17) Kunjungan

456 380 124
                                    

Mahavir, J. Alister
Kemana gak kelihatan?

Bunyi notifikasi ponsel pagi itu membuatku tak karuan. Setelah mengetahui bahwa kak Johnny seorang kristiani, aku jadi sedikit berpikir lebih jauh tentang hubungan yang tidak akan menemui ujungnya.

Katakanlah kami memang hanya berteman, untuk saat ini. Tapi tidak menutup kemungkinan, perasaan yang terus aku pupuk dan makin berkembang justru menyulitkanku di kemudian hari.

Niat hati merawat bibit bunga, tak tahu jika itu hanyalah benih gulma. Maka pelan-pelan, aku ingin berhenti untuk menyukainya. Kami hanya sebatas teman. Begitu doktrinku pada diri sendiri.

Mengenai pesan yang kak Johnny kirimkan, aku masih mendiaminya. Aku juga belum membukanya, sekedar tahu dari pop-up notifikasi di bagian layar atas.

Sudah tiga hari kebelakang aku sedikit tidak enak badan. Bukan hal serius, hanya kelelahan dan perkara gizi saja. Penyakit umum bagi mahasiswa sibuk sepertiku. Mahasiswa yang sibuk itu selain penyakit umum seperti ini biasanya juga jomblo kronis. Biasanya lho ya 🤭

Tok ... tok ... tok....

Suara pintu di ketuk, jika itu Ibu pasti akan langsung masuk tanpa permisi.

"Mba Adis? Masih tidur?"

Juna? Tumben anak itu pakai sopan santun ketuk pintu dulu, biasanya asal nylonong seperti kamar sendiri. Warisan sifat ibu. Mereka berdua cocok.

"Masuk dek," sambutku dari balik pintu. Melihat wajah Juna yang gugup membuatku kebingungan.

"Kamu kenapa? Kebelet? Toilet kamarmu mampet?" tanyaku penuh selidik.

"Apaan sih, enggak!!!" begitu jawabnya, sewot banget jadi bujang.

"Lah itu mukanya kenapa kaku banget kaya nahan eek?"

"Sembarangan!!! Itu mba, di depan ada mas Johnny. Di temenin satu makaikat sama satu setan," jelasnya sedikit terburu-buru.

"Ohh, si Johnny bawa demit sama malaikat? Udah biarin, jangan di tanggapi. Nanti juga ngilang. Barang ghoib kaya gitu di doain aja dek. Mba mau istirahat lagi, pusing."

Saat aku hendak menutup kembali pintu kamarku, Juna menghalangi dengan kakinya. Naas, kakinya sekarang pasti sakit. Di iringi dengan teriakan si bungsu yang menggelegar. Pliss, Juna itu serem kalau marah.

"Astagfirullah hal adzim, adek!!! Ngapain sih, mana mba lihat kakinya," aku meraih kakinya yang memerah. Kasihan, tapi salah dia sendiri.

"Nanti aja kakiku, itu di depan ada mas Johnny mba!!!!!! Johnny yang kita ketemu terus makan bareng itu, mana serem di samping kanannya ada setan. Samping kirinya ada malaikat mba, ketempelan tuh mas Johnny," sekarang Juna menarik tanganku, memintaku untuk keluar saat otakku masih memproses segala ucapan Juna yang serasa susah di cerna kepala.

Masa iya Juna sekarang bisa lihat makhluk ghoib, waah nanti tanya Ayah deh.

"Mana Johnny yang bawa malaikat sama setan? Biar mbak usir," ucapku tepat saat berada di depan pintu.

"Mampus, sana usir kalau mba berani," ledek Juna dengan bisikan halusnya. Nah yang kaya gini nih, bikin Adis merinding. Bisikan Juna seperti menarikku pada kenyataan.

"Kkak Jjohnny? Kak Yuta? Kkakk Tyo?" jariku terarah menunjuk satu persatu dari mereka dengan gemetar.

"Kkak Jjohnny? Kak Yuta? Kkakk Tyo?" jariku terarah menunjuk satu persatu dari mereka dengan gemetar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Secret Admirer || Johnny Suh (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang