." Pipiku di cubit oleh Johnny. Ingin hati bilang 'kak belum muhrim' tapi aku mengurungkan niatku.

"Eh sorry sorry, kekencengan ya? Aku lihat di drama buat ngebedain khayalan sama kenyataan biasanya pada nyubit pipi. Kalau sakit berarti nyata." Selanjutnya kak Johnny tertawa dengan suara khasnya yang seperti Ayahku.

Subhanallah ibuuuuuuu, kak Johnny duduk di depanku sedang tertawa. Indah sekali, pasti Ibu suka. Karena Adis juga suka mendengar kak Johnny tertawa.

Aku yang malu pada pikiranku sendiri akhirnya menutup muka dengan jaket denim yang entah milik siapa, tidak peduli asal kak Johnny tidak melihatku yang mungkin saja sudah semerah kepiting rebus

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku yang malu pada pikiranku sendiri akhirnya menutup muka dengan jaket denim yang entah milik siapa, tidak peduli asal kak Johnny tidak melihatku yang mungkin saja sudah semerah kepiting rebus.

"Lagian ini tuh bukan drama kak, kalau drama tuh mereka cuma akting saling toel pipi masing-masing terus blushing. Lalu baper ujungnya cinlok, terus sedih karena di tinggal pas lagi.... " aku tidak melanjutkan kalimatku, tidak tahu tiba-tiba otak memberi sinyal 'cukup Adis jangan bicara lagi'.

"Lagi apa?" tanyanya polos.

"Lagi nutupin muka." Jawabanku mengundang tawa renyah lawan bicaraku, lumayan bisa jadi alasan kak Johnny tertawa hari ini. Ingin sekali aku daftarkan sebagai rekor tertinggi seorang Paradista Gantari yang bisa membuat Johnny Alister Mahavir tertawa.

"Lucu banget ya temanku ini," katanya sambil mengusak rambutku. Allah Hu Akbar, nanti sampai rumah Adis gak mau kramas dulu. Biarin bau, bau tangan kak Johnny. Tangan orang ganteng selalu wangi.

"Kak jangan berantakin rambutku dong," protesku yang sebenarnya hanya alibi untuk menghentikan aksi kak Johnny yang semakin menjadi. Setelahhya tangan besar itu berhenti dari kegiatan mengacak rambutku. Kini berganti mengelus, merampikannya kembali.

Asli ya. Ini jantungku udah kaya bedug masjid yang di tabuh sama bocil, detaknya gak beraturan.

Aku semakin merapatkan jaket denim tersebut pada wajahku. Malu, takut dia lihat aku merona.

"Jaket aku harum banget ya? Sampai gitu nyiumnya." Seketika aku menjauhkan jaket itu dari wajahku.

"Astagfirullah kak, ini punya kakak?!" Aku mendapati wajah kak Johnny tepat berada di depan wajahku saat aku mendongak.

"Iya itu punyaku, tadi gak sengaja lihat kamu ketiduran sendirian. Mau bangunin gak tega, takut kamu masuk angin jadi yaudah aku pakai jaketku buat slimutin kamu," katanya dengan iringan senyum yang perlahan terbit.

Dari sini, aku dapat melihat Johnny dari dekat. Subhanallah, indah sekali ciptaan-Mu ya Tuhan. Matanya, hidungnya, bibirnya semua tak luput dari sensor penglihatanku. Sudah seperti mesin scanner yang biasa digunakan mbak-mbak kasir Indomaret, scan semua jangan ada yang terlewat.

"Cantik banget mata kakak," ucapku tanpa tersadar, yang kemudian mengundang senyum hangat milik Johnny Alister Mahavir.

Di luar masih hujan, dan udara dingin senantiasa membaur di antara derasnya air yang jatuh. Namun senyum hangat milik seorang Johnny Alister Mahavir mampu membuatku di selimuti perasaan hangat.

Setelah tersadar dari pikiran-pikiranku yang mulai melantur, aku beringsut menjauhkan posisi dudukku. Kemudian berdiri, mundur dua langkah. Tanpa aba-aba aku berlari menjauh darinya.

"Jaketnya aku bawa dulu, tadi kena iler. Aku balikin kalau udah bersih. Janji. Daah kak Johnny, makasih ya!!!" ucapku sambil berlari. Sengaja aku naikkan sedikit oktaf suaraku, hanya memastikan agar kak Johnny mendengarnya.

Melihat kak Johnny dari dekat benar-benar membahayakan diri sendiri. Kalian jangan coba-coba deh ya. Sayangi dan rawatlah jantung baik-baik.

Johnny sebagai mahasiswa kira-kira beginilah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Johnny sebagai mahasiswa kira-kira beginilah.

Secret Admirer || Johnny Suh (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang