18) Setapak Sriwedari

438 368 53
                                    

Setelah absen empat hari lamanya, hari ini aku akan kembali masuk. Beruntung beberapa tugas sudah aku bereskan selama di rumah saja.

"Mba, hari ini Juna antar aja. Nanti di jalan malah ada apa-apa. Kan baru sembuh," celetuk Juna di antara kegiatan menyuap sarapannya.

"Ngga usah adek, mba nanti ngampus siang. Bisa naik ojol kok," tersentuh aku akan perhatiannya. Serius, Juna itu tipikal galak-galak tapi perhatian. Dia juga termasuk anak yang romantis. Pernah ia menuliskan surat sebagai hadiah ulang tahun Ibu. Tulisan tangannya rapi dan tertata, bahasanya indah hingga Ibu terharu kala itu.

Senyumku terulas simpul, menatap Arjuna Isyaka Dhafine yang kini beranjak dewasa. "Perasaan baru kemarin mba momong kamu kalau Ibu ngga ada, sekarang justru kamu yang momong mba Adis dek," aku masih setia menatapnya yang sedang sarapan nasi goreng buatanku.

"Ga usah drama pagi-pagi, Juna mau berangkat kalau gitu. Nanti jangan lupa kunci semua pintu. Sebelum berangkat jangan lupa chat Juna. Kalau kuliahnya selesai telpon aja. Nanti Juna yang jemput," cerewetnya seorang Arjuna itu adalah bukti perhatiannya. Lihat kan, di sini siapa yang di perlakukan seperti seorang adik.

 Lihat kan, di sini siapa yang di perlakukan seperti seorang adik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Juna mau berangkat sekolah)

Aku cuma senyum-senyum merasa lucu bahwasanya Juna lah si bungsu di keluarga kami.

"Dengar ga sih tadi Juna ngomong apa?!" katanya sembari mengerutkan dahi setengah emosi, menatap aku yang masih nyengir sendiri.

"Iya iya, denger kok. Telinga mba masih berfungsi. Hati-hati jangan ngebut naik motornya. Masih ada uang saku ngga Jun?"

Dia yang tadinya berwajah garang kini berubah lucu. "Ada, tapi kalau mba mau ngasih tambah ... Juna ngga bisa nolak," kedipnya sebanyak tiga kali sembari mengamatiku mengeluarkan dompet. Just Juna being Juna.

Dering ponsel menggema di antara sunyinya rumah ini selepas adikku satu-satunya itu pergi ke sekolah.

Hmmm kak Johnny?

Alister J. Mahavir is calling...

Jangan gagu, jangan gagu, jangan gagu. Yakinku pada diri sendiri sebelum menggeser ikon hijau pada ponsel pintarku.

"Ha-halo kak?"

Suara hembus napas beratnya terdengar jelas melalui sambungan telepon.

"Ya Tuhan Dista, lama banget ngangkatnya!"

Deru suara mesin mobil terdengar di antara suara kak Johnny yang mendominasi.

"Mm-maaf kak, btw ada apa ya kak?" meskipun sudah merapal mantra agar tidak tergagap, tetap saja tidak berguna. Kalian tahu kan, crush itu kalau bicara lewat telepon damagenya hmmmmmm.

Secret Admirer || Johnny Suh (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang