28|| Happiness and Sadness

519 179 171
                                    

"Makan yang banyak, jangan sakit!"

Kak Gestha sedang menyuapkan bubur dengan paksa padaku. Pasalnya aku jatuh sakit karena kelelahan bekerja. Oh iya, kini sudah lewat empat tahun semenjak aku lulus dari universitas.

Aku dan kak Gestha sama-sama mengabdi di sebuah rumah sakit di kota Tangerang.

"Kak, aku cuma kecapekan. Tidur juga baikan kok nanti," kilahku demi menolak paksaannya.

"Jangan bandel!" marahnya padaku yang selalu berusaha menolak suapan demi suapan yang ia berikan.

"Sayang," panggilnya pelan. Kalau udah gini aku pasti jadi lemah.

"Iya iya, separuh aja tapi. Nanti kalau kebanyakan kebayaku gak muat pas akad. Aku gak mau ya nyusahin tim wardrobe."

Kak Gestha tersenyum, mengelus pucuk kepalaku dengan sayang.

"Eitt, belum muhrim kak," kataku padanya yang langsung menarik tangan.

"Maaf, khilaf. Apalagi tinggal hitungan hari kaya gini. Godaannya lebih-lebih."

Ia kembali menyuapkan bubur buatannya, rasanya sedikit keasinan. Tapi yasudahlah, dia sudah susah payah memasaknya untukku.

"Kak," panggilku.

"Hmmm, apa sayang?"

Aku menggeleng. Kak Gestha meletakkan mangkok berisi bubur itu di nakas. Ia menatapku begitu dalam. Iris sehitam jelaga itu seperti menenggelamkanku tanpa pertolongan.

"Gak nyangka ya, kita bisa sejauh ini. Waktu itu aku beneran kaget banget waktu kakak datang ke rumah bawa-bawa Ayah sama Ibu."

Kak Gestha tersenyum, matanya seolah menerawang pada masa lalu kami. Siapa sangka, orang yang selalu judes padaku di masa kuliah, dalam hitungan hari akan menjadi suamiku.

"Bissmillah. Yakin."

Kini giliran aku yang tersenyum. Kak Gestha orang yang teguh dengan pilihannya. Saat ia memilihku untuk menjadi pelabuhan hatinya, memintaku untuk bersandar juga padanya, tak sekali pun ia pernah berpaling, tak sekali pun ia pernah abai dengan presensiku, selalu menuntunku dengan segala kerendahan hatinya agar menjadi pribadi yang lebih baik lagi.

Sesederhana itu kak Gestha, muka judes dan bicaranya yang nylekit hanya kulit luarnya. Selebihnya, ia adalah pria yang hangat dan penuh perhatian.

Bahkan, setelah hari kelulusanku kak Gestha juga membuka gerbang kesuksesanku dalam berkarir. Ia yang merekomendasikanku pada dokter senior, sehingga aku bisa bekerja di rumah sakit besar seperti sekarang. Bekerja di rumah sakit yang sama dengannya.

Semua kebaikan datang padaku melalui kak Gestha, pria yang telaten merawatku saat aku jauh dari orangtua. Pria yang secara pribadi diminta oleh Ayah untuk menjagaku.

"Kak, terima kasih ya. Kalau bukan kamu orangnya, mungkin aku masih terjebak dalam perasaanku yang tidak berbalas."

"Sama-sama sayang, jangan gemesin ya, aku tuh kesulitan," ia berkata dengan wajah frustasinya.

"Kesulitan? Karena Adis?"

"Iya!!!"

"Galaknya," aku memanyunkan bibir seolah bersedih.

"Di bilang jangan gemesin, aku tuh udah nahan sekuat tenaga buat gak meluk kamu. Jangan bikin cobaanku semakin sulit. Tinggal berapa hari lagi nih!"

Begitulah Kagestha Daifullah Abbas, pria gentle dengan segala sikapnya yang menghargai wanita.

Begitulah Kagestha Daifullah Abbas, pria gentle dengan segala sikapnya yang menghargai wanita

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Secret Admirer || Johnny Suh (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang